Dalam kurun waktu beberapa bulan, hasil penjualan mereka menurun. Mereka sering rugi bahkan pernah ditipu oleh langganan mereka sendiri. Karena sering merugi hingga akhirnya mereka menjual rumah, tanah, dan juga semua harta hingga berada di titik awal saat dulu sebelum memiliki jimat. Harta mereka ludes tak bersisa, tabungan tidak ada, sejengkal tanah pun tak ada bahkan sekarang mereka menyewa rumah.Â
"Bah, nyong nyesel, pambelih ora duwe anak angger uripe aja kaya kie maning," ujar Srinten.Â
"Huss! Aja kaya kue, sing njaluk dibalekna sapa?"
"Abah, Owh, jarene Abah pingin duwe anak maning."
"Kowen be pingin, owh, ya, aja nyalahna enyong."
Terjadilah pertengkaran antara keduanya. Mereka saling menyalahkan, tidak ada yang mau mengalah hingga puncaknya Mang Kartam pergi dari kontrakan dan meninggalkan istrinya. Srinten menangis tersedu-sedu mengutuk nasibnya yang kini menjadi miskin papa.
Sementara itu, Mang Kartam pergi menemui sahabat karibnya yang bernama Amad. Dia menceritakan semua kejadian yang dialami dalam hidupnya. Amad kaget dengan apa yang menimpa Mang Kartam. Dia menyarankan agar Mang Kartam meminta maaf pada istrinya, begitu pula sebaliknya.Â
Amad juga menyarankan agar keduanya bertobat dengan sebenar-benarnya dan tidak akan mengulangi perbuatannya serta segera dirukiah agar pengaruh jin pada saat menggunakan jimat dahulu bisa hilang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H