Sebelumya, Nicholas Jouwe adalah seorang politisi Papua saat Belanda mendirikan koloni di Papua ketika itu. Setelah koloni tersebut diserahkan ke UNTEA pada Oktober 1962 dan pada akhirnya setelah enam bulan kemudian diserahkan kembali ke Indonesia.
Nicholas Jouwe dalam bukunya tersebut juga menuliskan tentang serangkaian fakta-fakta yang membuktikan adanya konspirasi internasional di balik gagasan untuk menyuarakan dan menyerukan ke dunia Internasional tentang Papua sebagai langkah awal menuju Papua Merdeka, sehingga tujuan akhir akan bisa diraih, yakni terlepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ada sebuah statement menarik pada tulisan cover pada bukunya sebagai ungkapan atas penyesalan dari langkah-langkah yang diambilnya dahulu.
Nicholas Jouwe menuliskan seperti ini :
"Saya pribadi menilai pelarian saya ke Belanda merupakan pilihan yang patut disesali. Namun kini, saya menyadari bahwa Papua merupakan bagian dari NKRI,"
Begitulah yang dituliskan Nicholas Jouwe dalam bukunya yang seakan tulisan dalam bukunya itu menjadi wasiat mulia tentang bagaimana seharusnya kita bersikap atas wacana akan Papua yang ingin merdeka, sebuah wasiat pemikiran mulianya itu diwariskan bagi kita rakyat Indonesia khususnya bagi masyarakat yang berada di Papua.
Semoga wasiat dari sang tokoh fenomenal Papua Nicholas Jouwe ini menjadi sebuah pertimbangan pemikiran dan pendirian yang teguh atas pilihan yang terbaik atau langkah terbaik masyarakat Papua yang seharusnya mengikuti jejak langkah terbaik sang Nicholas Jouwe.
Selama tahun 1960 - 2008 adalah waktu yang panjang bagi Nicholas Jouwe menahan rindunya pada tanah kelahirannya di Papua. Air mata Nicholas Jouwe kala itu tak terbendung ketika pada tahun 2009, tepatnya tanggal 22 maret waktu itu, dimana untuk pertama kalinya Jouwe kembali pulang menginjakkan kaki di tanah kelahirannya Jayapura, Papua.
Kisah hidupnya sangat fenomenal dimana dia akhirnya memilih ingin menghabiskan sisa hidupnya di tanah dimana dia dilahirkan dan dibesarkan di Papua, di Indonesia.