Aku apalagi tidak mau peduli juga pada mama. Kakak keduaku turun tangan. Selama ini yang lebih peduli ya kedua kakakku. Mama sudah asing bagiku. Aku tidak punya tujuan hidup. Aku biarkan hidupku terlunta-lunta. Sehingga perbuatan yang aku lakukan ternyata membunuh mama secara pelan-pelan.
 Aku adalah anak kebanggaannya. Laki-laki satu-satunya. Namun tak ada harapan atau cahaya dariku. Hingga aku lulus itupun karena nilai karbitan. Nilai yang dipaksa matang. Aku mengerjakan tugas-tugas yang banyak dari guru-guru karena sering tidak masuk sekolah.
Tiada kebahagian di wajaku meskipun pada akhirnya aku diluluskan oleh pihak sekolah. Malah aku semakin bebas. Tidak terikat oleh aturan yang menyebalkan.
 Aku terus-menerus nongkrong di warung Babe. Dan bahkan merekrut anggota dari sekolah tempat aku dulu. Mereka membayarkan iuran perminggu. Yah lumayanlah untuk menyambung hidupku.
Penyesalan memang datang selalu terlambat. Setelah aku lulus setahun, mama semakin hari kesehatannya menurun. Jantungnya bermasalah.
 Akibat kelakuanku yang tak pernah menyesal dan berubah. Bahkan semakin hari semakin menjadi-jadi. Aku pun jarang pulang ke rumah. Mama sudah . tidak pernah mencariku lagi. Setelah semua terjadi, aku merasa kesepian sekarang. Tanpa mama, dia membawa kekecewaan ke liang kubur. Tiada janji atau permintaan maaf dariku.
Aku menyesal, iya sekarang setelah mama tiada baru aku tahu apa arti menyesal. Kini aku merasa hidup hampa dan sendiri. Berbulan-bulan aku mengurung diri di rumah. Menikmati masa-masa sunyi , mengharapkan kehadiran mama. Meskipun itu hanya bayangan di dalam rumah. Atau mama hadir dalam mimpi. Kakak Evelin masih menyayangiku meskipun berulang-ulang membuat hatinya kecewa. Dia masih memberikan pilihan untuk aku agar bisa merubah nasib. Tidak hanya kakak Evelin, kakak Ivar Jordan pun merangkulku. Termasuk kakak keduaku Loly.
Setelah kegigihan kedua kakakku, aku memutukan kuliah. Melanjutkan keinginan dan impianku. Termasuk keinginan mendiang mama. Aku kuliah di bagian manajemen. Ternyata papa tiriku memiliki perusahaan. Dia sebenarnya baik dan sangat mencintai mama. Dan perusahannya diwariskan kepadaku. Banyak hal yang telah aku lakukan membuat ayah tiriku kecewa.
Namun dia tidak mengingat masa laluku yang sangat menyebalkan. Dukungannya malah membuat aku menjadi pemuda yang tangguh dan penuh  tanggung jawab. Tidak ada lagi Noel yang dulu nakal dan yang tidak bisa ditegur dan diingatkan. Cuma hanya saja perasaan bersalah sering bercokol bila ingat mama.
"Mama, maafkan anakmu, yang tak pernah mengerti."
Erina Purba
Bekasi, 01122022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H