sumber gambar
https://images.app.goo.gl/t3VXSSDUqpJ6mkXc9
Siang yang teramat dingin, karena AC di ruangan kami baru dibersihkan. Pintu kelas dibuka, Ibu Enggar guru Bahasa Indonesia masuk. Aku sudah bisa menebak, bila setiap selesai libur. Pasti Bu Enggar meminta kami menulis pengalaman selama libur. Setiap tahun dari mulai kelas X.
Kenapa harus menulis pengalaman liburan ya, ada-ada aja ibu ini , selalu menulis tetang liburan. Kan aku malas, libur hanya di rumah saja. Sebenarnya ibu guru hanya ingin tahu apa saja yang kami lakukan mengisi waktu libur.
Benci,bosan dan jenuh, tiga kata itu menghampiriku. Sehingga tak satu pun kata yang tertulis, dan pelajaran Bahasa Indonesia pun habis. Aku tidak mengumpulkan tugas. Besok saja tunggu ditagih oleh gurunya. Biarlah aku kena marah dan dihukum. Intinya pelajaran ini sangat menyebalkan. Aturannya itu juga lho, harus satu halaman sedangkan satu paragraf saja, aku sudah kusut. Bingung apa yang harus aku tulis. Alhasil aku mengobrol saja dengan teman semeja.  Dan  berhasil mendapat teguran dari Bu Enggar. Banyak yang mengeluh, libur hanya di rumah saja, apa yang mau ditulis. Tetapi Bu Enggar tidak mau tahu. Harus ditulis, entah itu kegiatanmu menonton, atau pun jalan-jalan dan membantu orang tua. Banyak hal yang terjadi selama libur di rumah.
Bercerita lebih asyik daripada menulis kisah itu di buku tugas. Tetapi keberanianku mulai surut, gurunya terlalu idealis. Dari sampul buku sehingga tugas semua dikoreksi dan dinilai. Sempat saja membagi waktu ibu guru yang bernama Marini Enggar. Nama yang cantik dan tegas sesuai dengan orangnya. Sebenarnya Bu Enggar biasa kami panggil adalah guru yang sangat asyik. Bila mengajar wajib diperhatikan. Beliau tahu siapa saja yang tidak memperhatikan. Ekor matanya langsung menangkap basah yang mata mulai mengantuk dan yang sedang bercerita dengan teman sebangkunya.
Malamnya, tidak bisa tidur. Sedangkan besok pelajaran Bu Enggar pada  jam pertama. Dan aku mengingat kata-kata yang selalu terucap dari bibirnya.
"Hati-hati anak-anak, jangan sampai tidak mengerjakan tugas! Bila tidak kamu kerjakan mata saya akan nempel di matamu." Bu Enggar sambil melotot dan berhasil membuat aku ketakutan. Mata itu seram hampir loncat dari rongga matanya.
Mata ini akan terus nempel dan tidak bisa membuatmu tidur." Ujar Bu Enggar lagi. Dan malam ini aku benar-benar merasakannya. Mata Bu Enggar sudah nempel dan mata sulit terpejam. Jam sudah menunjukkan jam setengah dua belas malam. Suara jangkrik terdengar bersahutan.Â
Maklumlah rumahku masih dekat kampung, masih asri banyak sawah dan kebun. Karena tidak bisa tidur akhirnya aku ambil buku tugas Bahasa Indonesia. Ibu Enggar tidak mau sembarangan, buku catatan dan buku tugas harus terpisah. Agar rapi dan mudah. Selain itu wajib disampul. Sampul juga ditentukan, beliau mengajar dua tingkat. Jadi bila ada yang mengumpulkan tugas di meja kantor guru, tidak tertukar atau salah ambil. Kelas X bersampul warna coklat sedangkan kelas XI bersampul warna batik. Cantik memang dan mempermudah aku menemukannya di antara tumpukan buku lainnya.
Akhirnya aku memulai mengerjakan tugas dari Bu Enggar. Ternyata setelah aku mulai malah lancar. Semua kisah semasa liburan bisa aku tulis dengan rapi adan apik. Bahkan melebihi ketentuan dari Bu Enggar. Mencapai tiga halaman.Â
Uhuiii aku selamat dari hukuman Bu Enggar. Hukuman tidak berat sih, hanya di suruh jongkok di depan kelas selama ibu Enggar itu mau dan itu juga tidak terlalu lama. Paling lama sepuluh menit. Setelah selesai mengerjakan tugas Bahasa Indonesia baru deh mataku terpejam dan tenang bahkan mimpi dapat nilai A+ dari Bu Enggar.
Bekasi, 12012022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H