Memang Jung Wooyul dalam bukunya ini menyajikan konsep yang segar dan tidak biasa: tindakan sehari-hari kita, mulai dari cara kita memilih tempat duduk, cara makan dan minum sesuatu, hingga kebiasaan kita dalam menggunakan media sosial, ternyata dapat mencerminkan kepribadian kita. Dengan membagi pembahasan buku ini menjadi tiga bagian besar, yaitu Psikologi Benda, Psikologi Gadget, dan Psikologi Hubungan, pembaca dimudahkan dalam mencari hal yang ingin dilihat dan amati.Â
Mengapa hal-hal di atas bisa dijadikan ide penulisan buku ini? Konon, penulis melihat bahwa sebuah kebiasaan kecil sering kali dilakukan secara otomatis tanpa banyak berpikir. Â Menurut penulis, tindakan-tindakan tersebut sebenarnya didorong oleh pikiran bawah sadar dan merefleksikan siapa kita sebenarnya.
Salah satu hal menarik dalam buku ini adalah cara penulis menjelaskan kebiasaan sehari-hari dengan sederhana. Misalnya, tentang penggunaan jam tangan yang dari sisi psikologis melambangkan sebuah belenggu. Orang yang sering memakai jam tangan, biasanya mempunyai tipe tegas, keras kepala, dan cenderung membatasi kebebasan orang lain. Sebaliknya, orang yang tidak memakai jam tangan, cenderung mempunyai tipe tidak suka terikat dan tak mampu mengendalikan diri.
Pendekatan terhadap gadget (di bab dua) membuat buku ini sangat relevan bagi masyarakat modern, terutama di era digital seperti sekarang ini. Jung Wooyul juga membahas bagaimana kebiasaan menggunakan media sosial, seperti seberapa sering kita mengakses media sosial, menunjukkan bagaimana seseorang ingin mengekspresikan diri atau malah cenderung melindungi diri sendiri dengan menghindari pengungkapan diri pada orang lain. Â
Selain isi buku, daya tarik buku ini adalah ilustrasi yang dibuat oleh An Dayeon, seorang ilustrator yang pernah memenangkan penghargaan  dalam sebuah kompetisi yang diadakan oleh Design Race, situs lomba desain yang berkonsep crowdsourcing. Ilustrasi-ilustrsi yang ada tidak hanya terlihat untuk menghiasi halaman, tetapi juga membantu menyampaikan pesan penulis agar lebih kuat.
Gambar-gambar berwarna cerah dan simbolis di buku ini membuat pembaca lebih mudah memahami konsep yang dijelaskan, sekaligus menambah kesan menyenangkan kepada pembaca. Hal ini menjadikan Who Are You? tidak hanya bisa dikatakan sebagai bacaan yang mendidik, tetapi juga berhasil menampilkan visual yang memikat.
Namun, yang menjadi pertanyaan kemudian adalah mengapa tidak ada satu pun ilustrasi di bab tiga yaitu Psikologi Hubungan? Sebuah hal yang membuat pembahasan di bab ini menjadi terkesan "serius", berbeda dari dua bab sebelumnya.
Meskipun buku ini ringan untuk dibaca dan mudah dipahami, tetapi ada beberapa kelemahan buku ini yang patut dicatat. Pertama adalah adanya generalisasi dalam beberapa analisis kepribadian. Kita pasti setuju kalau tidak semua kebiasaan seseorang dapat sepenuhnya menggambarkan karakter mereka.
Kedua, buku ini cenderung dibuat hanya berdasarkan pada observasi dan opini penulis daripada riset ilmiah yang mendalam, sehingga beberapa interpretasi mungkin menjadi tidak akurat. Namun, kelemahan ini tidak mengurangi daya tarik buku ini sebagai bacaan reflektif yang menarik.
Buku ini sendiri mempunyai pesan bahwa penting untuk memahami diri sendiri sebelum mencoba memahami orang lain. Penulis mengajak pembaca untuk lebih sadar terhadap kebiasaan mereka, merenungkan maknanya, dan menggunakannya untuk memperbaiki hubungan sosial serta meningkatkan kualitas hidup. Buku ini juga menekankan bahwa memahami diri sendiri bukanlah tugas yang sulit atau berat, melainkan dapat dilakukan dengan cara sederhana dan menyenangkan.
Akhirnya, secara keseluruhan, Who Are You? adalah buku yang menyenangkan dan menarik untuk dibaca. Dengan konsep yang dihadirkan tergolong baru dan segar, ilustrasi yang menarik, dan gaya penulisan yang ringan membuat buku ini cocok untuk pembaca dari berbagai kalangan.
