Seumpama malam yang datang kesiangan. Akankah kita sejalan. saling erat menggenggam tangan, menguatkan kala badai datang, mengasihi tanpa pinta balasan.
Kawan! Semua terasa benar adanya. Ketika ego saling berbicara retak hati abaikan rasa. Aku masih di sini menunggu sapa hangatmu tertuju. Entah bila waktu memaki adaku karenamu tak kunjung jua menyeru.
Kawan! Aku patah. Memapah sesak dalam nyeri. Berdiam dan bertepi, harap ilusi sesal tak menghardik diri.
Maaf. Hanya itu yang mampu terucap. Saat adamu berlayar di samudera lepas, tanpa dosa kulepaskan tanpa kata pisah. Hanya dedoa malangit pinta, semoga damai hatimu di perasingan diri. Kutunggu sampai bilabila nanti. Meski sekarat menjamah ilusi kukecup bayangmu tanpa tepi. Merinduimu adalah nyeri.
Sahabat!
Bagaikan kawanan burung layang-layang selalu bersama-sama. Beriringan mencari keteduhan dan kehidupan
Kawan!
Kujejaki hari demi hari berharap kelak sang waktu memberi peluang untuk kita bersua . Paraha yang melanda seperti gunung meletus hingga sekarang masih seperti onak duri mengikuti setiap langkah kakiku
Di sepanjang mata memandang panorama indah padang ilalang berulangkali mengelabui sang burung layang-layang. Yang tidak bisa membedakan mana murni atau palsu.
Kawan!
Walaupun perih , pedih , luka tetap saja asa itu kelak mempersatukan cermin yang sudah retak.
Mungkinkah jalinan kasih antara kau dan aku yang dulu hangat akan kembali.
Sahabat!
Mungkin beberapa purnama akan menjawabnya kisah yang dulu terjadi terulang kembali. Meskipun hanya bayangmu kukecup walaupun nyeri
Merinduimu tak pernah menepi
Mungkinkah jalinan kasih itu kembali?
Kolab Sriwijaya dan Erina Purba
Bekasi, 14092020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H