Mohon tunggu...
Leviana FEfriani
Leviana FEfriani Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Berumur 19 tahun salah satu Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Meningkatnya Ekonomi Politik China bagi ASEAN

7 Mei 2021   16:26 Diperbarui: 7 Mei 2021   16:30 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sudah hampir satu dekade terakhir perekonomian China bangkit dan mulai menguasai pasar dunia, baik di Eropa, Amerika, Asia Timur, hingga kawasan Asia Tenggara. Meningkatnya perekonomian China sangat membawa pengaruh yang berarti bagi beberapa negara, baik itu pengaruh positif maupun negatif. Contohnya perekonomian China membawa dampak negatif bagi negara maju seperti Amerika hingga Jepang, mereka menanggap bahwa sekarang China merupakan rival mereka dalam pasar dunia. 

Berbeda dengan negara di kawasan ASEAN dimana banyak negara yang masih berkembang sehingga China membawa dampak yang positif bagi mereka seperti dalam kasus pandemi Covid-19, banyak negara di kawasan ASEAN yang merasa terbantu oleh China karena memang China memberikan banyak bantuan selama pandemi berlangsung.

Sebuah negara bisa dikatakan mencapai kemakmuran apabila memenuhi syarat yaitu kestabilan ekonomi dan di dukung dengan keadaan politik yang stabil bagi masyarakatnya, dan China sudah memenuhi persyaratan itu. Meningkatnya perekonomian China ini membawa pengaruh poitik yang kuat terutama di kawasan ASEAN sehingga bisa memperluas dan mempererat hubungan diplomatik bagi negara lain terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini membawa pengaruh baik bagi China dalam memainkan peran di bidang kerjasama antar negara agar memudahkan tercapainya kesepakatan. 

Awal mula terealisasinya strategi China dalam perluasan di bidang ekonomi di awali dengan terjadinya kerja sama China dengan World Trade Organization, AMF, serta beberapa organisasi internasional lainnya sehingga menjadikan China sebagai pemegang cadangan mata uang terbesar setelah Amerika Serikat.

Kehadiran China di ASEAN terutama Indonesia makin terlihat dan menonjol dari pada Amerika Serikat dan beberapa negara maju lainnya seperti Jepang, Jerman dan Rusia. Beberapa negara yang sentimen terhadap China terdapat di negara yang warganya memiliki nilai kondisi ekonomi nasional yang buruk sehingga menganggap bahwa kehadiran China membawa dampak yang negatif bagi negara. 

Volume perdagangan China mengalami peningkatan yang tajam jika dibandingkan dengan Amerika Serikat, termasuk investasi yang masuk ke China. China memiliki strategi dagang yang sangat menarik dimana rata-rata perusahaan di China memproduksi barang secara massal dan di jual dengan sangat murah sehingga melakukan penetrasi ke berbagai pasar termasuk pasar Amerika sehingga Amerika mengalami defisit neraca perdagangan.

China sangat pandai dalam melakukan strategi dagang dengan memperluas bidang perekonomiannya melalui jalur perdagangan import mulai dari tembaga, minyak, bij besih yang membuat beberapa negara bergantung kepada China. Karena ini merupakan hal yang buruk dan sangat mempengaruhi perekonomian negara dikarenakan sudah banyak perusahaan-perusahaan China yang masuk ke kawasan ASEAN terutama di Indonesia dan menguasai sebagian perekonomian negara. 

Selain beberapa tahun terakhir utang Indonesia kepada China naik cukup signifikan dan China serta Indonesia menandatangani perjanjian kerja sama guna mempromosikan penggunaan mata uang Yuan dan Rupiah dalam perdagangan dan transaksi investasi antara kedua negara. Kedua hal tersebut menghadirkan resiko yang perlu di antisipasi oleh Indonesia agar tidak mengalami kasus yang sama seperti kasus Sri Lanka dimana harus kehilangan sebagian besar sahamnya di sebuah proyek pelabuhan karena gagal membayar utang kepada China.

Upaya membatasi ketergantungan terhadap China sangatlah penting untuk menjaga posisi Indonesia dalam mengamankan wilayahnya terutama wilaya di sekitar perairan Laut Natuna yang selalu diklaim sebagai milik China. Apalagi di masa kepemimpinan Presiden Jokowi ini, China menjadi salah satu investor terbesar Indonesia bisa dilihat dari gencarnya pendanaan proyek infrastruktur berskala besar yang di adakan oleh Chin di Indonesia sebagai bagian dari program Belt and Initiatives atau BRI. Perlu digaris bawahi bahwa hutang Indonesia kepada China sudah mencapai besaran yang cukup mengkhawatirkan yaitu US$ 17,75 miliar pada 2019 dan meningkat 11% dibandingkan pada tahun 2017 lalu. 

Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan banyaknya proyek yang masuk dan sudah di tandatangani. Hal ini membuat banyak ahli yang khawatir karena meningkatkan resiko Indonesia gagal bayar seperti kasus Sri Lanka yang sudah disebutkan tadi. Pengalaman Sri Lanka ini memunculkan spkeulasi bahwa China sengaja merencanakan diplomasi perangkap utang melalui pembebanan kredit yang berlebihan dengan dugaan berniat untuk mengeksploitasi ekonomi dari negara pengutang tersebut.

Persyaratan pinjaman dari China untuk proyek BRI juga menjadi pertanyaan bagi para ahli ekonomi. Pasalnya, pencairan pinjaman untuk setiap proyek BRI mewajibkan negara mitra untuk membeli 70% bahan baku dari China dan mempekerjakan para pekerja China. Kebijakan yang lebih memihak pada investor China yang tentunya semakin memberatkan pelaku industri lokal. 

Selain itu, perjanjian yang sudah disebutkan mengenai mata uang tadi akan mendatangkan resiko yang cukup besar bagi Indonesia. Kesepakatan tersebut dapat berakibat negatif pada kestabilan ekonomi Indonesia adalah karena China sering mendevaluasi mata uangnya. Dalam beberapa tahun terakhir ini, kebijakan devaluasi dilakukan oleh China guna melindungi perekonomiannya. 

Ketika kebijakan devaluasi ini dilakukan produk China akan menjadi lebih murah dan kompetitif di pasar internasional. Jika Indonesia mulai intensif menggunakan Yuan sebagai konsekuensi atas perjanjian di atas, barang import dari China bisa membanjiri pasar lokal karena harganya yang murah dan ini dapat menghantam pasar domestik. 

Hal ini juga membawa pengaruh terhadap bidang politik, bisa dilihat ketika kasus Laut China Selatan, Indonesia kesusahan memberikan perlawanan yang tegas atas China bahkan diaporkan bahwa kapal-kapal penangkap ikan dari China sering masuk tanpa izin ke wilayan Indonesia di Laut China Selatan. Tetapi, dikarenakan ketergantungan Indonesia terhadap China ini menghalangi pemerintah untuk bertindak tegas karena pemerintah tidak mau kehilangan mitra dagang dan merupakan salah satu sumber investasi terbesar Indonesia.

Leviana Fatikhatuzzahro Efriani
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun