Mohon tunggu...
Dwi Puji Lestari
Dwi Puji Lestari Mohon Tunggu... -

Mahasiswa tingkat akhir di kota hujan yang berasal dari kota kering dan tandus di pesisir selatan jawa.. Trying to share a little experiences to get more experiences.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tokoh Inspiratif 1 - Perantau di Hutan Papua

19 November 2011   17:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:27 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_143411" align="alignleft" width="314" caption="ketua tim survey yang bersiap menuju hutan"][/caption] Hari ini, setelah mengikuti salah satu acara workshop tentang jurnalistik di kampus, saya baru benar-benar sadar bahwa semua orang dapat menjadi inspirasi kita. Setelah bertahun-tahun saya merasa bahwa Bung Hatta, Tan Malaka, atau tokoh-tokoh lainnya adalah sosok-sosok penuh inspiratif, ternyata suatu inspirasi bisa timbul dari orang yang notabene bukan siapa-siapa. Sekitar 6 bulan yang lalu saya berkunjung ke salah satu lokasi terpencil di Papua, lebih tepatnya hutan, dimana akses ke tempat itu harus dilalui dengan jalur udara, darat, laut, dan sungai. Selama 4 bulan saya disana dalam rangka praktek akademis bagi mahasiswa tingkat akhir. Saya dan rekan-rekan setim tinggal di dalam camp salah satu perusahaan logging, atau IUPHHK-HA (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam) dan belajar berbagai kegiatan pengelolaan hutan disana. Di sini saya tidak akan bercerita mengenai masyarakat Papua yang sangat unik, karena walaupun perusahaan tersebut berada di tanah Papua, namun hampir 70% pegawainya berasal dari Jawa. Saat tinggal di sana, sana benar-benar kagum dengan beberapa orang yang sering dipanggil dengan sebutan "ketua tim". Mereka adalah bapak-bapak berkepala 30 an ke atas yang bekerja sebagai ketua tim survey ke hutan. Dalam dunia kehutanan,mereka sering disebut sebagai cruiser karena pekerjaannya yang menginventarisasi volume kayu di hutan sebelum ditebang. Setiap 15-20 hari dalam satu bulan mereka pasti tinggal di hutan, dalam artian benar-benar tidur di hutan, di bawah tenda, minum dan mandi dari air sungai yang sama, dan hidup bertemankan kesunyian hutan. Untuk siapa mereka bekerja? mereka jawab, "ini demi anak-anak saya, supaya mereka tidak perlu kerja di hutan seperti bapaknya". Ya, mereka adalah kepala-kepala keluarga dimana keluarganya mereka tinggalkan di Jawa, dan pulang setahun sekali saat cuti selama 2 mingguan. Mereka menjalani ramadhan,  berlebaran , idul adha dan 17 Agustusan di hutan. Tidak ada tradisi mudik bagi mereka. Kerinduan akan keluarga hanya bisa mereka tahan demi melihat kehidupan yang lebih baik bagi anak-anak mereka. Mungkin kerja mereka sama beratnya dengan buruh bangunan di kota-kota besar, kuli, atau nelayan. Namun yang membuat mereka istimewa adalah kemampuan mereka bertahan dalam sepi, di dalam dunia yang benar-benar jauh dari peradaban selama bertahun-tahun. Mungkin saya sendiri masih betah tinggal disana selama 4 bulan,tapi saya tidak yakin jika lebih dari itu apakah saya mampu bertahan. Tanpa sinyal Hp dan hanya ada Tv sebagai satu-satunya hiburan. Bahkan setiap saya melihat mereka pulang camping dari hutan, saya amati bahwa rambut Bapak-Bapak tersebut semakin memutih. Mereka juga membantu saya dan teman-teman mengambil data penelitian di lapangan, gratis tanpa imbalan apa-apa. Mereka ikhlas membantu kami dengan harapan suatu saat jika anak-anaknya sedang dalam kesulitan, akan ada yg bersedia membantunya seperti apa yang ayah mereka lakukan. Saya sangat terharu, bahkan mereka sama sekali tidak memikirkan diri sendiri, tapi lagi-lagi keluarga mereka. Saya hanya berharap, dimasa senja mereka nanti, bapak-bapak tersebut dapat hidup layak didekat keluarga mereka. Bukan lagi dihutan, jauh dari peradapan dan terisolasi. Entah apa yang bisa saya lakukan untuk membalas budi mereka. Paling tidak, saya jadi lebih menghargai jerih payah orang tua saya, bahwa yang mereka lakukan selama ini hanyalah untuk kebahagiaan anak-anak mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun