Pagi yang cerah, langkah kaki tergesa-gesa, setengah berlari agar tidak terlambat. Udara yang dingin membuat bangun pagi malas bergerak. Setiap pagi wajib memasak dan mencuci piring. Tape recorder sudah berada di lapangan. Teman-teman sudah berbaris rapi, terlambat sedikit lagi mendapatkan hukuman.Â
Masih beruntung baru mulai jika terlambat dapat hukuman membersihkan WC yang joroknya minta ampun. Saluran air tidak ada, entah kenapa sudah tiga tahun sekolah kami berdiri air pun tidak ada di kamar mandi. Saat itu belum masuk air PAM. Di kampung kami tidak pernah menggali tanah untuk membuat sumur. Makanya menunggu saluran air PAM masuk. Sehingga membuang air kecil dan besar dekat ladang orang. Yah seperti itulah yang terjadi.
Setiap hari Rabu dan Jumat adalah pelajaran matematika. Memasuki SMP pelajaran matematika mulai merosot. Gurunya tidak asyik. Galak dan suka bercerita. Bisa satu jam dia bercerita sehingga membuat aku mengantuk padahal duduk di depan. Setelah satu jam bercerita Pak JB, biasa aturan tidak tertulis demi kesopanan, nama guru tidak boleh disebut. Semua disingkat. JB singkatan dari Josua Butar-Butar. EP singkatan dari Ely Purba, JP singkatan dari Jan Piter Purba dan seterusnya.Â
Guru matematika selalu ditakuti, mereka sering galak dan tegas karena butuh serius menghitung angka-angka.
Jam sudah menunjukkan 07.30. 00 . Pelajaran pertama matematika. Kami menunggu dengan wajah tegang. Tak tuk tak tuk suara sepatu. Guru-guru mulai memasuki kelas, menunggu harap-harap cemas. Akh, Pak JB masuk kelas kami. Setelah selesai menyapa dan berdoa dia mulai bercerita, mengisahkan jalan hidupnya yang pernah menjadi preman di Siantar.
 Sudah mendekati jam ketiga. Baru Pak JB mulai menjelaskan materi. Sehingga kebablasan jam ke-7. Dia menggunakan jam Bahasa Inggris. Yang mengajar Bahasa Inggris Pak JD singkatan Jordan Damanik. Pak JD tak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya diam menunggu pak JB keluar kelas. Tinggal satu jam lagi jam mengajar Pak JD barulah Pak JB keluar ruangan. Itu pun tidak ada basa-basi. Nyolonong saja keluar tanpa merasa bersalah. Maklumlah dia memegang peranan penting di sekolah. Pak JB menjabat sebagai wakil kepala sekolah.Pak JD masuk ke ruangan kami, dengan wajah marah.
"Kalian hanya belajar matematika sepanjang hari? Kita jadi ketinggalan materi. Jam Bapak, tinggal berapa menit lagi." Ujarnya dengan mengerutu seperti itu, biar rasa jengkelnya berkurang.
 Cuma kenapa kami yang jadi sasaran kemarahannya. Kalau berani ngomong langsung dengan  Pak JB, kan kami juga senang. Otak pun tidak panas karena tegang beberapa jam, bayangkan saja yang harusnya tiga jam menjadi 5 jam. Otak kami serasa meleleh karena terlalu panas. Dan itu seringkali terulang. Sehingga pelajaran Bahasa Inggris tertinggal jauh.