Memfasilitasi Polindes di Snurta Kokroman Pulau Nila
Jika dipikir rasanya sedih, barang bekas yang hanya diletakan di luar bangunan di RSUD Masohi, masih dapat diupayakan bagi mereka di pulau yang terisolir, di Pulau Nila!.
Pada mata seorang pemimpin yang memikirkan warganya semua itu bermanfaat.
Teringat pesan orang tua penulis bahwa “tidak ada rotan akarpun jadi”. Akibat sharing beban di WAG TNS untuk apa yang sedang diperjuangkan Kadus Ical Lakotani maka tiba-tiba masuk pesan di handphone dari Yolanda Kaimarehe Lekransi seorang bidan berdarah TNS - Nila yang menetap di Papua.
Bidan tersebut terpanggil untuk mendonasikan uang sejumlah Rp. 400.000,- (empat ratus ribu). “Ibu saya belum bisa membantu dan ikut di masa panen kali ini ( 2021), satu saat saya akan kesana untuk memberi pelayanan bagi warga yang juga masih keluarga saya”.
Akh, kehidupan!, kepedulian rasa itu melewati lautan, menggugah anak negeri untuk ikut memikirkan dan berbuat sesuatu, sekalipun kecil, batin penulis!
Perlu pembenahan fasilitas Polindes Snurta Pulau Nila
Inilah kondisi riel masyarakat di daerah terisolir, kadang tidak punya suara bertanya bahkan protes karena fasilitas kesehatan yang sangat minim mereka dapatkan dari negara.
Cerita di Polindes Snurta Rumdai Pulau Nila dapat penulis kisahkan karena terlibat langsung mendorong dan menggerakkan warga masyarakat TNS lainnya untuk membantu dalam semangat filosofi TNS Ukmu Moritari Solilakta.
Bahkan penulis juga berkoordinasi dengan pemangku kepentingan di Kecamatan TNS dalam hal ini Kepala Puskesmas Rumdai Waipia maupun Kepala Pemerintahan Negeri hingga Kadis Kesehatan Kabupaten Maluku Tengah.
Jika masa panen berakhir dan sebagian orang akan kembali ke Waipia Pulau Seram, maka bagimana kondisi Polindes Snurta? Sepi tanpa nakes (tenaga kesehatan) begitupun juga minimnya obat-obatan. Padahal Pulau Nila masih didiami oleh sejumlah keluarga, begitupun kedua pulau lainnya Pulau Teon dan Pulau Serua.