Mohon tunggu...
Lewi PurnamaSimangunsong
Lewi PurnamaSimangunsong Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Baik hati, pekerja keras, rajin, dan aktif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mahassiswa PMM 2 bersama Vulpecula Pictures Bahas Sinema Cingcowong "From Scared to Profane"

15 Oktober 2022   23:16 Diperbarui: 15 Oktober 2022   23:32 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkuliahan mata kuliah Modul Nusantara mahasiswa program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM ) angkatan 2 dilakukan di Fakultas Pendidikan Seni dan Desain UPI Bandung, pada hari Sabtu, 08 Oktober 2022. 

Adapun kegiatan modul nusantara yang dilaksanakan yaitu bahas sinema CINGCOWONG "from scared to profane". Sinema CINGCOWONG adalah hasil karya mahasiswa dari prodi Pendidikan Film dan Televisi UPI. 

Mahasiswa PMM 2 mengikuti kegiatan bahasa sinema CINGCOWONG bersama para crew dari VULPECULA PICTURES.

Dokpri
Dokpri

CINGCOWONG adalah ritual tradisional masyarakat yang berasal dari Kabupaten Kuningan, Desa luragung landeuh, Jawa Barat.

CINGCOWONG ini berwujud seperti boneka yang bentuknya mirip jelangkung, yang kepalanya terbuat dari gayung batok kelapa dan badannya dari rangkaian bambu.

Dalam sinema ini, seorang petani menceritakan mengapa masyarakat kuningan dulunya melakukan ritual tradisional CINGCOWONG. 

Petani tersebut mengatakan masyarakat kuningan melakukan ritual cingcowong itu karena di daerah kuningan dulunya sering mengalami kekeringan, sehingga mempengaruhi kegiatan bercocok tanam contohnya dalam perairan persawahan. 

Dimana para petani membutuhkan banyak air untuk menanam padi. Akan tetapi, beberapa masyarakat tidak sepenuhnya mempercayai ritual cingcowong tersebut, mereka mengganggap kalau hujan diturunkan atau tidak itu berserah kepada yang maha kuasa.

Ritual tradisional CINGCOWONG ini adalah ritual untuk memanggil hujan. Ketika di daerah kuningan mengalami musim kemarau atau hujan tidak turun, maka masyarakat akan melakukan tirual cingcowong. 

Boneka cingcowong ini dianggap seperti seorang pengantin purti yang cantik. Dalam melaksanakan ritual CINGCOWONG, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan.

Adapun hal-hal yang harus dipersiapkan sebagai syarat untuk memainkan boneka CINGCOWONG yaitu hiasan yang dipakai boneka cingcowong berupa kebaya pengantin, ikat pinggang, memakai anting, dan memakai kalung yang terbuat dari untaian bunga kamboja. 

Lalu, peralatan ritualnya yaitu tangga bambu yang digunakan untuk menyambut turunnya arwah lelembut, tikar dari anyaman pandan yang digunakan untuk tempat duduk.

Sisir untuk menata rambut cingcowong, cermin untuk memperlihatkan raut wajah cingcowong kepada arwah lelembut yang akan masuk ke dalam tubuh boneka, dan bunga kamboja yang dicampur air untuk saweran dan jadi media pemancing turunnya hujan.

Ritual COINGCOWONG sebelum dilakukan, boneka CINGCOWONG harus diletakkan dalam selokan selama tiga hari dan perempuan yang harus memainkannya. 

Perempuan yang akan melakukan ritual CINGCOWONG harus juga berpuasa selama tiga hari. Perempuan yang menjadi penerus ketiga sekaligus penerus terakhir yang bisa memainkan boneka cingcowong bernama Emak Nawita.

Emak Nawita dalam sinema cingcowong juga menjadi narasumber. Ritual CINGCOWONG hanya dan harus perempuan yang melakukannya, dikarenakan boneka cingcowong itu filosofinya seorang pengantin. 

Ritual CINGCOWONG dipimpin oleh seorang tokoh adat yang disebut Punduh dan ada juga 4 orang bidadari.

Mahasiswa PMM saat menonton sinema CINGCOWONG tidak hanya disuguhkan dengan cerita narasumber yang menceritakan sejarah CINGCOWONG, tetapi juga menyaksikan bagaimana pelaksanaan ritual CINGCOWONG.

Tidak hanya itu, saat akhir sinema juga ada tayangan bagaimana tarian CINGCOWONG.

Dokpri
Dokpri

Ritual CINGCOWONG terakhir tampil itu pada tahun 2005-2006. Sudah sekitar 20 tahun ritual atau tradisi CINGCOWONG tidak dilakukan lagi. Saat ini ritual CINGCOWONG hanya dilestarikan dalam bentuk pementasan saja tidak melakukan ritualnya. 

Seperti tema sinema ini yaitu CINGCOWONG "from scared to profane". 

Ritual CINGCOWONG ini sebelumnya terdapat mengandung unsur magis dan masyarakat mengganggap ritual ini bertentangan dengan agama kepercayaan yang bisa dikatakan ritual CINGCOWONG ini adalah musrik.

Sehingga ritual CINGCOWONG dihentikan akan tetapi masih dilestarikan ke dalam bentuk yang tidak dianggap musrik atau lebih modern yaitu tarian CINGCOWONG.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun