Rumahku di Tanah Vulkanis, Tersisih dan Terlupakan! - Kondisi Pemukiman di Kampung Mesa Pulau Teon Kabupaten Maluku Tengah -- Bagian 4
Sebuah panggilan nurani untuk mengedepankan apa sesungguhnya, pemandangan pemukiman di Mesa Pulau Teon dalam tulisan bersambung di Kompasiana.
Hal ini setelah kunjungan penulis dalam bulan November 2021 untuk menghadiri Peresmian Gedung Gereja Imanuel Mesa Pulau Teon.
"Mesa adalah salah satu kampung adat di Pulau Teon. Di atas perairan Laut Banda ada 3 pulau berpenghuni yaitu Pulau Teon, Pulau Nila dan Pulau Serua dan memiliki 16 kampung atau desa/negeri adat. Pada tahun 1978 akibat ancaman meletusnya salah satu gunung di Pulau Nila maka semua penduduk dievakuasi oleh negara ke dataran Seram tepatnya di wilayah Waipia Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku".
Ketika harus menerima sejumlah tamu baik dari Ambon, Waipia ataupun dari daerah lainnya yang hendak mengikuti acara peresmian Gereja Imanuel Mesa maka tempat meletakkan kepala adalah sebuah persoalan tersendiri.
Mengingat di Kampung Mesa Pulau Teon hanya terdapat 8 rumah yang dimiliki warga yaitu rumah Monti Kurmasela, Tinus Worinlipa, Toby Rijoly, Odang Litaay, Minggus Melaira, Emes Rijoly, John Melaira dan Benny Relmasira.
Jumlah jiwa yang menempati kedelapan rumah tersebut sebanyak 18 jiwa artinya mereka yang menetap di pulau. Itupun terkadang ada yang kembali ke Waipia atau Ambon dalam waktu yang lama semisal Odang Litaay akibat sakit, sehingga rumahnya dijaga atau dihuni oleh Endek Melaira, sedangkan rumah Toby Rijoly dijaga oleh Daan Miru.
Bagaimana mungkin menampung lebih kurang 200-250 orang yang akan hadir ke pulau menghadiri acara peresmian gereja?
Panitia tidak kekuarangan akal, maka dibangun bangunan sementara pada sisa fondasi Gereja Kristen Reformasi Indonesia (GKRI) dengan menambah terpal pada bumbungan rumah yang belum selesai. Begitupun meja Lakpona yang dibuat berbentuk huruf "L" , jika malam dijadikan tempat tidur sambil menikmati tiupan angin laut.