Di tengah keheningan alam Kedang yang mempesona, sebuah isu besar tengah mengguncang masyarakat adat di wilayah ini. Rencana pembukaan tambang emas di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), bukan hanya persoalan ekonomi semata, tetapi juga menjadi ujian besar bagi kelestarian lingkungan, budaya, dan masa depan masyarakat adat Kedang.
Apakah emas, yang berkilauan menggiurkan, pantas diperjuangkan dengan risiko kehancuran? Atau, haruskah kita belajar dari sejarah panjang eksploitasi sumber daya yang sering kali meninggalkan jejak luka bagi masyarakat lokal?
Dua Sisi Mata Uang Tambang Emas
Kedang menyimpan potensi ekonomi yang tak kecil. Dengan cadangan emas yang dikabarkan melimpah, proyek tambang ini dipromosikan sebagai solusi untuk mendongkrak pendapatan daerah. Pemerintah daerah melihat tambang emas sebagai peluang untuk membuka lapangan kerja, meningkatkan infrastruktur, dan mengurangi kemiskinan.
Namun, apakah manfaat tersebut sebanding dengan dampaknya? Sejarah tambang di Indonesia memberikan pelajaran pahit. Deforestasi, pencemaran lingkungan, kehilangan keanekaragaman hayati, hingga konflik sosial adalah bayangan suram yang mengintai. Belum lagi risiko marginalisasi masyarakat adat yang sering kali kehilangan akses terhadap tanah leluhur mereka.
"Kami percaya, jika kekayaan di dalam tanah diambil, bencana akan menimpa kami," demikian kata salah satu tokoh adat Kedang. Kepercayaan ini bukan sekadar mitos, tetapi cerminan kearifan lokal yang mengutamakan keharmonisan dengan alam.
Kekayaan Alam, Kekayaan Adat
Bagi masyarakat Kedang, tanah, gunung, dan sungai bukan sekadar elemen geografis. Mereka adalah warisan leluhur yang harus dijaga dengan hormat. Dalam setiap ritual adat, masyarakat Kedang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Apa yang mereka yakini adalah inti dari prinsip keberlanjutan---sebuah pelajaran berharga yang sering kali diabaikan oleh mereka yang lebih mementingkan keuntungan ekonomi.
Tambang emas, dengan segala kemegahannya, berpotensi menghancurkan harmoni ini. Hilangnya hutan akibat eksploitasi tambang dapat memicu erosi dan tanah longsor. Penggunaan bahan kimia seperti merkuri dan sianida berisiko mencemari sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat. Jika ini terjadi, siapa yang akan bertanggung jawab?
Belajar dari Daerah Lain