Mohon tunggu...
Syaf Lessy
Syaf Lessy Mohon Tunggu... -

Ketika lidah kelu tak dapat lagi berkata-kata Ketika bibir kaku tak lagi mau keluarkan suara Hanya disini aku merasa Bisa tuangkannya menjadi kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sedekah Politik (Vote Buying) dan Dominasi Elit dalam Pemilu

20 Januari 2017   05:53 Diperbarui: 20 Januari 2017   07:01 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vote buying || http://kaltara.prokal.co/

Melihat fenomena politik terhadap sirkulasi keberadaan demokrasi di negara indonesia, ketika kita mencoba menarasikan kecenderungan terhadap orientasi perjalanannya, berada pada fase kritis dalam tahapan demokratisasi sebap sekelompok elit birokrat memandang bahwa legitimasi politik melalui pemilu amat di perlukan bagi kelangsungan rezim.

Hal ini kemudian tanpa sadar menjadi perdebatan pada setiap dirkursus mengenai tahapan tahapan demokratisasi yang menyoroti perihal apakah Indonesia berada pada fase transisi, konsolidasi atau pada tahap stabil dengan realitas politik Indonesia yang kian carut marut ini yang di tandai dengan beragam penyimpangan kekuasaan, korupsi kolusi dan nepotisme, serta kekerasan dan dinasti politik masih menggurita.

Tentu ketika kita melihat dalam perspektif keberadaan rezim itu sendiri ada semacam desain dari birokrat pada masa rezim otoritarian dalam mentransformasikan sistim politik yang mengacu kepada dominasi ekonomi dan basis politik terhadap keberadaan akumulasi kapital yang menjadi cikal bakal berkompetisi dalam pemilu yang kita kenal sebagai politik uang.

Meskipun gagasan gagasan dan platform pemilu terus di galakkan perihal langsung umum bebas rahasia (LUBER) serta jujur dan adil (JURDIL) ini hanya menjadi slogan kaku yang terus memediasi paradigma masyarakat dengan berbagai varian lainnya yang sering berdiaspora dalam berbagai aspek sehingga memobilisasi masyarakat dalam mempengaruhi motif motif dan tujuan politik elit elit negara dalam memperoleh pengaruhnya atas dasar sumber sumber kekuasaan yang di inginkan.

Dalam intensitas sumber kekuasaan politik lebih menekankan kepada kekuasaan material dimana konsentrasi kekayaan derajat pengaruhnya sangat besar terhadap demokrasi itu sendiri. Misalnya, perihal mendapatkan rekomendasi partai politik tentu dalam konsentrasi kekuasaan, basis kuasa yang di berikan partai politik kepada seseorang harus melalui tahapan tahapan formal atau atau umumnya di kenal dengan AD/ART partai hanya saja terkadang implementasinya menafsirkan hal yang lain lebih merujuk kepada kapasitas individu yang mempunyai kos politik dalam jumlah yang besar untuk membeli rekomendasi partai politik sehingga sifat kekuasaan politik lebih bersandar pada kaum Oligark.

Ketika kita mengupas lebih jauh persoalan politik uang atau jual beli suara tentu memberikan ruang terhadap keberadaan politikus dan pemilih. Perspektif sebagian besar politisi untuk memobilisasi masyarakat terkadang dalam Realitas masyarakat sering di gaungkan dengan iming iming tertentu misalnya akan membuat mesjid dan gereja, memberikan bantuan kepada masyarakat, menyediakan pendidikan dan kesehatan gratis serta beberapa tawaran tawaran lainnya dan bahkan pada tahapan yang lebih kritis jual beli suara (Vote-buying) yang di anggap oleh para politisi sebagai instrumen yang sangat efektif dalam memenangkan pemilihan umum.

Politik uang (money politic) mengakibatkan lunturnya nilai nilai demokrasi hal ini kemudian mendistorsi proses pemilihan umum, menghadirkan Politikus korup, memberikan ruang terhadap tirani dan dinasti politik kekuasaan, sebap secara prinsipil kita menilai bahwa hubungan relasi antara pemilih/ dan partai politik/kandidat bukan atas dasar pertimbangan rasional akan tetapi lebih mengarah ke transaksi material maupun iming iming politik sektoral hal ini tentunya menunjukan bahwa kalkulasi daya tawar pemilih bisa di penjual belikan sehingga hal tersebut di manfaatkan oleh politisi dalam melanggengkan kekuasaannya.

Dalam beberapa studi kasus di Indonesia ada temuan temuan tertentu yang menggambarkan bahwa praktik jual beli suara makin marak maraknya di Indonesia yang di pengaruhi oleh relasi hubungan ekonomi dan politik, dominasi elit lokal maupun ada beberapa variabel lainnya yang sering di jumpai misalnya asal daerah, letar belakang etnik, dan hubungan kekerabatan, yang umumnya di jumpai di beberapa wilayah daerah di Indonesia misalnya Maluku, Kalimantan Timur, NTT, Sulawesi Selatan dan daerah lainnya di Indonesia.

Dalam konteks politik pada umumnya ada beberapa faktor faktor yang mengkonstruksi formulasi jual beli suara di Indonesia 

Pertama kondisi ekonomi masyarakat

Dalam realisasi kehidupan berbangsa dan bernegara pada hakekatnya memberikan ruang terhadap kesenjangan ekonomi yang begitu mengakar, Kehidupan masyarakat yang begitu kompleks dan beragam dengan kebutuhan yang begitu meningkat memukimkan adanya ketergantungan masyarakat terhadap segalah sesuatu, hal mendasar inilah yang kemudian menjadi fokus bagi politisi terhadap kecenderungan untuk membeli suara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun