Mohon tunggu...
Levi William Sangi
Levi William Sangi Mohon Tunggu... Petani - Bangga Menjadi Petani

Kebun adalah tempat favoritku, sebuah pondok kecil beratapkan katu bermejakan bambu tempat aku menulis semua rasa. Seakan alam terus berbisik mengungkapkan rasa di hati dan jiwa dan memaksa tangan untuk melepas cangkul tua berganti pena".

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Delapan Juta Gaji dalam Imajinasi

30 Juli 2019   12:30 Diperbarui: 30 Juli 2019   12:32 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teruntuk kau penolak rejeki

Pagi itu terasa dingin mengguyur tubuh
Perlahan ku bangun mengambil selimut ku yang ternyata jatuh
Entah mengapa nyenyaknya tadi tak bisa lagi kusentuh
Ku topang saja bangunku dengan secangkir kopi yang ku seduh
Hati bertanya pikiran berpikir wajah tertunduk lagi
Teringat akan kebutuhan hidup untuk anak dan istri
Entah sejak kapan rasa cemas masa depan membangun panggungnya dalam hati
Irama musik tari cemas menyemangati cemas itu untuk terus menari

Kutinggalkan kopi hitam tinggal setengah dan menuju lemari
Ku ambil ijazah ku disertai tarikan  nafas panjang yang mengiringi
Ijazah kebanggaan yang kucari melewati semak dan duri
Sebuah perjalan panjang yang menjadi kebanggaan dalam diri

Masih terbekas luka lama saat berjalan dalam duri
Saat mimpi meraih selembar kertas yang sangat berarti
Bekerja sambil kuliah membuat aku mengerti
Tidaklah mudah meraih mimpi

Saat tak sengaja ku dengar cuitan delapan juta gaji
Tak tertahan wajah ini tersenyum sendiri
Seandainya saja aku yang menggantikan posisi
Pasti itu menjadi berita penuh arti bagi anak dan istri

Hati bertanya pikiran berpikir wajah tertunduk lagi
Sadar bahwa tadi itu hanyalah imajinasi
Namun hati terus bertanya mengapa beliau begini
Bukankah delapan juta adalah nilai yang tinggi

Ternyata benar kata orang yang pernah ku dengar sendiri
Setiap orang memiliki standar nilai dalam diri
Aku tak ingin menghakimi gengsinya tinggi
Karena mungkin sudut pandang ku ini yang tidak mengerti

Semua orang punya hak untuk memilih
Meski kadang terkesan hanya ego dalam diri
Namun kisah itu terlanjur masuk ke otak kiri
Mengambil posisi duduk dan mungkin juga kan bernyanyi

Semoga saja beliau tak salah memilih
Memilih kata untuk menopang pilihan diri menolak gaji
Karna kata juga mencerminkan hati
Namun  banyak yang tidak menyadari

Ah sudahlah ku sudahi imajinasi ber ibarat berada pada posisi
Mending kudiam dan menghabiskan kopi yang tinggal setengah tadi
Tetap bersyukur akan apapun yang terjadi

Sebentar lagi bumi akan terang disinari mentari pagi
Aku harus persiapkan diri dalam perjalanan nanti
Mengarungi lautan bangunan dengan tas hitam dan ijazah yang terisi
Semoga delapan juta gaji juga bisa ku cari
Demi kebahagian diri bersama anak dan istri

Desa Tandu, 30 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun