Mohon tunggu...
Levina Litaay
Levina Litaay Mohon Tunggu... Insinyur - Simple, smart, sportive

Community base development, complex problem solving, event organizer

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Potensi Ekonomi Pulau: Produk dan Jasa di Kepulauan Teon Nila Serua

13 April 2023   17:59 Diperbarui: 17 April 2023   00:37 2590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Babi hutan yang sudah dipelihara dan bahkan dibawa ke Waipia Pulau Seram (dok. pribadi)

Potensi Ekonomi Pulau: Produk dan Jasa di Kepulauan Teon Nila Serua

Niat untuk menulis secara bersambung adalah upaya mengangkat berbagai hal dari area spot diving - forgotten island yaitu Kepulauan Teon Nila Serua (TNS) sebagai “pulau yang terlupakan”.

Bersyukur penulis dapat mengunjungi Pulau Teon di bulan November 2021 menghadiri peresmian gedung gereja Imanuel di Kampung Mesa. 

Kali ini akan dibeberkan potensi ekonomi pulau dalam pantauan yang didapatkan sejak tanggal 11-23 November 2021 dari keberangkatan di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon – Amahai – Serua – Nila – Teon – Nila – Serua - Amahai – Ambon sekaligus  berada di pulau selama 7 hari.

Provinsi Maluku adalah provinsi berbentuk kepulauan dengan luas sebesar 46.914,03 Km2 dan memiliki 1.392 pulau ( Maluku Dalam Angka,BPS 2022). Dari luasan demikian 92.4 % berupa laut dan daratan hanya menempati luas 7.6%. Provinsi Maluku memiliki 11 Pemerintahan Kabupaten/Kota yaitu Kota Ambon dan Kota Tual. 

Kemudian 9 kabupaten yaitu Kab. Maluku Tengah, Kab.Seram Bagian Barat, Kab.Seram Bagian Timur, Kab.Buru, Kab.Buru Selatan, Kab.Maluku Barat Daya, Kab.Kepulauan Aru, Kab.Maluku Tenggara dan Kab.Kepulauan Tanimbar. Beriklim tropis dengan hasil melimpah ruah baik di darat maupun di laut, belum ditambah keindahan alam, gunung dan pantai serta kekayaan bawah laut.

Forgotten Island, adalah istilah yang dijual para penggiat pariwisata (divers) untuk mengunjungi Kepulauan Teon Nila Serua (rangkaian pulau-pulau kecil di bagian terluar dari Kabupaten Maluku Tengah) seperti yang dipromosikan di website cruisingindonesia.com

Para turis mancanegara dengan liveaboad seperti Black Manta, White Manta, Blue Manta, Sevenseas dll ingin mengabadikan alam bawah air disekitar Pulau Serua dan Pulau Kekih karena terdapat kawanan hiu martil, keindahan terumbu karang, tuna,ular laut, ikan pelagis pada daerah ring of fire Laut Banda.

Blue Manta liveaboad (sumber: liveaboard.com)
Blue Manta liveaboad (sumber: liveaboard.com)

Tercatat juga kunjungan turis untuk melihat puncak gunung api - belerang seperti yang pernah terjadi di Mesa, kata Kepala Dusun (Kadus) Emes Rijoly. 

Menurutnya ketika sedang membangun gereja, pernah disinggahi sebuah kapal turis dengan penumpang sekitar 500 orang. Mereka meminta ijin untuk dipandu ke puncak gunung dan membuat dokumentasi foto pulau vulkanik Teon.

Adapun sebelum meninggalkan pulau kepala rombongan memberi uang Rp 5.000.000,- (lima juta) untuk disumbangkan bagi pembangunan gereja. Ditanyakan oleh penulis, uang tersebut untuk apa, lagi-lagi menurut Kadus Mesa digunakan untuk pembangunan dan sebagian untuk membeli kursi.

Tulisan ini bertujuan merekam potensi ekonomi pulau vulkanik ini dalam upaya mendorong masyarakat dalam mengolahnya sekalipun jika dilihat masih sangat minim infrastruktur dasar seperti listrik, air, dan tidak adanya dermaga.

Hasil Perikanan

Hal menarik ditemukan bahwa dengan mudah kita menuju ke laut dengan sampan, perahu semang atau speedboat untuk memancing dan mendapat hasil tangkapan beragam.

Tangkapan warga jenis ikan kakap merah (dok. pribadi)
Tangkapan warga jenis ikan kakap merah (dok. pribadi)

Hasil laut seperti berbagai jenis ikan, udang lobster, kepiting, teripang, kerang dibuat panganan baik digoreng maupun dimasak “ikan kuah”. Pengolahan hasil laut yang dilakukan di pulau baru ditemukan ikan asin dan inasua (produk fermentasi).

Hasil Ladang 

Karena tanah vulkanik yang begitu subur, maka pisang dan umbi-umbian mudah tumbuh dan sekaligus menjadi sumber karbohidrat bagi masyarakat di pulau. Olahannya dapat berupa pisang goreng, pisang rebus, pisang santan ataupun kripik pisang yang disebut “vitera’ kata mereka. Begitupun dengan umbi-umbian.

Dalam perjalanan pulang maka dari Pulau Nila, penulis diberikan buah mangga oleh Kadus Kokroman Ical Lakotany dan ikan bakar "bubara" (baracuda) yang disantap bersama di kapal. 

TNS Kepulauan sangat tersohor dengan mangga dan jeruk manisnya, disamping cengkeh dan pala.

Sangat mudah ditemukan pohon pisang yang tumbuh dimana-mana (dok. pribadi)
Sangat mudah ditemukan pohon pisang yang tumbuh dimana-mana (dok. pribadi)

Binatang Liar

Sumber protein selain dari hasil laut maka nampak ada upaya memelihara babi hutan dan ataupun juga memelihara ayam dan memburu kusu (kus-kus). 

Dalam pelayaran kembali ke Amahai ketika penumpang naik dari pulau lainnya, maka terlihat ada yang membawa babi atau ayam ke Waipia.

Babi hutan yang sudah dipelihara dan bahkan dibawa ke Waipia Pulau Seram (dok. pribadi)
Babi hutan yang sudah dipelihara dan bahkan dibawa ke Waipia Pulau Seram (dok. pribadi)

Tanaman Jangka Panjang

Bukan rahasia lagi jika TNS Kepulauan terkenal dengan hasil cengkeh dan pala berkualitas tinggi. Setiap tahun ada ritual panen raya, masyarakat dari pemukiman baru di Waipia Pulau Seram bertolak ke TNS Kepulauan guna penyiapan panen cengkeh dan pala dalam interval bulan Juli sampai Oktober.

Melayani Masyarakat TNS Maluku Tengah #Sn87 (sumber: you tube Roy Hendra Simanjuntak )

Selain itu masih dijumpai kayu "parni", kayu besi dan bambu yang diambil masyarakat untuk membangun rumah. Ada juga pohon kenari dimana buahnya berserakan di bawah pohon. Begitu juga pohon aren di mana tulang daunnya diambil untuk membuat sapu lidi. Di Maluku disebut pohon "gamutu".

Warga sedang membuat sapu lidi dari tulang daun pohon
Warga sedang membuat sapu lidi dari tulang daun pohon "gamutu" (dok. pribadi)

Penulis mendapat kesempatan mengelilingi Pulau Teon sambil “tonda" memancing dan melakukan dokumentasi pulau. Saat tonda di tunjukkan wilayah “lubang gurita”. 

Menurut penuturan patura (orang tua) TNS Alex Relmasira bahwa sangat banyak ikan dan udang lobster, morea di liang/lubang tersebut. Selain itu, sambil melihat ke darat nampak ribuan pohon kelapa tertanam dan bahkan dalam usia puluhan tahun dan sudah cukup tinggi untuk dipanjat.

Pariwisata

Keunikan TNS Kepulauan ini menjadi daya tarik wisata bagi siapapun termasuk diaspora TNS yang sudah lahir dan berada di luar tanah Maluku. 

Pemandangan yang unik pada seonggok daratan yang menjadi pulau vulkanik sehingga dengan mudah dapat dilihat belerang yang sudah muncul di permukaan tanah. 

Sensasi memancing dan mendapat ikan sebuah kegembiraan tersendiri. Untuk itu dapat dilakukan acara mancing maniak. Begitupun melakukan penyelamanan untuk melihat keindahan bawah laut, wisata divers mancanegara. 

Hopping island --saling mengunjungi kerabat antar pulau-pulau kecil tersebut juga bisa menjadi agenda wisata atau berkunjung antar kampung pada pulau yang sama, yang dapat ditingkatkan menjadi lomba perahu layar antar pulau.

Penulis sempat mengunjungi Kampung Layeni, salah satu kampung adat lainnya di Pulau Teon. Jika melewati darat dibutuhkan jalan kaki sejauh lk 3 km, tetapi saat itu menggunakan speedboad.

Di pulau-pulau tersebut ada bangunan dan tempat-tempat bersejarah seperti Gedung Gereja Waru, Gereja Layeni yang sudah berusia ratusan tahun. 

Lokasi meja mata rumah Woinera Woilola di Letlama Pulau Serua atau Batu Perdamaian "Sipat" berada di antara "Tanjung Kelisri" dan "Wenmetmetna" sebagai peringatan damai pada saat perang antar Mesa ( orang Melaira)  dan Layeni (orang Liliefna) juga ada air panas Kak’na (air panas belerang) di ketiga pulau, dll.

Gedung GPM Jemaat Layeni Pulau Teon Kabupaten Maluku Tengah (dok. pribadi)
Gedung GPM Jemaat Layeni Pulau Teon Kabupaten Maluku Tengah (dok. pribadi)

Masyarakat TNS masih sangat kental dengan budayanya. Hal ini dapat menjadi bagian sebuah even pariwisata. Untuk itu arena even di pulau juga harus diperjuangkan, mengingat ketiga pulau tersebut hanyalah gugusan pulau kecil dengan minim infrastrukur dasar.

Gambar di bawah ini adalah arena acara peresmian gereja di Mesa. Panitia peresmian harus membangun lakpona tempat makan dan duduk warga, walaupun bagian atapnya memakai senk tidak seperti aslinya menggunakan daun kelapa. Jika malam, lakpona berubah fungsi menjadi tempat tidur.

Pelataran di depan Gereja Imanuel Mesa terdiri dari podium, tenda tamu vip, lakpona dan dekorasi lokasi even, tenda acara (dok. pribadi)
Pelataran di depan Gereja Imanuel Mesa terdiri dari podium, tenda tamu vip, lakpona dan dekorasi lokasi even, tenda acara (dok. pribadi)
Pada saat berada di pulau maka potensi yang bisa menjadi makanan tersaji di meja makan lakpona seperti ubi rebus, pisang santan, babi kecap, sayur jantung pisang, ikan kuah asam dll. 

Selain itu dengan mencari hasil di hutan bisa diperoleh kenari, kelapa kenari, juga "fleka/forni" bahasa setempat untuk bia sebelah yang menempel di batu, mangga, ikan asin , inasua dan lain-lainnya

 Makan malam di Lakpona setelah peresmian Gereja Imanuel Mesa Pulau Teon, beragam hasil alam yang telah diolah begitupun potensi pulau (dok. pribadi)
 Makan malam di Lakpona setelah peresmian Gereja Imanuel Mesa Pulau Teon, beragam hasil alam yang telah diolah begitupun potensi pulau (dok. pribadi)

Rekreasi Keluarga

Dalam kunjungan untuk menghadiri peresmian gereja Mesa maka ada 18 anggota rombongan dari mata rumah Litaay yaitu 17 orang dewasa dan 1 balita.

Keponakan dan menantu Keluarga Litaay yang berangkat dari Waipia Pelabuhan Amahai , di Pantai Mesa Pulau Teon arah ke ujung kampung (dok. pribadi)
Keponakan dan menantu Keluarga Litaay yang berangkat dari Waipia Pelabuhan Amahai , di Pantai Mesa Pulau Teon arah ke ujung kampung (dok. pribadi)
Ternyata alternatif rekreasi ke pulau juga menjadi salah satu hal yang bisa didorong bagi anak cucu cicit yang orangtuanya berasal dari TNS Kepulauan. Di samping itu bisa untuk menerima kunjungan wisman (wisatawan mancanegara) maupun wisdom (wisatawan domestik). Di mana selama ini sudah banyak kunjungan kapal liveaboad.

Arena lakpona dan tenda acara dilihat kearah laut dari bak penampungan air hujan (dok. pribadi)
Arena lakpona dan tenda acara dilihat kearah laut dari bak penampungan air hujan (dok. pribadi)

Rombongan Jakarta

Dengan infomasi yang ada maka penulis berupaya untuk menyiapkan apa yang harus dibuat ketika hendak berkunjung ke pulau. 

Sebuah even peresmian akan digelar berarti sejumlah asesori even dapat di                                                                                                             upayakan seperti balon, pita, lampion terbang, bantal pantai, kursi, ember plamir, garam, karung, tas dll. Tak lupa juga membawa pesanan panitia yaitu kaos acara dan perabot lainnya.

Dari Jakarta kami berempat bersama dengan Pdt. Decky Wurlianty dan istri, John Wosia. Memasuki wilayah terbatas perlu persipan detail baik dari logistik maupun properti acara termasuk kebutuhan pribadi obat-obatan dan alat komunikasi.

Ketika diangkut ke pelabuhan ternyata barang yang hendak dibawa ke pulau hampir memenuhi 1 (satu) mobil pick up.

Berempat dari Jakarta dengan kesiapan barang menuju ke Mesa Pulau Teon akan dibawa ke PelabuhanYos Sudarso - KM Sanus 71 (dok. pribadi)
Berempat dari Jakarta dengan kesiapan barang menuju ke Mesa Pulau Teon akan dibawa ke PelabuhanYos Sudarso - KM Sanus 71 (dok. pribadi)

Akhirnya rangkaian perjalanan ke pulau berakhir, apa yang harus ditinggalkan sebagai sebuah dorongan pada semboyan “Mesa Bergerak, Nustratelu Bangkit” yaitu plamir dan garam untuk pengolahan inasua juga properti-properti untuk mengabadikan momentum pariwisata seperti kursi pantai, ayunan, kursi rotan santai dll. 

Kami tinggalkan di pulau berharap bisa digunakan untuk mempercantik area pengambilan gambar di sebuah pulau bagi yang akan mengunjungi Mesa.

"Ayo ke pulau, Ayo ke Maluku" himbauan untuk bisa berwisata mengunjungi pulau-pulau kecil yang eksotik dan sangat potensial sumber daya alamnya.

Perjalanan Kembali

Sebaliknya bagaimana barang yang dibawa warga ketika kembali dari pulau?

Penulis sempat mengabadikan sejumlah barang yang diletakkan di palka depan KM Sanus 71. Nampak tersusun sejumlah ember plamir yang di dalamnya terdapat hasil olahan perikanan yang disebut inasua. 

Terlihat juga ada pisang, karung-karung hasil cengkeh, fuli, pala dan lainnya. Pada sudut lainnya terlihat container stereofoam penampung ikan segar yang baru dinaikkan dari Pulau Serua.

Sebagian hasil yang dibawa pulang dari TNS Kepulauan pada palka terbuka bagian depan KM Sanus 71 pada tanggal 22 November 2021 (dok. pribadi)
Sebagian hasil yang dibawa pulang dari TNS Kepulauan pada palka terbuka bagian depan KM Sanus 71 pada tanggal 22 November 2021 (dok. pribadi)

Harapan Pengembangan

Kecil, mungil, indah, penuh potensi namun cenderung terlupakan itulah gugusan Kepulauan Teon Nila Serua Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. 

Dalam perbincangan melalui telepon selular tanggal 31 Maret 2023 bersama Camat TNS Ronald Wonmaly, dengan antusias beliau menyampaikan akan didorong ke setiap Kepala Pemerintahan Negeri (KPN)/Penjabat Negeri agar mengalokasi anggaran Dana Desa (DD) bagi pengelolaan sumber daya alam di pulau guna peningkatan ekonomi masyarakat. Wouw keren!

Bersyukur Camat TNS adalah putera TNS dari Negeri Trana Pulau Serua. Pada bulan Oktober 2022, beliau sempat mengunjungi pulau dalam rangka peresmian Gereja Sidang Tuhan (GST) Jemaat Jelestra Pulau Serua sehingga sudah bisa melihat potensi pulau.

Bagaimana dengan peran pemerintah pusat? Sudah pasti bagi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebuah alternatif untuk membangkitkan destinasi wisata berbasis gugus pulau sebagaimana yang diburu para divers dalam branding forgotten island.

Dengan jumlah pulau mencapai 1.392 pulau maka Maluku memiliki sejumlah potensi yang masih tidur panjang jauh dari publikasi. Dibutuhkan kerja kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, BUMN, BUMD, UMKM/Koperasi dan swasta dengan partisipasi civil society.

Pada sarana infrastruktur dasar sudah ada upaya untuk tim survei bagi pembangunan dermaga di Pulau Nila dibawah pengawasan Kementerian Perhubungan, yang menurut jadwal seharusnya akan datang kembali di bulan Maret, namun hingga tulisan ini dibuat belum kunjung tiba. Padahal dari data yang ada dan sesuai penuturan dan dokumen di pulau maka upaya survei dermaga pada ketiga pulau ini sudah pernah dilakukan tahun 2013 pada masa Gubernur Maluku Karel Ralahalu.

Salah satu Kadus menyebutkan, “Ibu ini dong datang survei-survei, akan jadi kaseng? Bae-bae Cuma janji sa!” (dialek Maluku artinya ini mereka datang survei-survei, apakah akan terlaksana tidak?)

Mungkin pembaca masih ingat tulisan sebelumnya tentang perlunya sarana komunikasi di pulau. Sesuai penyampaian Wakil Gubernur Maluku dalam Pelantikan BPW IKB TNS Provinsi Maluku Juli 2022 di Ambon bahwa permintaan koneksi telekomunikasi sudah diajukan oleh Pemprov bagi TNS Kepulauan ke pusat. Semoga menjadi atensi Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam pemenuhan kebutuhan komunikasi di daerah 3T.

Akhir tulisan ini ketika mendera potensi ekonomi pulau maka sisi transportasi dan juga ongkos angkut adalah hal yang tidak bisa disepelekan. Ini dialami oleh pulau-pulau kecil di Provinsi Maluku. LL( Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun