Teringat sebelum pandemi, setiap minggu ke-2, ke-3 ada arisan. Ada juga kebaktian wilayah. Tidak jarang tuan rumah menyediakan makanan.
Membuat kami jadi sering makan makanan empat sehat lima sempurna. Kebaktian wilayah setiap malam Sabtu. Tuan rumah sangat senang dikunjungi akhirnya menjamu makanan. Seringlah kita dapat makanan favorit si pink yang haram bagi agama muslim.
Si pink yang benar-benar enak dan tidak mudah dilupakan. Sayang sekarang masa pandemi tidak bisa lagi kumpul-kumpul arisan seperti dulu. Rindu masa- masa itu.
Si Pink alias babi tinggal cerita. Lebih mahal dari daging sapi. Kantong menjerit. Lidah sudah ingin. Akhirnya diingat-ingat saja rasanya. Daripada sakit hati tidak jadi makan daging beralih ke daging ayam kampung. Lebih murah satu ekor Rp 85.000; berat 1 1/2 kg.
Seperti biasa akhir pekan, bisa memasak makanan yang proses masaknya memakan waktu. Memasak daging di hari biasa tidak sempat maklumlah pagi-pagi sudah repot, dikejar waktu untuk segera bekerja.
Sehingga akhir pekan ini terbersit keinginan untuk makan daging pink. Ternyata hanya khayalan. Daging pink melonjak naik, dua kali lipat. Sangat fantastis, untuk ukuran kantong saya tidak bisa. Keburu menjerit. "Belum sanggup!"
Sore itu ketika senja kemerah-merahan di ufuk Barat. Saya WhatsApp ke Eda yang tinggal di Orchid B.
"Eda, masih ada yang jual daging B2 kah?"
"Masih Eda, tapi harganya mahal dua kali lipat."
"Waooo, berapa jadinya?"
Harga B2 sekarang :
1. Daging Rp 125000;
2. Samcan Rp 135000;
3, Tulang Sop Rp 85000;
4. Kaki Rp 95000;
5. Tulang iga Rp 110000;
"Tidak bisa kurang Eda?"
"Tidak bisa, karena sekarang B2 langka, makanya harganya mahal."
"Eda pesan kaki saja, lumayan banyak kok dagingnya."
"Ya sudah, Eda, saya mau."
Keesokan paginya, saya melihat chat di WhatsApp.
"Eda kakinya habis. Dagingnya mau Rp 120.000; per kg."
"Waoo mahal sekali, Eda. Tidak jadilah ya. Kemahalan.
"Iya Eda, lebih baik beli daging ayam daripada B2. Kami juga sudah jarang makan itu."
"Lebih mahal dari daging sapi. Benar-benar jadi haram gara-gara mahal."
"Iya benar, Eda," sambil Si Eda menulis emogi tertawa.
Pandemi memang mempengaruhi kelangsungan hidup. Pintar-pintar manusia mengantisipasi agar tetap kondusif.
Penghujung Februari
Erina Purba
Bekasi, 28022021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H