Mohon tunggu...
Lewa Karma
Lewa Karma Mohon Tunggu... -

wong bali, asli Lombok

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menanti antara Janji & Bukti

7 Januari 2014   23:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:02 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Psywar antara KPK dan PPI (Cak AU) boleh jadi tidak akan berhenti dalam waktu dekat ini, karena memang desain masalahnya sangat kompleks. Mulai dari aksi "balas dendam" dan aksi politik yang bakalan menghangatkan 2014 hingga Pilpres nanti. Hanya saja sebagai warga yang sadar hukum dan sadar sosial, kita memang patutu untuk terus mengkritisi masalah ini secara obyektif dan kepala dingin. Secara pribadi saya tidak punya relasi baik dengan KPK maupun AU, tetapi secara organisasi keduanya boleh jadi saya katakan "idola". KPK sebagai lembaga adalah idola saya yang mencerminkan sikap, integritas sebagai salah satu lembaga negara yang diharapkan mampu menakar KKN yang telah menggurita dikalangan pejabat publik atau masyarakat. Demikian pula AU secara pribadi, melihat AU sebagai sosok yang menarik dan penuh "teka-teki", bahkan mungkin saya terlanjur "jatuh cinta" atas sosoknya yang kalam dan "kharismatis".

Hanya saja, seperti saya katakan di awal semua harus obyektif untuk melihat persoalan yang sedang membelit pribadi AU dan sedang berhadapan dengan lembaga "sakti" yang hampir selalu mendapatkan "tumbalnya" baik cepat maupun lambat. terlepas dari proses hukum dan gesekan politik yang berjalan, yang terpenting adalah keduanya harus ingat bahwa dunia ini adalah persinggahan sementara. Ada bebera hal yang perlu diingat dari pribadi cak AU. Pertama, AU pernah sesumbar siap digantung di Monas (mungkin jawaban ini sebagai bentuk percaya diri yang meyakinkan dirinya tidak terlibat, atau bentuk kepanikan dan analognya menjadi paradoks, karena tiada hukum gantung di Indonesia). kedua, Cak Anas berstatemen yakin 1000% tak terlibat masalah (mungkin tidak puas kaau hanya 100%, harusnya 1 trilyun%, sehingga peluangnya lebih kecil, dan ini paradoks pula dengan matematika sosial). Ketiga,Jika dipenjara anggap saja bertapa (mungkin memang beliau mau jalani sufisme gratis, atau memang beliau sadar bahwa tak layaklah penjara menjadi persinggahannya, karena persangkaan hukum yang tak jelas), keempat, "Jika dipenjara siap dirikan cabang PPI di Rutan", (mungkin AU terlampu panik, shingga planning pengembangan PPI akan diubah haluannya, toh gembong narkoba juga bisa menjalankan bisnis lewat bilik penjara, atau justru ini pilihan yang lebih baik, karena bisa menghemat anggara AU untuk menghimpun kekuatan lewat "revolusi sunyi-nya"). Belum lagi via twiteran dan sebagainya, nada AU benar-benar lantang membuka genderang perang dengan lawan politiknya maupun KPK,.."tangkaplah daku, terungkaplah dikau".he he he...

Nah, bagaimana dengan KPK, saya sendiri juga bingung, karena katanya banyak saksi dan bukti sudah dikumpulkan.Akan tetapi, belum juga ada kejelasan dan kepastian, khususnya AU. Untuk KPK saya berpendapat, Pertama, Status tersangka AU sudah lama terbengkalai, bahkan SPRINDIK-nya dulu terkesan menjadi buah bibir "aspal" ketimbang "asli", dan akhirnya belakang hariu diakui dan diketahui ternyata asli.Kedua, KPK terkesan menelantarkan kasus ini dan menggarap kasus lain yang sepertinya lebih sepele padahal banyak pihak menunggu kepastian AU.Ketiga, dulu waktu Gayus, Nazarudin, AS, AM dan terakhir Atut dieksekusi singkat, hingga KPK  dikenal dengan slogan "Jum'at Keramat". Mungkin senjata pamungkasnya kali ini juga adalah "jum'at kerama', entahlah. Keempat, Pembiaran atas banyaknya statemen yang sivatnya rivalitas antara loyalis PD dan PPI menjadi bumbu yang tak sedap dan tak elok buat demokrasi dan lembaga berbadan hukum di wilayah NKRI, tetapi dibiarkan oleh KPK dan POLRI, entahlah mungkin biar ada "berita basi" setiap hari.

Semua perang opini, mulai dari loyalis AU, loyalis PD, KPK,.dan pengamatpun beragam pendapat. Lantas siapa yang akan membuktikan nanti? BUkankah seseorang dianggap dan dikenakan ststus tersangka jika sudah cukup minimal 2 alat bukti, lantas KPK mengapa diam saja dan menganulirnya? Terus AU sebegitu entengnya menanggapi somasi KPK dan "ejekan" rival-rivalnya, adakah semua ini basa basi semata, sehingga kita lupa persiapan untuk Indonesia yang lebih baik di 2014 ini? Terlalu lama kita menanti janji dan bukti dari mereka,..semoga Tuhan bisa menunjukkan yang mana yang "haq" dan yang mana yang "batil". Saya tentu mendukung yang haq, siapapun itu, karena yang "haq" (benar) itu pasti datangnya dari Tuhan. Maka Tuhanlah sumber kebenaran dan pemberi janji serta bukti yang benar-benar tepat,..saudar mari kita diamkan saja, supaya mereka bisa selesaikan masalahnya dengan baik dan bisa mengajarkan bangsa ini cara berdemokrasi yang baik pula,.Yakusa!

Bali Damai Bali Indah,Singaraja kota sakti.Lewa Balo

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun