Mohon tunggu...
Levina Litaay
Levina Litaay Mohon Tunggu... Insinyur - Simple, smart, sportive

Community base development, complex problem solving, event organizer

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Memburu Hotel Karantina, Tidak Semudah yang Dibayangkan

15 Desember 2021   16:36 Diperbarui: 20 Desember 2021   23:08 3320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengalaman menarik sejak Minggu, 12 Desember 2021 memburu hotel karantina bagi adik saya yang dalam perjalaan kembali ke Indonesia dari Peru via Sao Paolo, Brasil dan tansit di Doha, Qatar, baru ke Jakarta dan tiba 14 Desember 2021.

Sebagai anggota Satgas non-medis yang tergabung dalam Tim Koordinator Relawan Satgas Penanganan Covid-19 selama 8 bulan (Mei-Desember 2020) yang diketuai Bpk. Andre Rahadian,SH,LLM,MSc maka mematuhi prokes yang berlaku adalah hal mutlak.

Hal tersebut karena masih diberlakukannya Keppres Np 11 tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19) dan Keppres No.12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional.

Satgas Covid 19 Non Medis ( Dokumentasi Pribadi)
Satgas Covid 19 Non Medis ( Dokumentasi Pribadi)

Pada harian Kompas tanggal 12 November 2021 terdapat daftar lengkap 72 hotel karantina di Jakarta untuk WNI dan WNA. Sebelumnya aturan kedatangan luar negeri harus mengalami 3-5 hari karantina dan inipun sempat dialami sepupu saya yang datang dari Swiss di bulan Juni 2021.

Dia menjalani karantina 3 hari di salah satu hotel bintang lima di bilangan Jakarta Selatan, sebaliknya yang dari Kanada pada akhir Oktober 2021 mengalami karantina 5 hari di hotel yang sama.

Berdasarkan Adendum Surat Edaran No.23 tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) Satgas Penanganan Covid 19 tertanggal 2 Desember 2021 maka telah diberlakukan masa karantina selama 10 hari pada tempat yang telah ditetapkan guna mengantisipasi ancaman varian baru Omicron.

Kembali ke adik saya. Dia berpesan, "Tolong book hotel dolo, ambil arah barat biar mudah liat apartemennya dan pemandangan yang lebih segar".

Hal ini mengingat dia seharusnya pulang ke apartemennya tepat disebelahnya, tetapi karena prokes diwajibkan karantina di hotel yang direkomendasikan, terpaksa memilih hotel yang dekat hunian.

Minggu pagi itu setelah ibadah online GKJ Nehemia, saya menelepon satu pe rsatu hotel di bilangan Jakarta Selatan sesuai publikasi Kompas. Pikir saya lebih afdol saya mendatangi salah satu hotel di jalan Simatupang sesuai pesanan adik.

Sesampainya di hotel tersebut saya menanyakan, "Mba, ada gak untuk karantina tanggal 14? "sudah full booked hingga tanggal 20 Desember kata resepsionis.

Dalam perhitungan saya, jika menghitung mundur hingga tanggal 20 hotel yang direkomendasi full berarti di hotel ini sudah ada yang karantina sejak tanggal 11, sementara saya ke hotel sudah tanggal 12 malam.

Dalam pembicaraan dengan resepsionis itu saya menanyakan terkait paket karantinanya. Sang reseptionis menjawab sebesar Rp. 9.775.000. Dalam pikiran saya, "wow, mahal juga yach".

Jujur pada saat itu terlontar ucapan saya, "Saya rasa gimana yach mba, adik saya seharusnya pulang ke apartemennya di sebelah tetapi aturan pandemi diwajibkan ke hotel. Dia meminta kamar bagian barat biar bisa liat unitnya". Sedih juga yach, dalam hati saya uang segitu sudah bisa beli tiket 4 (empat) orang pp Jakarta-Ambon (hal ini karna saya baru kembali dari Maluku dan ketika berangkat tiket salah satu maskapai tujuan JKT-Ambon (one way) seharga Rp. 1.092.000).

Teringat percakapan telepon saya dengan resepsionis salah satu hotel bintang lima di Jakarta Selatan yang mengatakan bahwa paket karantina dihotelnya bervariasi antara 21-64 juta. Astaga, saya langsung celetuk ke mbanya, "uang segitu banyak, bisa bangun rumah!"

Pulang dari hotel, saya masih melanjutkan hunting satu per satu hotel di wilayah Jakarta, semua jejeran hotel di jalan TB Simatupang Swissbell, Mercure, Aloft lalu sedikit menjauh ke Intercontinel Pondok Indah, Sheraton Gandaria, Ambahara, Sutasoma semuanya full booked.

Yang membuat kaget harga paket karantina tiap hotel sangat bervariasi sesuai kelas hotel berkisar dari Rp 7-64 jutaan. Saking penasaran, saya terus menelpon sekalipun sudah disampaikan untuk mengecek melalui quarantinehotelsjakarta, alih alih membandingkan fasilitas paket dan biaya tiap hotel.

Ternyata paket karantina itu sama untuk semua hotel, yaitu mendapat penjemputan di bandara ke hotel, akomodasi 10 hari-9 malam, makan 3x , PCR 2x, Laundry 5 pcs setiap hari.

Sempat adik saya menyampaikan untuk sekaligus deal dengan hotel agar termasuk pengantaran kembali ke bandara karena selesai karantina dia akan langsung terbang liburan Natal ke "timur"; tetapi ternyata itu di luar paket karantina.

Dengan sedikit kecewa tidak ada satupun hotel yang ditelepon available, saya sampai tertidur di kursi dan terbangun pada pukul 3.30 WIB dan mulai telpon lagi hunting mencari.

Kali ini memasuki hotel wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat seperti yang tertera di daftar. Yang menarik tidak ada hotel di bilangan Jakarta Timur. Saya coba melihat di arah itu siapa tahu bisa lebih dekat tempat adik saya karantina dengan rumah kakak kami yang tinggal di daerah Otista Jakarta Timur. Lagi- lagi nihil.

Setelah pagi ke kantor ditanggal 13 Desember, pencaharian dilanjutkan dan adik saya sudah tiba dari Lima/Peru di Brasil (Sao Paolo). Kembali dia mengalami penundaan keberangkatan harus berganti penerbangan gara-gara surat hasil PCR dalam bahasa Spanyol dan menurut Qatar Airways -- Indonesia hanya menerima hasil PCR dalam bahasa Inggris, Ops!

Tapi saya bersyukur dalam jeda itu saya bisa hunting hotel sambil berkorespondensi dengan dia terhadap kebutuhan data dirinya semisal paspor, kartu vaksin dan lainnya.

Lagi-lagi telpon dilanjutkan ke Hotel Yelo Manggarai, Grand Kemang, Puri Mansion, Sahid Serpong, FM7 Tangerang, Mercure Kota. Di Luwansa Hotel Kuningan juga semua fully booked. Resepsion mengatakan coba hubungi salah satu hotel yang juga satu group dengan hotel mereka. Saya katakan gak ada nama hotel tersebut dari yang direkomendasi. Di ujung telepon sana menjawab, ada update hotel-hotel yang diijinkan menerima karantina lihat di web katanya.

Kembali lagi saya browsing, pagi itu sudah ada nama-nama hotel yang baru masuk dalam web tersebut, namun tidak tertuang dalam publikasi Kompas diatas.

Dari tracking di wilayah Selatan ditemukan Hotel Neo+Kebayoran, langsung booking karena avalaible. Dengan senangnya saya menyampaikan berita gembira bagi adik saya yang sementara menunggu pesawat berikutnya akibat dialihkan gegara hasil PCR berbahasa Spanyol.

Adik saya bukannya gembira malah balik bertanya "internetnya gimana?, saya masih harus kerja selama karantina -- lagi pula saya sudah liat review hotel di webnya". Nada ini memberi isyarat bahwa keputusan bukan lagi soal lokasi, bukan soal bintang tetapi fasilitas yang tersedia agar orang yang harus mendekam di kamar hotel selama 10 hari, bisa tetap beraktivitas semisal adik saya yang selalu mobile office.

Segera saya kembali ke web, seolah tak percaya ada status sebuah hotel di jalan Simatupang tertera limited availibility. Saya langsung kontak dan diminta menghubungi via WA agar dikirimkan form reservasi hotel. 

Kesempatan emas disabet, sambil mengisi form, sesekali ber WA dengan adik saya yang masih dibandara Sao Paolo Brasil. Sesaat petugas hotel WA, "mba waiting list yach!". Sontak saya bereakasi "waduh" terlintas di pikiran saya kok rumit amat ya. Adik saya kan sementara sudah dalam penerbangan kata saya.

Saya tetap melengkapi data-data reservasi dan mengirim via WA, eh ternyata sang resepsion menyampaikan "mba tanggal 20 tidak ada kamar". saya ballik bertanya la inikan 10 hari karantina gimana ko bisa 20 tidak ada kamar? Dijawab lagi "kami usahakan yach".  Ya ampun.

Sambil berdoa, saya memohon Tuhan beri yang terbaik. Saya tahu betapa letih penerbangan panjang yang dilalui adik saya dan jika tiba di Bandara Soetta tidak clear, dia harus menunggu cukup lama untuk proses ini.

Dalam suasana Natal, saya ingat cerita Yusuf dan Maria yang sedang mengandung harus mencari tempat penginapan, alhasil semuanya nihil, dan Maria melahirkan Bayi Jesus di kandang lalu Sang Bayi Jesus diletakkan di palungan.

Terbersit juga dalam pikiran, bahwa bila anda bisa punya uang tetapi kesehatan jauh lebih berharga dari segalanya. Dalam kondisi yang kami berdua hadapi tak semudah yang dipikirkan kebanyakan orang terkait WNI yang masuk Indonesia dari luar negeri selama Covid 19. Sekalipun pulang kenegaranya sendiri, negara hadir dengan aturan karantina 10 hari demi kesehatan Nasional.

Tepat pukul 15.26 WIB saya menerima confirmation letter reservasi dari hotel yang dipilih di jalan Simatupang. Senangnya karena harapan adik saya terpenuhi, sambil mengingatkan pilihan kamar untuk mendapatkan view ke apartemennya. Setelah membaca aturan yang disertakan, sempat "keki" juga.

Ada protokol dilarang menerima tamu, ataupun kiriman barang/makanan dari luar ataupun mengirim keluar, harus memenuhi proses pengecekan medis yang disyaratkan dan paspor di tahan hingga selesai masa karantina, diberi gelang tangan dan kamar tidak dibersihkan selama masa karantina dll.

Akh semoga pandemi ini cepat berakhir , namun menjadi catatan penting dari proses memburu hotel karantina di atas adalah: 1) perlunya sinergi data okupansi hotel sehingga dapat didorong bertambahnya hotel karantina.

2) biaya akomodasi hotel seharusnya tersubsidi oleh negara ketika aturan diberlakukan khususnya bagi WNI yang dari luar negeri.

3) waktu 10 hari karantina perlu di beri penjelasan rujukan ilmiah apalagi untuk mereka yang telah memegang hasil PCR negatif ketika mendarat di Jakarta.

Dan, 4) agar dipublikasi alur penanganan ketika tiba pada kedatangan Bandara Soekarna Hatta Cengkareng Jakarta. Ini saya ungkapkan karena Surat Edarannya beberapa kali di revisi dalam waktu tak berselang lama.

Adapun saya sempat mendapat penjelasan dari resepsion hotel bahwa ketika mendarat, seseorang akan melewati gate PCR, jika sudah memiliki confirmation letter hotel karantina maka akan discan QR Code sebelum test PCR dan QR Code akan dikirimkan hotel melalui email ke adik saya.

Mereka yang telah memiliki QR Code akan dipisahkan dari mereka yang belum memiliki booking karantina hotel. Selesai PCR akan melewati gate imigrasi dan kemudian mengambil bagasi.

Setelah itu tamu akan duduk diruang tunggu sambil menunggu hasil pemeriksaan PCR. Setelah hasil PCR diperoleh dan negatif maka petugas hotel akan dipanggil petugas satgas guna menjemput tamu dan diantar menuju hotel.

Ruang Tunggu Hasil PCR Terminal 3 ( Dok Pribadi)
Ruang Tunggu Hasil PCR Terminal 3 ( Dok Pribadi)

Wah dengan melihat rumit dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan semoga menjadi pertimbangan bagi yang hendak melakukan perjalanan keluar negeri. Bagi adik saya bukanlah sebuah pilihan karena dia melakukan perjalanan antar benua dan melewati 3 negara, dia harus melaluinya demi coming home for Christmas dari tempat kerjanya di benua Amerika sana. Tetap bersyukur dalam segala musim karena Dia Allah Imanuel.

Sambil membaca confirmation letter bahwa diminta last chek in pukul 14.00 WIB, jika tidak maka bookingan akan tercancel secara otomatis. Cepat-cepat saya menghubungi kembali WA hotel dan menyampaikan bahwa adik saya baru mendarat di Cengkareng pukul 14.30 WIB, biar saya DP dulu. Oh ternyata boleh, itu malah lebih baik kata petugas hotel.

Maka dari jumlah yang harus dibayarkan, disamping biaya akomodasi ada nilai PCR 2x masing-masing 275.000, baiklah mba saya DP khan 550.000 yach...

Oh pandemi Covid cepatlah berlalu, karena semuanya menjadi mahal.

Dari sebuah kisah memburu hotel karantina 12-13 - 14 Desember 2021 (LWL)

 

Kisah (Kronologis) Dari Adik Saya

Guna melengkapi kisah ini saya share summary yang di buat adik saya.

Summary Kedatangan Luar Negeri 14 Desember 2021: QR954 DOH-CGK landed Soeta @14:30.

Mulai Antri clearance @15:10. Lewat 2 meja Validasi Document (Meja1: Passport & boarding pass; dapat Resi QR code registrasi kedatangan, Meja 2 KKP check dokumen PCR test negatif & Kartu vaksin).

Lewat Meja 3 (Farmalab) @15:25: Tunjukan QR code reservasi hotel. Ambil PCR sample @15:30.

Lanjut lewati Imigrasi, ambil bagasi @15:40, lewati Bea Cukai serahkan kartu Custom/Bea Cukai yg sudah diisi.

Lapor petugas di daerah pintu keluar untuk nama hotel, bertemu penjemput dari hotel, tunggu di daerah Pintu keluar sekitar 1.5 - 2 jam. Ada Layar untuk perlihatkan hasil tes juga. Petugas hotel mengambil passport dan QR code registrasi kedatangan. Tanda tangan Resi pengambilan passport (logo PHRI perhimpunann Hotel & Restoran Indonesia). Dikasih air dan snack oleh petugas hotel

Petugas hotel kembali dengan hasil PCR "negative". Keluar lewat 2 meja petugas satgas. Meja 1 di Pintu keluar T3 scan QR code registrasi kedatangan. Difoto bersama barang dan petugas hotel oleh Petugas Satgas. Meja 2 di luar di pelataran, scan QR code reservasi hotel.

Tunggu kendaraan hotel, tinggalkan bandara 17:00 WIB, setelah petugas hotel foto plat nomor kendaraan dan sopir.

Kendaraan tiba di lobby, sekuriti hotel sudah melihat plat nomor mobil langsung mengarahkan ke parkiran check in tamu karantina.

Gelang karantina (dokumentasi pribadi)
Gelang karantina (dokumentasi pribadi)
Check in hotel @17:45 WIB lewat pintu samping daerah terpisah diberikan gelang karantina dan tandatangan S&K karantina dan administrasi lainnya. Selanjutnya mendapat penjelasan aturan umum oleh petugas. Kemudian masuk hotel lewat akses Staff hotel ke lantai karantina.

Room Deluxe Karantina (dokumentasi pribadi)
Room Deluxe Karantina (dokumentasi pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun