Secara garis besar, CAPM memberikan kerangka untuk menilai risiko dan return investasi berdasarkan tingkat risiko sistematis, atau risiko pasar, melalui hubungan linier antara risiko pasar dan return yang diharapkan. Konsep yang dikembangkan William Sharpe dan John Lintner ini kemudian dihias "sorban", dimodifikasi sedemikian rupa sehingga tampak "shaleh". Islamic Capital Asset Pricing Model (ICAPM) muncul sebagai upaya untuk memberikan alternatif yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan Islam, terutama terkait larangan riba (interest) dan gharar (ketidakpastian). ICAPM bertujuan untuk mengakomodasi kebutuhan investor Muslim dengan menghindari instrumen-instrumen yang tidak syariah-compliant, seperti obligasi berbunga atau saham perusahaan yang bergerak di bidang haram.
ICAPM memasukkan tambahan batasan syariah, yang mengurangi ruang lingkup aset yang dapat diterima dalam portofolio, serta memperhitungkan berbagai risiko yang spesifik pada pasar keuangan syariah. Perbandingan antara CAPM dan ICAPM menunjukkan bahwa meskipun kedua model ini berbagi kerangka teoritis yang sama, ICAPM memiliki kompleksitas tambahan yang berkaitan dengan kepatuhan syariah. Dampaknya terlihat dalam perhitungan beta dan return yang diharapkan, yang di ICAPM harus konsisten dengan prinsip-prinsip keuangan Islam.
Islam -dalam sumber hukum utamanya; Al-Qur'an dan Hadist- memang tidak mengajukan teori ekonomi atau keuangan khusus, melainkan memberikan prinsip-prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam menjalankan kegiatan ekonomi. Prinsip-prinsip ini meliputi keadilan, kesetaraan, dan penghindaran riba (bunga) serta gharar (ketidakpastian). Dari prinsip-prinsip inilah umat Muslim dapat membangun sistem ekonomi yang berkelanjutan dan adil, tanpa harus meniru model ekonomi Barat yang sering kali cacat.
Tantangan terbesar bagi umat Muslim saat ini adalah bagaimana menciptakan sistem ekonomi dan keuangan yang benar-benar sesuai dengan nilai-nilai Islam, bukan sekadar meniru Barat dengan modifikasi. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana membangun kerangka ekonomi Islam yang mampu menjawab masalah kontemporer seperti kemiskinan, ketimpangan, eksploitasi sumber daya alam, dan ketidakstabilan keuangan, tanpa mengorbankan nilai-nilai fundamental yang diajarkan oleh Islam. Sistem ini harus mendorong inklusi keuangan yang lebih luas, menciptakan mekanisme pembiayaan yang adil seperti wakaf, zakat, dan sukuk, serta memperkuat institusi-institusi keuangan syariah yang benar-benar mencerminkan esensi Islam. Hal ini menuntut pendekatan yang integratif dan holistik, yang tidak hanya memikirkan profit semata, tetapi juga kesejahteraan umat dan keberlanjutan lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H