Mohon tunggu...
Lestyo Haryanto
Lestyo Haryanto Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pembelajar seumur hidup yang mencoba menulis tentang kehidupan

Seorang karyawan yang suka menulis. Buku solo terakhirnya berjudul Values, dengan membacanya Anda akan mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Apa itu? Yuk miliki dan baca sendiri bukunya....

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Apakah Kita Sudah Merdeka? Yuk, Merefleksi Diri di Hari Kemerdekaan Tahun Ini

17 Agustus 2024   06:08 Diperbarui: 17 Agustus 2024   07:19 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika kita merenungkan pertanyaan "Apakah Kita Sudah Merdeka", sangat mudah untuk melihat apa yang tidak beres di sekitar kita. Banyak orang yang berjuang melawan kemiskinan, tidak meratanya akses pendidikan, ketimpangan sosial, dan ketidakadilan dalam bidanghukum. Hal-hal ini memang penting dan membutuhkan perhatian serius.

Namun, sering kali seperti jari menunjuk di mana ada satu jari yang menunjuk ke luar dan tiga jari menunjuk ke dalam, kita sering melupakan bahwa kemerdekaan bukan hanya bicara tentang pihak eksternal saja. Ada aspek yang lebih personal dan mendalam yang seharusnya kita evaluasi: Apakah kita sudah merdeka dalam hal pengembangan diri kita sendiri? Pertanyaan ini meskipun tampak sederhana, sebenarnya mengandung kunci bagi transformasi diri dan motivasi kita untuk terus maju.

 

Merdeka dari Kemalasan untuk Bekerja Keras

Pertanyaan pertama yang patut kita ajukan kepada diri sendiri adalah: Apakah kita sudah merdeka dari kemalasan untuk bekerja keras sekaligus mencari peluang untuk meningkatkan kompetensi kita?

Di era modern ini, di mana informasi dan kesempatan terbuka lebar, kemalasan sering kali menjadi musuh terbesar yang menghambat kesuksesan kita. Kemalasan untuk berusaha dan belajar menjadi jebakan yang membuat kita merasa nyaman di zona aman.

Ketika kita memilih untuk menunda pekerjaan, tidak mau mengambil inisiatif, atau merasa cukup dengan pencapaian yang ada, sebenarnya kita sedang membatasi potensi diri kita. Kemerdekaan sejati adalah ketika kita mampu melawan godaan untuk bermalas-malasan dan berkomitmen untuk terus berkembang, menggali potensi diri, dan meraih prestasi yang lebih tinggi.

Merdeka dari Sikap Pasrah tanpa Usaha

Pertanyaan selanjutnya yang perlu kita renungkan adalah: Apakah kita sudah merdeka dari sikap pasrah dengan apa yang terjadi tanpa mau mengubahnya menjadi lebih baik? Banyak orang yang salah memahami makna dari kepasrahan, dengan menganggapnya sebagai bentuk penerimaan terhadap takdir.

Padahal, pasrah tanpa usaha adalah bentuk lain dari ketidakberdayaan dan penolakan terhadap tanggung jawab. Sebagai manusia yang dianugerahi akal dan kemampuan, kita memiliki kewajiban untuk berusaha sekuat tenaga dalam mengatasi setiap tantangan yang ada.

Sikap pasrah yang benar adalah sikap yang didasari oleh usaha maksimal dan kemudian menyerahkan hasilnya kepada Tuhan. Kemerdekaan sejati adalah kemampuan untuk menerima kenyataan tanpa kehilangan semangat untuk terus berjuang memperbaiki diri dan keadaan di sekitar kita.

Merdeka dari Sikap Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Pertanyaan berikutnya yang layak kita tanyakan adalah: Apakah kita sudah merdeka dari sikap membandingkan diri dengan orang lain, sampai-sampai kita lupa bersyukur? Di zaman media sosial ini, kita sering kali terjebak dalam siklus perbandingan yang tidak sehat.

Kita melihat pencapaian orang lain---kesuksesan mereka, kehidupan mewah, atau pencapaian karier yang gemilang---dan kemudian merasa bahwa hidup kita kurang berarti. Sikap ini tidak hanya merampas kebahagiaan kita, tetapi juga menjauhkan kita dari rasa syukur atas apa yang telah kita miliki.

Padahal, setiap orang mempunyai perjalanan hidup yang berbeda dengan tantangan dan berkahnya masing-masing. Kemerdekaan sejati adalah ketika kita mampu melihat ke dalam diri sendiri, menghargai setiap pencapaian yang kita raih, dan bersyukur atas segala sesuatu yang kita miliki tanpa merasa iri dengan keberhasilan orang lain.

Merdeka dari Keinginan untuk Berbuat Tidak Baik atau Melanggar Norma

Selanjutnya, pertanyaan lain yang perlu kita ajukan adalah: Apakah kita sudah merdeka dari keinginan-keinginan berbuat tidak baik, tidak bermanfaat, dan melanggar norma yang ada? Di dalam kehidupan sehari-hari, godaan untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebaikan selalu ada. Baik itu godaan untuk mengambil jalan pintas, mengabaikan norma yang ada, atau melakukan tindakan yang merugikan orang lain demi keuntungan pribadi.

Keinginan untuk berbuat tidak baik ini sering kali muncul dalam bentuk-bentuk yang halus dan sulit dideteksi, tetapi dampaknya bisa sangat merusak. Kemerdekaan sejati adalah kemampuan untuk mengenali godaan-godaan ini dan memilih untuk tetap berada di jalur yang benar, meskipun itu berarti harus menempuh jalan yang lebih sulit dan menantang. Dengan demikian, kita tidak hanya meraih kemerdekaan dari godaan, tetapi juga mendapatkan kedamaian batin yang sejati.

Merdeka dari Pikiran Bahwa Hanya Kita yang Benar

Terakhir, kita perlu merenung: Apakah kita sudah merdeka dari pikiran atau pendapat bahwa hanya kita yang paling benar di dunia ini, sampai-sampai kita tidak mau mendengar pendapat orang lain? Sikap merasa paling benar sering kali menjadi sumber konflik, baik dalam hubungan pribadi maupun dalam konteks sosial yang lebih luas.

Ketika kita menutup diri dari pandangan dan pendapat orang lain, kita kehilangan kesempatan untuk belajar, berkembang, dan memperkaya wawasan kita. Sebaliknya, dengan bersikap terbuka terhadap perbedaan pandangan dan siap menerima kritik, kita bisa menjadi individu yang lebih bijaksana dan berpikiran luas.

Kemerdekaan sejati adalah ketika kita mampu membuka diri, mendengarkan, dan menghargai pendapat orang lain, meskipun itu berbeda dari keyakinan kita sendiri. Dengan demikian, kita berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang lebih toleran dan harmonis.

Kesimpulan

Pada akhirnya, kemerdekaan sejati bukan hanya tentang kebebasan dari penjajahan fisik atau penindasan sosial. Ini adalah tentang pembebasan diri dari belenggu mental dan emosional yang sering kali menghambat perkembangan diri kita sebagai individu. Ketika kita mampu merdeka dari sebagian dari apa yang tertulis di atas, kita baru bisa merasakan arti sebenarnya dari kemerdekaan.

Sekali lagi, pertanyaan "Apakah kita sudah merdeka?" seharusnya tidak hanya dijawab dengan melihat kondisi eksternal di sekitar kita, tetapi juga dengan refleksi mendalam terhadap diri kita sendiri. Dengan menjawab pertanyaan ini secara jujur dan melibatkan diri dalam pengembangan pribadi, kita tidak hanya akan meraih kemerdekaan pribadi, tetapi juga menjadi pribadi yang lebih baik yang mampu memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Dengan demikian, kita ikut serta dalam menciptakan masyarakat yang lebih merdeka, adil, dan sejahtera, yang pada akhirnya menjadi cerminan dari kemerdekaan yang sesungguhnya.

Akhirnya, Selamat HUT ke-79 RI di tahun 2024! Marilah bersama kita bangun negeri ini menjadi lebih baik dan maju dari hari ke hari. Jadikan kemerdekaan sebagai inspirasi untuk terus berjuang demi masa depan lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun