Hari ketiga US, ujian sekolah yang tahun ini sudah bisa diadakan di sekolah. Sebenarnya jika bisa memilih lebih suka ujiannya online. Tanpa pengawasan yang ketat.
Jika ujian tatap muka begini naas bagiku. Aku harus banyak menghapal mata pelajaran yang diujikan. Kisi-kisi soal ujian harus aku bahas sampai tuntas. Selain sampai tuntas aku membuat senjata pamungkas.
Seperti biasa membuat contekan yang tidak mudah ditemukan oleh pengawas. Maklumlah ada satu, dua bahkan hampir semua pengawas matanya seperti burung Elang. Tajam menukik. Sehingga senjata pamungkas tidak bisa dibuka sama sekali. Padahal materi itu sudah tertulis rapi di kertas yang sudah mengecil. Tulisan itu kecil-kecil, tapi dalam situasi darurat bisa terbaca.
Ampuhkan!
Namanya usaha agar nilai bagus. Pantat sudah gelisah, nomor sekian dan sekian masih banyak belum terjawab. Pengawas ujian matanya tajam menukik. Mata itu sepertinya memperhatikan gerakanku yang mencurigakan.
Aku pura-pura membaca soal ujian lagi sambil melirik pengawas. Mataku hampir bentrok dengan matanya.
Uuuh hampir saja aku ketahuan. Untung saja masih zaman pandemi, aku menggunakan masker sebagai senjata pamungkas. Contekan yang berwujud kecil, aku susun rapi sesuai dengan ukuran masker. Tapi sialnya, aku berkeringat, kertas contekan mulai lembab. Dan itu sangat menganggu.
Lebih sialnya lagi pengawas yang satu lagi mulai berjalan bolak-balik mengitari kami yang berjumlah 20 orang. Sebentar-sebentar diperiksa kertas ujian kami, apakah sudah mengisi identitas diri.
Peluh mulai membasahi jidatku, selain ketakutan tertangkap, jantung pun terus berdisko. Takut ketahuan, padahal zaman sebelum pandemi membuat contekan hal yang biasa. Dan aku selalu berhasil membukanya tanpa ketahuan pengawas. Hasilnya nilai-nilai hasil ujian selalu tinggi.
Ternyata aku sudah keasyikan ujian online. Sekarang seperti pemula lagi. Contekan berhasil aku buka dengan keringat dingin di jidat. Sebagian menetes jatuh ke dalam masker. Alhasil bertambah lembab, dan berhasil membuat aku bersin. Contekan bercampur dengan ingus.
Berhubung masker kena ingus bisa menjadi alasan untuk mengganti masker.
"Pak, permisi, saya mau mengganti masker, tadi ketika bersin keluar ingus dan mengakibatkan maskernya basah kena ingus," ujarku tanpa malu-malu. Dan berhasil membuat gaduh sebentar. Teman-teman menertawaiku.
"Ya sudah, silahkan diganti, anak-anak diharapkan kembali tertib!" Pengawas menegur kami yang berhasil membuat suasana gaduh.
Setelah mengambil masker di dalam tas yang terletak di depan dekat dengan meja pengawas. Aku dengan kecepatan kilat kembali menyusun contekan yang tadi sempat kena ingus. Aku baca sekilas tulisan itu dengan kecepatan kilat juga. Sekilas baca langsung ingat, lumayan jadinya bisa jawab dua nomor sekaligus.
Masker aku pakai kembali, contekan yang kena ingus sudah sekalian dibuang dengan maskernya. Aku gelisah lagi, masih ada 3 nomor lagi dicontekan itu. Kembali aku melihat pengawas. Pengawas dua-duanya sedang duduk di depan. Bahkan mereka mulai mengantuk. Suasana yang hening dan agak dingin menambah kantuk. Aku berdoa dalam hati agar mereka tertidur.
Setelah beberapa lama, waktu tinggal 15 menit lagi. Pengawas masih duduk di depan. Dengan percaya diri aku membuka masker dan mengeluarkan contekan. Langsung saja aku letakkan di bawah kertas ujian. Tetapi masih ada satu kertas lagi di dalam masker. Setelah berhasil menuliskan jawabannya.
Aku menatap lagi ke depan. Aihh aku kaget ternyata pengawas sudah ada di sebelah persis di kiri. Ternyata diam-diam dia berjalan dari belakang. Gerak-gerikku terbaca olehnya. Semua contekan ketahuan. Bahkan yang di dalam masker yang aku kenakan.
"Silahkan di antar ke depan!"ujar pengawas.
Dan kertas ujian ditandai dengan kata menyontek.
Yahh tamatlah sudah riwayatku.
"Andrian silahkan keluar ruangan," ujar pengawas itu lagi.
Tetapi masih beruntung, tinggal satu nomor lagi belum terisi. Semoga tidak ujian susulan. Namanya juga usaha. Tak bakalan membuat aku jera. Semangat besok lebih hati-hati lagi. Aku usahakan terhapal semua. Agar tidak usah mencontek lagi.
Bekasi, 23032022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H