Memaafkan bukan berarti melupakan atau membenarkan kesalahan orang lain. Memaafkan bukan berarti melepaskan tanggungjawab orang tersebut atas kesalahannya. Memaafkan bukan berarti kita bersikap pasif dan membiarkan orang lain mengulangi kesalahan yang sama.
Sebaliknya, memaafkan adalah langkah awal supaya pikiran kita jernih, hati kita adem dan bening, untuk menentukan sikap selanjutnya yang tegas namun bisa disampaikan dengan netral atau lembut. Agar kita bisa bersikap bijak dan cerdas, untuk mencegah kesalahan yang sama terulang lagi.
Dan kemampuan bersikap bijak dan cerdas berarti, kualitas diri kita semakin meningkat. Termasuk dalam hal kesehatan fisik dan mental.
Terbebas dari 'mental-block'
Untuk memaafkan, tahap pertama adalah kita bisa menerima dulu rasa tidak nyaman atau emosi negatif yang tengah dialami. Proses mengenali kemudian menerima kondisi ini adalah proses melatih diri dalam menyikapi berbagai situasi kondisi dalam kehidupan.
Dengan memaafkan, kita terlepas dari jebakan emosi negatif yang bisa menjadi mentalblock bagi kita. Kita jadi takut banyak hal tanpa kita sadari, karena takut kejadian tidak enak tersebut terulang lagi. Dengan memaafkan, kita bisa bebas...lepas...seperti lagu Iwa K. Kita bisa move-on. Tidak tertarik-tarik ke belakang lagi dengan emosi negatif.
Melatih empati
Saat ingin memaafkan seseorang, cobalah untuk melihat situasi dari sudut pandang lain. Mungkin ada faktor yang kita tidak tahu.
Hasil penelitian, seringkali orang berbuat negatif/menyakiti orang lain karena ada trauma/endapan emosi negatif yang mungkin dia sendiri tidak tahu. Sehingga menjadikannya lebih sensitif. Guru terapi saya menganalogikan: jika kulit kita terluka dan lukanya masih basah, luka tersebut tersentuh tidak sengaja tentu akan terasa sakit/nyeri/perih sekali. Tapi jika luka tersebut sudah sembuh, ditepuk-tepuk pun tidak akan sakit. Bisa jadi, orang yang menyakiti kita punya luka batin/trauma di masa lalunya. Kebetulan tanpa kita sadari, kita menyengggol luka batin tersebut. Jadilah : lu senggol gue bacok!
Terus... bagaimana caranya kita tahu, bahwa kita benar-benar sudah memaafkan seseorang atau belum? Benar sudah memaafkan dari hati atau hanya di bibir saja?
Kata guru terapi saya, tes nya sederhana. Amati, jika kita mendengar nama orang tersebut disebut, atau bertemu orangnya, apakah kita masih merasa tidak nyaman atau sudah biasa saja?
Hanya kita yang tau pasti jawabannya, semua tergantung kejujuran diri sendiri.