Pengalaman acara pemberkatan laut dan darat memberi sebuah perenungan pada istilah “kalau bukan katong sapa lae” yang artinya kalau bukan kita siapa lagi!.
Tanggungjawab pembangunan harus melibatkan semua komponen bukan cuma pemerintah tetapi juga kompenen keagamaan dan masyakarat, yang di dalamnya ada ketokohan lokal atau disebut juga informal leader.
Tidak asing lagi di Maluku dikenal istilah 3 ( tiga) Batu Tungku yaitu Pemerintah, Masyarakat dan Tokoh Keagamaan.
Mungkin malam ini menjadi evaluasi dan inspirasi bagi Pemerintah Pusat, Provinsi , Kabupaten bahkan Kecamatan dan Pemerintah Negeri bahwa pola partisipasi semua komponen kunci untuk menggerakkan perubahan dalam pembangunan demi mencapai tujuan bersama.
Memang sangat disayangkan, adapun rombongan VIP telah kembali setelah selesai peresmian tanggal 15 November 2021 pada dini hari. Sehingga acara pemberkatan laut dan darat ini, tidak dihadiri Wakil Gubernur Maluku dan istri, Ketua DPRD Maluku dan istri, Camat TNS dan Penjabat Negeri Mesa. Turut pulang juga Ketua 1 Sinode GPM, Ketua Klasis GPM Kota Masohi dan Danramil 1502-11/ Waipia.
Mesti demikian warga masyarakat bersyukur karena masih ada basudara dari Kampung Layeni dan Watludan. Begitu pula Kepala Pemerintahan Negeri Layeni dan Kepala Urusan Pembangunan Negeri Isu yang belum kembali ke Waipia sehingga bisa bersama-sama warga Mesa.
Bagaimana bermimpi mengukir masa depan Indonesia? Jangan melupakan kondisi geografis Provinsi Maluku bahwa daerah ini terdiri dari ribuan pulau.
Membangun dari pulau adalah butuh komitmen bersama !.
Mesa Bergerak, Nustratelu Bangkit adalah spirit kebangkitan dari forgotten island.
Mari mengukir masa depan dari Mesa untuk Indonesia.