Mandi Mentari di Pantai Mesa Pulau Vulkanik Teon
Memiliki pengalaman – pengalaman baru ketika mengunjungi sebuah tempat adalah hal yang penuh makna. Apalagi jika kondisi alam memungkinkan untuk seorang pelancong menikmati dengan bebas alias gratis kondisi alam termasuk sengatan matahari yang melimpah.
Pengalaman penulis ketika mengunjungi Pulau Teon dalam rangka Peresmian Gedung Gereja Imanuel Mesa tanggal 14 November 2021 sudah merencanakan beberapa agenda sehingga perlu membawa beberapa properti ke pulau.
Hari terakhir di Kampung Mesa, sebelum kembali ke Ambon dilakukan “kegiatan mandi mentari” tepat di depan Kampung Mesa dengan menggelar properti yang dibawa.
Saking niatnya tidak menyurutkan keinginan beberapa diaspora Mesa sekalipun dalam terik mentari yang menyengat. Sudah pasti telah disediakan topi, kacamata, lazy chair, bantal pantai dan handphone yang memiliki resolusi yang baik untuk pengambilan gambar.
Tujuan kegiatan ini dilakukan untuk meninggalkan memori yang dapat dibagikan bagi yang belum pernah mengunjungi Kampung Mesa, Pulau Teon. Selain itu, sambil penulis berpikir kapan lagi yach , bisa bersama-sama bermain dengan patura (orang tua) dari Pulau Teon.
Kampung Mesa, satu dari 5 kampung adat yang ada di Pulau Vulkanik Teon selain Layeni, Isu, Watludan, Yafila dan berada di Laut Banda Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku.
Sinar matahari sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, mengandung vitamin D dan juga di pulau kecil seperti Pulau vulkanik Teon digunakan untuk listrik melalui penampungan pada lempengan solar panel dan disimpan di battery accu.
Beberapa solar panel dapat dilihat pada sebagian rumah di Kampung Mesa. Selain itu warga Mesa memanfaatkan sinar matahari juga untuk menjemur ikan hasil tangkapan untuk dibuat menjadi ikan asin.
Indonesia yang memiliki iklim tropis dengan hanya mengenal 2 musim yaitu musim panas dan musim penghujan. Maka ketika mengunjungi Pulau Teon, sudah memasuki bulan November dan warga setempat mengatakan masih musim timur. Sehingga mentari masih bermanja memancarkan cahaya cerah di waktu pagi hingga siang hari.
Inilah yang dimanfaatkan penulis dan keluarga yang sedang mengunjungi pulau Teon. Penulis lalu mengajak patura (orang tua) Teon untuk bermain dan menikmati semilir angin serta bermandikan mentari di tepian pantai, sambil melakukan pemotretan.
Dalam hati penulis membathin, kapan lagi bisa seperti ini dan kalaupun kembali ke pulau mungkin tidak bisa bersama-sama dengan patura (orangtua). Sebuah kesempatan emas yang tidak boleh disia–siakan.
Di depan Kampung Mesa tampak sana-sani pasir hitam dan bebatuan yang besar dan kecil dan jika masuk ke dalam laut maka hanya berjarak tertentu sudah menemukan palung laut.
Hal ini karena Pulau Teon adalah sebuah badan gunung api yang kedalaman dari dasar laut mencapai ketinggian gunung 3.700 m. Jenis gunung api aktif Pulau Teon berbentuk kerucut atau Stratovolcano tipe A.
Setelah semua properti dibawa ke tepi pantai maka masing-masing mengambil posisi untuk di foto penulis. Ini bukan soal dikerjain tetapi mungkin saja, jarang orang yang mengunjungi pulau memiliki pikiran seperti kami dan mengabadikannya.
Maka jadilah sejumlah dokumentasi bermandi sengatan mentari dan menghirup udara pantai yang bersih sambil mensyukuri luar biasa penyertaan Tuhan.
Karena semua yang ikut foto dengan penulis adalah mereka yang lahir di Kepulauan Teon Nila Serua (TNS) dan telah merantau dan menjadi diaspora panutan dalam masyarakat baik di Ambon maupun Jakarta dan Maluku Barat Daya.
Diaspora yang mengikuti kegiatan foto mandi mentari ada Pendeta (Em) Alexander Relmasira, M.Si (Mesa) salah satu pendeta emeritus dari Gereja Protestan Maluku (GPM) bersama istri seorang dosen pada Universitas Kristen Indonesia Maluku Dra. Tuti A.E Relmasira.
Hadir juga dr. Chris Relmasira, M.P.H yang juga merupakan adik kandung Pendeta Alexander dan merupakan Asesor Nasional Kementerian Kesehatan dan masih berprofesi sebagai dokter di Kota Ambon.
Selain itu ada Mama Nyora Juliana Koupun/Kiryoma, istri pendeta emeritus GPM Thedorus Koupun, mantan Ketua Majelis Jemaat (KMJ) Mesa Pulau Teon. Di Maluku, istri seorang pendeta ditempat penugasan jemaat biasa dipanggil mama nyora.
Ada juga salah seorang mantan dosen Drs.Sefnath Nunuary, M.Pd (Yafila) namun masih aktif di dunia pendidikan. Saat ini sebagai Kepala SMA Kristen Aprian di Damer Maluku Barat Daya.
Di samping itu Pendeta Dicky Wurlianty (Watludan) bersama istrinya Katty Serworwora (Layeni) yang masih aktif dalam Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia.
Pendeta Dicky, istri dan John Wosia bersama penulis, kami berempat dari Jakarta datang untuk menghadiri peresmian gedung gereja Imanuel Mesa Pulau Teon. Dan masih ada Buce Serpara yang berasal dari Negeri Kokroman - Waipia.
Sebelum kembali ke Ambon, penulis menyerahkan semua properti yang dibawa kepada Kadus (Kepala Dusun) Mesa Clement (Emes) Rijoly dengan harapan jika ada anak cucu Kampung Mesa (Loyasa tomay) yang mengunjungi Mesa dapat menggunakannya untuk bermain dan berfoto di pantai sebagai kenangan.
Akhirnya tujuan tulisan ini agar semua potensi volcano tourism ini dapat dikelola oleh masyarakat adat Teon Nila Serua dengan penuh tanggung jawab dan memberi kesejahteraan bagi warga masyarakat.
Yang berikut generasi muda agar selalu terbuka belajar dari para patura (orang tua) yang selanjutnya akan mewariskan nilai –nilai, pohon dan kebun serta alam yang mempesona yang diberikan leluhur sebagai anugerah Sang Khalik. Tuhan itu baik.
(LL)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H