Ada kisah masa sekolah dulu, ketika aku SMK. Kisah yang mengharu biru. Tinggal bersama nenek biasa  aku panggil " Tua"( inang namatua ). Kondisi keuangan mulai menipis, tinggal aku yang sekolah.
Sebelumnya bersama teman-teman , sudah mendaftar di SMA negeri. NEM termasuk tinggi, mudah masuk SMA negeri di kampung kami. Berkas sudah masuk, tinggal menunggu masuk sekolah. Seminggu kemudian Bow datang, adik bapak.
"Jangan masuk SMA nanti susah mencari kerja, kan kamu yatim piatu. Siapa nanti yang melanjutkan kuliahmu. Tua sudah renta, tidak sanggup lagi membiayainya."
Akhirnya berkas aku ambil dengan alasan mau pergi jauh ke rantau. Aku mencoba peruntungan mendaftar SMK negeri yang ada di kota Pematang Siantar terletak di jalan Bali. Apa yang terjadi, aku tidak lolos tes. Tesnya ada Bahasa Inggris, bahasa yang saya pelajari di SMP dan SMK. Itupun tidak mahir.
Setelah menerima pengumuman tidak lulus, Tua kebingungan melanjutkan sekolahku. Dia tidak sanggup kalau swasta. Berlinangan air mata, aku membayangkan putus sekolah. Dengan berat hati Tua menyekolahkan aku di SMK swasta tidak terlalu jauh dari rumah. Sekitar 15 menit naik angkot.
Sebelumnya bila sekolah di negeri SPP hanya Rp 3.500,' perbulan. Di swasta tiga kali lipat. Sehingga membuat Tua kadang telat membayar uang sekolah.
Apa yang terjadi bila telat membayar uang sekolah?
Aku selalu dipanggil ke kantor. Setiap mata pelajaran akuntansi selalu ditanyakan uang sekolah kapan bayar. Aku kan jadi malu di hadapan teman-teman dan guru. Akhirnya setiap pelajaran akuntansi aku bolos sekolah.Â
Ada 3 hari berturut-turut. Aku pergi ke ladang, memetik kopi agar bisa membayar uang sekolah. Aku berasalan saja, lagi libur. Akhirnya Tua juga tidak menanyakan lagi.
Begitu masuk, alasanku kepada guru yaitu sakit. Selesai sudah perkara.