Mohon tunggu...
Lestari Soonard
Lestari Soonard Mohon Tunggu... Administrasi - Terus belajar

Arsitek yang Terapis, Fotografer, menyukai menulis, eksperimen masak, tanaman, anabul, senang belajar hal baru. Buku : The Miracle of Doa, The Wonderful Sedekah

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Festival Kebhinekaan: Merayakan Keragaman Melalui Desain Rumah Ibadah

12 Maret 2023   21:52 Diperbarui: 29 Maret 2023   04:58 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase Sikh Temple, Kelenteng Sintek Bio dan ereja Ayam/Pniel (Dok. Pribadi)

Gerimis kembali menemani perjalanan saya pagi ini untuk mengikuti Festival Kebhinekaan, kali ini ke area Pasar Baru.  Tapi tetap semangat donk...berwisata ke rumah-rumah ibadah. 

Setelah sebelumnya mengunjungi GPIB Immanuel, Katedral dan Masjid Istiqlal, maka hari ini kami akan ke Sikh Temple, Klenteng Sin Tek Bio dan GPIB PNIEL atau lebih dikenal sebagai Gereja Ayam.

Yuk...langsung kita mulai...

Sikh Temple Pasar Baru

Bangunan Sikh Temple Pasar Baru,  mirip dengan bangunan Masjid. Berwarna dominan putih yang melambangkan bersih dan suci. Tiang-tiang berwarna kuning dengan aksen warna biru, mencerminkan spiritualitas, keberanian, kemurnian dan keterbukaan hati.

Untuk menghadap Sang Kuasa, tentu sebaiknya secara fisik disiapkan. Karena itu, disini wajib mencuci tangan dan kaki sebelum masuk ke ruang dalam. Disediakan tempat dan keran untuk itu. Pihak Sikh Temple juga menyediakan tutup kepala bagi pengunjung, karena menutup kepala menjadi satu kewajiban untuk bisa masuk ke dalam.  

Didalam kami disajikan teh susu hangat yang beraroma rempah. Rebusan teh dengan susu yang diberi jintan manis dan cengkeh. Nikmat sekali di pagi dingin bergerimis.

Menurut Pak Ade, rumah ibadah ini terbuka untuk semua agama beribadah dan memanjatkan doa. Selain sebagai tempat beribadah, disini juga menyediakan makanan tiap hari yang diberikan gratis bagi siapapun yang membutuhkan dan datang. Hal ini tentu saja wujud nyata sifat mengasihi, rukun dan toleransi antar umat beragama.

Bapak Ade menceritakan tentang Sikh (Dok. Pribadi)
Bapak Ade menceritakan tentang Sikh (Dok. Pribadi)

Kami dipersilakan masuk ke ruangan makan bersama atau langar, yang merupakan simbol kesederhanaan dan persamaan di antara semua orang, tanpa memandang latar belakang atau status sosial. Kemudian kami diajak berkeliling ke ruang doa dan dapur.  Dapur yan besar dan bersih. Sekali lagi, ini mengaplikasikan ajaran berbaai agama untuk berbuat baik, saling mengasihi dan menjaga kebersihan. Menjaga kebaikan secara fisik maupun psikis.

Kolase Ruang-ruang dalam Sikh Temple (Dok. Pribadi)
Kolase Ruang-ruang dalam Sikh Temple (Dok. Pribadi)

Klenteng Sin Tek Bio

Klenteng Sin Tek Bio (Dok. Pribadi)
Klenteng Sin Tek Bio (Dok. Pribadi)

Klenteng Sin Tek Bio Pasar Baru adalah salah satu klenteng tertua di Jakarta. Untuk sampai ke klenteng ini hanya bisa melalui gang kecil. Saat dibangun pada tahun 1684 oleh para imigran Tionghoa di Jakarta, di sekitar Klenteng masih tanah kosong. Saat ini sudah merupakan pemukiman padat.

Seperti Klenteng lain, Klenteng Sin Tek Bio Pasar Baru didominasi warna merah yang menurut budaya dan kepercayaan masyarakat Tionghoa, arti warna merah melambangkan keberuntungan, kebahagiaan, serta kelimpahan. 

(dok. Pribadi)
(dok. Pribadi)

Memasuki ruang dalam, kita akan disambut lilin-lilin merah berukuran besar. 

Tidak semua Klenteng memiliki patung Budha tertawa, disini salah satunya.

Disini juga ada peraduan bagi Embah Raden Wisnu Kencana, karena beliau dianggap berjasa bagi masyarakat Tionghoa. Mereka sangat menghormati dan tidak pernah melupakan kebaikan dan jasa orang terhadap mereka. Seperti juga halnya kepada Gus Dur. 

GPIB PNIEL/Gereja Ayam (Dok. Pribadi)
GPIB PNIEL/Gereja Ayam (Dok. Pribadi)

GPIB Ayam/PNIEL

Gereja ini termasuk paling tua di Jakarta dan sudah menjadi bangunan Cagar Budaya. Dibangun tahun 1913, selesai 2 tahun kemudian. Gereja ini dibangun sebagai kritik sosial pada pemerintah saat itu. Karena gereja saat itu yaitu GPIB Immanuel hanya untuk para pejabat. Akhirnya banyak orang Arab, Cina dll bergotongroyong membangun Gereja yan bisa menerima semua kalangan.

Interior GPIB PNIEL/Gereja Ayam (Dok. Pribadi)
Interior GPIB PNIEL/Gereja Ayam (Dok. Pribadi)

Seperti halnya bangunan peninggalan jaman Belanda, bangunan inipun mempunyai ciri langit-langit yang tinggi, bukaan yang banyak dan relatif besar. Sehingga sirkulasi udara optimal dan penerangan alami pun maksimal.

Bukaan berupa jendela, merupakan variasi bentuk kotak, lingkaran, melengkung yang berpadu menjadi keindahan tersendiri. Seperti juga halnya Indonesia yang beraneka ragam namun menjadi satu kesatuan yan indah dan unik.

Hal lain yang unik disini adalah semua meja, kursi, dan hampir seluruh lantai masih sesuai aslinya. Sudah berusia lebih dari 109 tahun.

Betapa indahnya cita-cita para pendiri bangsa ini. Terbayang baaimana mereka mengupayakan kemerdekaan hingga pondasi kebangsaan. Termasuk perencanaan disain tata kota, termasuk letak rumah-rumah ibadah, yang semua mengacu pada Pancasila dan menunjukkan kerukunan dan toleransi umat. Yuk...kita lanjutkan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun