Hingga hari Kamis(16/04/2020) ini, jumlah pasien postif Corona menembus angka diatas 5000 yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Hal ini tentu menimbulkan ke khawatiran di masyarakat sehingga banyak yang meminta identitas pasien Corona agar dipublikasikan, dengan dalih agar masyarakat bisa lebih waspada. Namun hingga saat ini, pemerintah, baik pusat maupun di daerah, terkesan tertutup akan identitas pasien Corona.
Mengapa?
Jawabannya sederhana, hukum melarang data identitas pasien dan penyakitnya di ungkap ke publik. Misalnya Pasal 26 dan Pasal 45 UU ITE yang melarang seseorang sembarangan membeberkan data pribadi ke orang lain tanpa izin. Dapat dipidana hukuman 4 tahun penjara dan denda RP 750 juta. Itu untuk yang tidak ingin datanya disebarluaskan. Hal ini ditakutkan apabila identitasnya disebar, pasien akan mendapat stigma negatif di masyarakat dan walau telah sembuh dijauhi masyarakat.
Mungkin penyakit yang diderita pasien membuatnya malu dan dikucilkan, seperti HIV/AIDS, Lepra, Kolera, Sifilis dan lainnya. Ada juga yang berpengaruh pada keselamatan dari ancaman. Seperti ancaman politik dan bisnis. Sehingga penyakitnya harus disembunyikan dari publik.
Itu untuk penyakit lain. Lantas, bagaimana dengan Covid-19?
Covid-19 adalah wabah. Kategorinya adalah wabah tertinggi di dunia : pandemi.
Siapa saja bisa tertular. Bahkan yang tidak bersalah sekalipun.
Apakah tertular virus Corona adalah aib? sama sekali tidak.
Data pasien corona bisa dibuka, dengan selebar-lebarnya, seperti yang dimaksud dalam UU Keterbukaan Informasi Publik.
Kita perlu mengetahui siapa saja di dekat kita yang tertular, agar lekas dilakukan pencegahan. Penyakit ini tidak hanya membahayakan diri pribadi, namun juga membahayakan orang-orang disekitar.
Ada beberapa pasien yang bahkan sudah mengumumkan dirinya tertular virus Corona, seperti beberapa artis. Ada juga masyarakat, baik yang sudah positif, ODP (orang dalam pemantauan) dan PDP (pasien dalam pengawasan) yang mengumumkan dirinya tertular virus corona dan memberi tahu tempat mana saja yang pernah dikunjunginya. Bukan tanpa maksud, ini dilakukan pasien dengan maksud agar orang yang merasa pernah berinteraksi atau pernah satu tempat dengannya untuk segera memeriksakan diri apakah tertular atau tidak.
Keterlambatan dalam penangan virus corona bisa meruntuhkan negara. Negara kita bukan negara yang kaya tabungan.
Tetapi ini kembali lagi kepada diri sendiri, apakah saat mengetahui data dan identitas pasien corona langsung melakukan pencegahan dan memeriksakan diri atau malah merundung sang pasien. Kita harus saling menguatkan.Â
Jangan tolak pasien yang telah sembuh untuk bergabung lagi ke lingkungan masyarakat, dia juga tidak berharap dan tidak pernah berkeinginan tertular virus corona.
Mari sama-sama kita lawan Corona dengan saling menguatkan dan berbagi kebaikan.
Tetap jaga kesehatan dan tetap dirumah saja. Pakai masker apabila harus keluar rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H