Sebaliknya, ketika kita sedih, kita merasa bahwa penderitaan ini tidak akan pernah berakhir. Pola pikir seperti ini sering kali diperkuat oleh pengalaman dan lingkungan sekitar kita yang mungkin tidak memberikan ruang bagi perubahan dan pertumbuhan.
Selain itu, media sosial dan lingkungan sosial kita juga berperan besar dalam memperkuat perasaan ini. Di era digital saat ini, kita sering kali melihat gambaran hidup orang lain yang tampak sempurna di media sosial, membuat kita merasa harus terus berada dalam kondisi bahagia.Â
Di sisi lain, ketika kita melihat orang lain mengeluh atau menderita, kita mungkin merasa bahwa kita tidak sendirian dalam kesedihan kita, yang justru memperpanjang perasaan negatif tersebut.
Kebenaran yang Tak Terelakkan dan Kesadaran akan Ketidakkekalan
Bukan hanya masalah kegembiraan dan kesedihan yang berhubungan dengan nasihat "Semua Pasti Berlalu", tetapi ada hal lain yang bisa berhubungan dengan nasihat ini. Mungkin contoh ini sedikit berat, yaitu tentang kasus kejahatan seperti kasus korupsi di negeri ini.
Banyak pelaku kejahatan yang merasa aman ketika melakukan kesalahan, berpikir bahwa mereka bisa lolos dari konsekuensi perbuatan mereka. Mereka terlalu larut dalam perasaan aman yang semu, lupa bahwa kebenaran akan terungkap dan kesalahan yang mereka lakukan akan terbongkar pada waktunya.
Dengan memahami konsep "Semua Pasti Berlalu" perasaan aman yang semu pun bersifat sementara. Ini mengajarkan kita untuk tidak bersembunyi atau menghindar dari kesalahan yang kita buat, tetapi hendaknya kita cepat menyadari dan bersiap menghadapi segala konsekuensi yang akan terjadi.
Memahami bahwa segala sesuatu bersifat sementara membantu kita menjaga keseimbangan dan ketenangan hati, serta mendorong kita untuk selalu berlaku baik dan siap menghadapi perubahan yang tak terhindarkan dalam kehidupan.
Berani Mengakui Kesalahan dan Bertanggung Jawab
Karena aspek penting dari konsep "Semua Pasti Berlalu" adalah nasihat untuk berhati-hati dalam bertingkah laku, maka ketika kita melakukan kesalahan, jangan sekali-sekali menyembunyikan kesalahan itu. Â Namun, kita harus berani mengakui dan bertanggung jawab. Mengakui kesalahan bukanlah tanda kelemahan, melainkan menunjukkan keberanian dan integritas kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada situasi di mana kita membuat kesalahan. Bisa jadi kesalahan kecil dalam pekerjaan, konflik dengan teman, atau bahkan keputusan besar yang berdampak pada orang lain.