PROFESI PETANI HANYA AKAN MEMPERPENDEK HIDUP BILA CARA BUDIDAYA KITA TIDAK DIRUBAH.Â
Salam Swasembada, Â
Tergerak hati ini untuk menulis tulisan ini setelah suatu kejadian yang saya alami.Â
Beberapa minggu yang lalu saya sempat sakit, Â Saat itu kepala saya sering sakit dan badan saya kadang terasa demam sehingga mengganggu aktivitas saya di kebun. Anehnya, Â kepala ini akan tiba-tiba sakit setelah saya seharian beraktifitas di kebun saya.Â
Tentu saja saya harus mengkonsumsi obat dokter padahal sejak dulu saya hanya terbiasa mengkonsumsi ramuan tradisional (jamu) yang dibiasakan orang tua saya turun temurun, Â yang minumnya seminggu sekali untuk menjaga kesehatan dan daya tahan tubuh saya, Â namun dipikiran saya ketika itu saya harus coba konsumsi obatan dokter karna sakitnya tak kunjung sembuh.Â
Ketika itu saya oleh dokter diperiksa kolestrol dan tekanan darah tinggi karna kemungkinan penyebabnya itu menurut dokter, Â namun hasilnya semuanya aman tekanan darah saya dan kolestrol juga bukan penyebabnya. Â Saya hanya disarankan dulu untuk beristirahat dan minum obat penghilang rasa nyeri. Â Namun saya tidak mau mengkonsumsi obat penghilang rasa nyeri karna takut ada efek sampingnya.Â
Sebulan penuh saya ambil cuti dari pekerjaan saya dikebun, Â alhasil sakit kepala yang saya rasakan sebulan lebih pun hilang. Â Merasa sembuh, Â akhirnya dengan semangat yang menggebu-gebu ditambah rasa rindu yang terpendam untuk berinteraksi langsung dengan tanaman akhirnya saya pun mengakhiri cuti panjang saya dan kembali ke alam habitat saya sebagai petani. Sesampai dikebun saya pun langsung melakukan kegiatan penyemprotan hama dan rumput yang sudah lama dibiarkan. Â
Memang selama masa saya beristirahat, Â saya hanya mengontrol pekerja yang saya suruh masuk menggantikan aktivitas saya dikebun. Â Saya adalah orang yang tidak merasa puas jika saya tidak turun langsung lapangan, Â apalagi menyangkut penyemprotan pengendalian hama, Â saya merasa lebih maksimal jika penyemprotan saya sendiri yang lakukan.
Alhasil setelah melakukan penyemprotan yang sudah lama tak lagi saya lakukan, Â sakit kepala saya kembali lagi seketika itu juga dikebun setelah saya selesai melakukan penyemprotan hama, Â padahal saya tetap memakai masker setiap kali menyemprot hama dan selama saya beraktivitas menyemprot saya tidak makan atau minum karna saya tahu benar standar keamanan yang harus saya terapkan seperti yang tertera di label setiap herbisida.
Mulai saat itu timbul rasa ingin tahu tentang efek samping dari produk pestisida yang entah itu racun rumput ataupun insektisida atu racun hama. Dahulu saya memang sempat mendengar dan membaca tentang bahaya pestisida kimiawi yang mengandung kandungan berbahaya bagi lingkungan dan tubuh manusia, Â namun saya ketika itu hanya sampai tahap "tahu" Saja, Â tanpa melakukan aksi lebih dari informasi yang saya dapatkan yang baru sekarang saya tahu bahwa ini sangatlah penting.Â
Sebagai petani saya meyakini bahwa aktivitas dikebun akan membuat badan menjadi lebih sehat. Â Namun jika saya terus menerus menggunakan pestisida kimiawi yang notabene hampir setiap hari terhirup atau melekat di kulit saya, Â sudah pasti kedepan atau lama kelamaan, bahan kimiawi yang beracun ini tetap akan memberikan efek samping berbahaya bagi tubuh saya.Â
SWASEMBADA PANGAN, tidak hanya tentang KESEJAHTERAAN PETANI, tidak hanya tentang REGENERASI PETANI, tapi jika terus dibiarkan kedepan maka bangsa ini juga akan diperhadapkan dengan satu masalah yang baru yakni SAKIT DAN KEMATIAN PETANI INDONESIA DI USIA PRODUKTIF.Â
Dan akhirnya bila kita sadari bersama masalah pertanian Indonesia kedepan tidak hanya berbicara tentang masalahSaya juga pribadi sangat kaget ketika mendengar berita di Uni Eropa bahwa Organisasi Lingkungan Greenpeace mendesak pelarangan penggunaan glifosat yang terdapat dalam Roundup, racun pembunuh rumput buatan perusahaan AS Monsanto.Â
Bahan aktif Glisofat bukan hanya ada pada Roundup tetapi juga hampir semua Herbisida yang sifatnya sistemik yang beredar di pasaran Indonesia juga terbanyak mengandung Bahan Aktif Glisofat yang sudah di larang di Uni Eropa.Â
Bulan lalu, Greenpeace menyerahkan kepada Uni Eropa sebuah petisi yang ditandatangani lebih dari 1,3 juta orang yang mendukung langkah tersebut. Greenpeace berpendapat bahwa Jika Parlemen di Uni Eropa mengizinkan maka bahan kimia beracun ini akan mencemari tanah, air, makanan, dan tubuh kita. Para aktivis lingkungan itu menunjuk pada sebuah studi pada 2015 oleh Badan Penelitian Kanker Internasional WHO (WHO) yang menyimpulkan glifosat bersifat karsinogenik (menyebabkan penyakit kanker).
PERTANIAN INDONESIA TIDAK BISA KAMI BANGUN JIKA KAMI PETANI MUDA INDONESIA KEDEPANNYA SAKIT-SAKITAN.Â
Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah serius tentang masalah ini karna bila dibiarkan masalah ini imbasnya bukan hanya pelaku di sektor pertanian seperti saya yang seorang petani, Â tetapi juga merugikan BPJS Kesehatan karna harus menanggung biaya pengobatan petani yang mengalami penyakit karna efek dari penggunaan herbisida dan pestisida kimiawi dgn bahan aktif yang berbahaya yang sebenarnya di legalkan oleh pemerintah itu sendiri.Â
Bukan hanya petani yang merasakan dampak ini melainkan juga masyarakat luas karena Pestisida meninggalkan RESIDU pada tanaman. Mungkin juga termasuk anda yang membaca tulisan ini, Â karna kita tidak tahu sayuran yang kita beli di pasar itu aman atau tidak untuk kita konsumsi.Â
Pestisida yang berjenis insektisida dan fungisida sistemik mengandung bahan kimia sistemik yang mudah terserap di tanaman dan terserap keseluruh bagian tanaman yang fungsinya untuk melindungi tanaman dari gigitan hama. Namun sisa pestisida kimiawi ini masih akan tertinggal pada tanaman sampai panen nanti.Â
Contohnya pestisida dengan golongan "organochlorines" termasuk golongan yang resisten terhadap lingkungan yang meninggalkan efek residu yang sangat lama yang terakumulasi dalam jaringan rantai makanan.Â
PETANI TIDAK MEMILIKI JALAN LAIN
Dari sudut pandang petani, Â hampir semua juga mengerti dan tahu tentang bahaya pestisida kimiawi karna semua pestisida pada label belakang mencantumkan bahwa ini adalah racun yang berbahaya, Â jadi oleh produsen di ingatkn untuk petani berhati-hati dan mengikuti standar keselematan karna kalau tidak efeknya adalah Rumah Sakit.
Petani tahu namun petani berada pada posisi di haruskan untuk memakainya, Â karna kalau tidak petani akan mengalami gagal panen akibat serangan hama yang tidak diatasi.
Ketika petani pergi ke toko pertanian, Â si petani pun di perhadapkan dengan berbagai pilihan varian Pestisida kimiawi di pajangan.
Bahkan kebanyakan petani juga sering menggunakan pestisida kimiawi melebihi dosis yang di tetapkan jika ada serangan hama yang sangat hebat. Â Para petani pun seperti berlomba lomba mencari dan membeli produk pestisida yang proses membunuh hama nya paling kuat yang notabene kandungan kimiawi berbahaya nya juga sangat besar.
Dalam hal ini jika terus dibiarkan maka petani dan konsumen yang adalah masyarakat luas termasuk suami, istri, anak dan orang tua kita menjadi korban imbas dari sayuran dan buahan yang masih mengandung residu yang berbahaya bagi tubuh kita.Â
SOLUSINYA
Tidak ada solusi lain selain kembali seperti cara nenek moyang kita berkebun dulu yang sama sekali belum mengenal apa itu pestisida kimiawi, Â yang istilah kerennya atau bahasa daerah saya "Back To Nature". Istilah lain untuk menggambarkan solusi yang harus kita terapkan adalah " GO ORGANIK".
Dampaknya bukan hanya pada masyarakat yang mengkonsumsi hasil pertanian tetapi juga  si petani juga sehat karna tidak lagi bersentuhan dengan racun yang ada pada pestisida kimiawi.Â
Sebaiknya Pemerintah yang dalam hal ini para Kementrian terkait menopang para petani untuk "GO ORGANIK" dengan cara memaksimalkan penelitian tentang pestisida organik yang mungkin bisa dari tumbuh - tumbuhan atau hewani.Â
Memfasilitasi dan membiayai penelitian tentang bahan bahan organik, Â menunjang perusahaan lokal dan Home Industri yang memproduksi bahan pertanian organik, Â banyak memberikan sosialisasi kepada petani untuk beralih ke organik atau bahkan pemerintah mendirikan Pabrik untuk memproduksi semua bahan lengkap pertanian yang petani butuhkan.
Memang saya sebagai penulis memahami pemerintah juga akan sulit melakukan ini semua dengan cepat mengingat produk pertanian kimiawi yang beredar di pasaran adalah merk dagang dari perusahaan perusahaan besar ternama yang tidak akan rela kehilangan pangsa pasarnya. Â Namun biarlah pemerintah yang memikirkan ini semua karna bila ini diterapkan efeknya juga pada kesejahteraan dan kesehatan rakyat Indonesia.
Kami percaya pemerintah bisa mengambil langkah tepat untuk menyelesaikan masalah ini untuk kami petani Indonesia dan jutaan rumah tangga yang mengkonsumsi hasil pertanian kami.Â
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa Memberkahi kita semua. Â
Salam dari saya Levi William Sangi.
Petani Muda Indonesia, Â dari Desa Tandu, Â Bolmong, Â Sulawesi Utara.Â
Salam Swasembada, Â MERDEKA!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H