Mohon tunggu...
Lesterina Purba
Lesterina Purba Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hidup hanya sebentar perbanyaklah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu Guru Bertongkat

26 Juli 2022   22:00 Diperbarui: 26 Juli 2022   22:16 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu Guru Bertongkat

Hari sudah sore. Jam terakhir sudah selesai. Kelas XI dan XII pulang paling terakhir. Masih ada rasa bahagia baru bertemu dengan anak-anak. Tidak terasa capek karena ada rasa senang dan gembira. Setelah berapa bulan tidak berinteraksi.

Aku beres-beres, buku paket disusun rapi di atas meja. Jam mengajar sudah selesai sekitar jam 15.55 WIB, anak-anak OSIS masuk ke ruangan. Mereka mau rapat, sebentar lagi bulan Agustus dan mau mengadakan lomba untuk perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka menyapaku. Sebenarnya ada rasa risih berlama-lama di ruangan itu.

 Dan sebelumnya ruangan itu adalah ruangan OSIS. Berhubung aku belum bisa naik ke lantai 3 dan 4, ruangan untuk mengajar disediakan di bawah. Sementara waktu, aku memiliki ruangan khusus. Jadi anak-anak datang ke kelasku untuk belajar.

Setelah aku selesai beres-beres. Kupakailah senjata pamungkas, saat ini kaki masih 4. Masih pemulihan. Dengan kerepotan itu, ternyata menggugah hati seorang anak. Aku sudah mulai mengatur strategi agar bisa berjalan leluasa meskipun menggembol tas.

Sumber gambar: dokpri
Sumber gambar: dokpri


"Bu, bisa kubantu," ujar seorang anak laki-laki menawarkan diri untuk membawa tas dan tempat bekalku.

 Memang sungguh sangat merepotkan tangan dua-duanya pakai tongkat. Sengaja tasnya selempang memudahkan aku menggembolnya. Posisi tas di belakang. Tetapi anak lelaki ini tidak tega.

"Eh iya Nak, kamu Rayan ya," ujarku.
"Bukan Bu, tapi aku memang sekelas dengannya. Aku Aditya Bu, ketua kelas XI MIPA 4 dulu." Aditya mengingatkan aku.

"Oh iya Nak, maaf ibu lupa."

"Iya Bu, tidak apa-apa."

"Aku aja yang bawa tasnya Bu, sampai kemana diantar?"
"Ke lobby aja Nak, di situ ada tempat duduk."

"Aku perhatikan ibu dari tadi, kirain ada teman yang lain menawarkan diri untuk membantu ibu," ujarnya lagi.

"Oh terima kasih ya Nak. Sudah ibu nunggu di sini saja, tidak apa-apa, sudah biasa kok." Ujarku lagi, agar Aditya segera kembali ke ruangan OSIS untuk bergabung lagi bersama teman-temannya.

"Tidak apa-apa Bu, saya tunggu sampai ibu naik mobil dulu," ujarnya lagi.
"Oh ya udah, 3 menit lagi sampai ya," sahutku.

Anak-anak lalu lalang di lapangan sekolah sehingga menghalangi mobil menepi ke lobby. Terpaksa aku berjalan sekitar 3 meter dari lobby.

"Sudah Aditya, ibu saja yang bawa tasnya." Aku merasa tidak enak hati.
"Tidak apa-apa, saya antar sampai ke mobil." Aditya masih menggembol tas aku.

Tidak berapa lama lagi mobil gocar datang. Aditya dengan setia menunggu mobil gocar datang.
 Sampai aku naik mobil, baru dia pergi. Anak yang baik, kelak menjadi anak yang sukses ya Aditya. Tuhan memberkati. Terharu aku atas perilakunya. 

Aditya memang waktu kelas XI, menjabat sebagai ketua kelas dan dia sangat bertanggung jawab. Saat itu dua bulan pembelajaran aku mengajar anak-anak dari rumah atau online melalui google meet, kaki belum bisa menapak. Dan anak-anak berada di sekolah. Sangat tidak nyaman memang.

Aditya menjadi tangan kanan agar menyampaikan pesan kepada teman-teman. Bahkan aku menghukum anak-anak lewat Aditya.
Dengan cara video call, dan anak-anak yang malas mengerjakan tugas maju semua ke depan. Aditya duduk di meja guru sebagai penggantiku. Anak-anak butuh perhatian. Dengan perhatian yang aku berikan akhirnya tugas-tugas yang ada di classroom kelar semua. Dengan bantuan Aditya sebagai ketua kelas membantuku mengingatkan teman-temannya.

***


Memang beberapa anak ada saja yang peduli. Ketika dilihat aku berjalan dengan agak kesusahan.

"Ada yang bisa dibantu Bu?"

Pertanyaan itu sering mampir, mulai Kamis lalu aku mengajar lagi. Senangnya berinteraksi dengan anak-anak. Meskipun berjalan masih pakai tongkat.

 Aku kangen berada dekat mereka. Di dalam kelas, aku tidak bisa duduk diam di kursi.  Sesekali aku berjalan mengitari anak-anak. Sambil memperhatikan tulisan mereka, cara mereka berpakaian apakah sudah rapi. Belajar dengan serius tapi santai. Boleh bercanda tapi tidak boleh kelewatan.

Memang beberapa hari ini, kerapkali muncul rasa minder. Tapi anak-anak tetap hormat dan segan. Bila berpapasan, tak lupa salam. Terkadang aku yang kesusahan. Pegangan tongkat sebelah. Dan mengulurkan tanganku. Kasihan anak-anak bila uluran tangannya tidak aku terima. Sehat dan sukses selalu anak-anak bangsa. Tetaplah berkepribadian yang luhur. Peduli terhadap sesama.

Bekasi, 26072022

Kebajikan Mettasik
Maybank Finance

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun