Mohon tunggu...
Lesterina Purba
Lesterina Purba Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hidup hanya sebentar perbanyaklah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Separuh Jiwa Lenyap

7 Juli 2022   09:35 Diperbarui: 7 Juli 2022   09:38 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sumber gambar
https://pin.it/3crTev0


Separuh Jiwa Lenyap

Dua purnama telah berlalu, yang pasti kebersamaan denganmu belum bisa berlalu. Separuh jiwa serasa lenyap. Sejak engkau aku antar ke peristirahatan terakhir. Tanah merah membeku seperti hatiku saat ini ngilu dan dingin. Air mata menggenang dan perlahan-lahan tumpah mengalir di pipi. Aku mulai menangis tersedu-sedu. Tak kuat rasanya hidup sendiri tanpa kau di sisiku.

Bila aku meminta lebih baik merawat engkau yang sakit dan tetap disampingku. Tetapi ketika rasa sakit itu menghampiri membuat engkau sangat menderita, aku tidak rela. Aku memohon kepada-Nya. Lebih baik aku yang sakit daripada kekasihku tersiksa dengan derita.  Bahkan penyakit itu membawamu pergi. Detik-detik terakhir bersamamu. Setiap hari bibir ini tak henti berucap, berseru kepada-Nya. Memohon memberikan yang terbaik untuk kekasih.

Sudah sekian lama bolak-balik ke rumah sakit. Cuci darah sudah hampir setahun berlalu. Yang selalu membuat aku bisa merasakan nyaman. Senyumanmu yang manis meluluhkan jiwa. Membuat hatiku menghangat.

Sakit itu serasa biasa saja, tak pernah sedikit pun mengeluh. Tetap ceria dan cantik. Berusaha selalu kuat dan tegar. Seperti bunga mawar merah. Selalu merekah bila sedang berbunga. Dan bunga-bunga yang lain bermekaran. Bunga yang setiap hari memancarkan keindahan. Demikian juga engkau merawat mereka penuh hati. Bercengkrama dengan tanaman hias menambah membuat kekasih hati selalu ceria.

Kekasihku wajahmu selalu terukir senyum. Tiada rasa sakit di wajah ayu itu. Selama tiga puluh tahun penyakit itu bersama kekasih. Hingga saat maut itu datang. Kekasihku masih senyum dan tetap melantunkan kidung dari bibir mungilnya. Dan aku menyanggupi permintaannya untuk tetap bernyanyi memuji Dia yang selalu hadir di saat susah dan senang.

Kebersamaan ini berhenti sudah. Napas sang kekasih berhenti. Dia telah tidur selamanya. Bahtera keluarga yang terkadang dihadang badai, topan. Tetap kokoh dan kuat. Sebab kekasihku selalu membuat aku bahagia. Tak pernah mengeluh. Senyum dan bernyanyi memuji Tuhan. Muzijat itu memperpanjang umur sang kekasih.

Separuh jiwa hilang. Raga seperti timpang. Hati kosong tiada lagi senyuman manis kekasihku. Hanya pigura foto tercantik tertempel di dinding. Foto itu menatapku selalu dan menjadi pelipur lara.

Selamat jalan kekasih, damai selalu bersamamu. Kelak aku dan kau berjodoh. Berjumpa lagi di taman firdaus. Hati ini hanya untukmu. Di usia senja, aku bisa kuat tanpamu di sisiku.
Hingga saat ini aku hanya bisa memeluk kenangan.

Erina Purba
Bekasi, 07072022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun