Mohon tunggu...
Lesmana Wati
Lesmana Wati Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Nama : Lesmanawati Nim : 20230313011 prodi : EKonomi Syariah Dosen Pengampu : Salmia, M.E

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Judi Online

24 Juni 2024   19:15 Diperbarui: 24 Juni 2024   19:15 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fenomena judi online di tanah air semakin mengkhawatirkan, menurut PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), terdapat sekitar Rp327 triliun perputaran uang judi online di Indonesia. Permasalahan ini sangat mengkhawatirkan karena mayoritas masyarakat yang terjerat judi online tersebut berasal dari kalangan bawah. Selain itu, awal tahun ini dilaporkan sudah ada empat orang yang mengakhiri hidup mereka akibat judi online.

Sistem monitor analisis media sosial, Drone Emprit melaporkan jumlah pengguna judi daring atau judi online di Indonesia mencapai 201.122 orang. Angka itu didapatkan dari hasil survei, belum mewakili jumlah sebenarnya. Senada dengan hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat terdapat 1.904.246 konten terkait judi slot yang ditemukan di berbagai platform digital dan berhasil diturunkan (takedown) sepanjang 17 Juli 2023 hingga 21 Mei 2024.

Dosen Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Airlangga (Unair), Ratna Azis Prasetyo mengatakan faktor-faktor pendorong maraknya judi online di Indonesia di antaranya akibat adanya tekanan kemiskinan, gaya hidup, sosial, dan situasi kultural. Menurut dia, faktor tekanan kemiskinan dan gaya hidup dapat menjadikan seseorang ingin mendapatkan sesuatu secara instan. Salah satu keinginan yang dimaksud adalah memperoleh uang dengan lebih cepat. Selain kemiskinan, kondisi sosial juga menjadi faktor pendukung berkembangnya judi online. "Seseorang yang berada dalam lingkungan atau pergaulan yang dekat dengan kejahatan, berpotensi untuk mengembangkan perilaku kejahatan," kata Ratna, seperti dikutip dari laman resmi Unair pada Selasa, 11 Juni 2024.

Kemudian, faktor kultural yang menganggap judi adalah hal lumrah. Kondisi itu dapat menyebabkan seseorang tertarik untuk mencobanya. Permainan judi online, lanjut dia, bak narkoba. Apabila seseorang sudah ketergantungan, maka tidak bisa berhenti. Hal itu akan membawa kerugian secara ekonomi jika hasil yang diharapkan tidak sesuai dengan ekspektasi.

Judi merupakan salah satu perbuatan yang dilarang dalam Islam. Judi dalam bahasa Arab dikenal dengan al-maysir yang berarti mudah. Dari alasan inilah kemudian jumhur ulama tersebut sepakat apabila judi tergolong permainan haram.

Berikut ini beberapa dalil dalam Al-Qur'an yang melarang permainan judi:

1) QS. Al-Baqarah Ayat 219

"Mereka bertanya kepadamu [Nabi Muhammad] tentang khamar dan judi. Katakanlah, 'Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. [Akan tetapi,] dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.' Mereka [juga] bertanya kepadamu [tentang] apa yang mereka infakkan. Katakanlah, '[Yang diinfakkan adalah] kelebihan [dari apa yang diperlukan].' Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir

2) QS. Al-Maidah Ayat 90-91

"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, [berkurban untuk] berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji [dan] termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah [perbuatan-perbuatan] itu agar kamu beruntung. Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta [bermaksud] menghalangi kamu dari mengingat Allah dan [melaksanakan] salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?,"

Meskipun bukan tugas yang mudah, memberantas judi online bukanlah hal yang mustahil dilakukan. Pangkal dari kecanduan judi, baik online atau konvensional, adalah ketidakmampuan pemain mengontrol dirinya dalam berjudi. Bahaya kecanduan judi paling besar berada di kalangan anak muda yang masih dalam proses pendewasaan dan pematangan pola pikir.

Ironisnya, risiko bahaya judi online ini sangatlah besar karena dapat diakses oleh segala usia dengan sangat mudah. Oleh sebab itu, pemerintah dan masyarakat sebaiknya saling bahu membahu meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan gawai pada anak. Selain itu, edukasi dan sosialisasi mengenai bahaya judi harus digalakkan sejak usia dini. Hal ini tentu saja harus dimulai dari contoh yang dilakukan oleh para orang dewasa terlebih dahulu. Tanpa adanya contoh konkret, pemberian edukasi sebaik apa pun kepada anak hanya ibarat tong kosong tanpa isi.

Upaya tersebut juga harus disertai dengan keseriusan dan ketegasan pemerintah memberantas operator judi online. Bukan mustahil perjuangan panjang bangsa ini memerdekakan diri dari jeratan judi beserta dampak negatifnya dapat segera terwujud nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun