Seketika itulah ucapan yang terbersit dari mulut ibu saya : “berkat tu ana e”! . Apa maksud ungkapan ini?. Mamie mengajarkan sebuah nilai bahwa selalu bersyukur, masih ada orang di luar sana yang tidak memperoleh makanan yang tersaji di meja makan ketika pulang ke rumah.
Ucapan “berkat tu ana e” adalah ungkapan yang selalu diajarkan bukan saja dalam kondisi suka atau bahagia tetapi juga dalam menghadapi musibah, situasi kurang beruntung atau bahkan kematian.
Ketika papie meninggal di tahun 1992, kami semua sudah meninggalkan Ambon untuk melanjutkan kuliah di berbagai tempat. Setelah tiba di Ambon untuk menghadiri pemakaman papie maka dalam keadaan sedih kami harus menunggu kakak kami yang harus terbang dari Denmark menuju Indonesia. Ia sementara menempuh pendidikan Strata 2 di salah satu universitas di negara Skandinavia. Akhirnya jenasah papie harus diinapkan beberapa hari di rumah, sambil menunggu tibanya sang kakak.
Dalam kesedihan ketika berkumpul, kami bisa bercerita, bergurau bahkan tertawa lebar karena berlimpah sukacita dengan mata yang sembab. Adapun sejak tahun 1977 ketika kakak tertua kami melanjutkan SMA di Makassar maka praktis kami tidak pernah kumpul lengkap saudara bersaudara di Ambon.
Untuknya peristiwa kematian papie di tahun 1992 diterima dengan penuh syukur karena bisa berkumpul lengkap setelah 15 tahun berpisah. Lagi - lagi ungkapan mamie : “berkat tu ana e” adalah sikap bersyukur memperoleh quality time yang dimiliki sekalipun dalam situasi duka.
Teringat penulis satu ajaran dalam Firman Tuhan 1 Tesalonika 5 : 18 Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah didalam Kristus Yesus bagi kamu.
Moral cerita kali ini, betapa ungkapan yang sederhana “berkat tu ana e” mampu mengingatkan kita untuk selalu dalam sikap bersyukur apapun kondisinya dalam kehidupan di dunia ini. Disamping itu nilai inipun terus tertanam pada masing-masing anak, bahkan saling mengingatkan dan menguatkan apabila salah satu saudara menghadapi permasalahan dalam hidup. Sekarang hal ini menjadi tantangan bagi penulis dan saudara lainnya untuk meneruskan sikap bersyukur terhadap berkat Tuhan bagi generasi selanjutnya.
Demikianlah penanda memori kehidupan penulis sebagai penghargaan dan rasa syukur kepada kedua orang tua terkasih yang mengajarkan respon terhadap berkat Tuhan dengan bersyukur.
Semoga bermanfaat.
(LL)
( bersambung)