Mohon tunggu...
Syadad Kaisinnabil
Syadad Kaisinnabil Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Islam

Economics and Financial Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Financial

Dilema Kelas Menengah Indonesia: Menikmati atau Bertahan di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

1 Oktober 2024   11:26 Diperbarui: 1 Oktober 2024   11:37 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Di tengah stagnasi pendapatan dan kebutuhan yang terus meningkat, kelas menengah semakin terjepit, yang berdampak pada stabilitas keuangan mereka. Untuk mengatasi situasi ini, pemerintah telah mengeluarkan berbagai stimulus untuk mempertahankan kelas menengah, yang berfungsi sebagai pilar penting bagi pertumbuhan ekonomi. Data LPEM FEB UI menunjukkan bahwa kelas menengah menyumbang 50,7 persen dari total penerimaan pajak, sedangkan calon kelas menengah menyumbang 34,5 persen. Kontribusi ini sangat penting untuk mendanai program pembangunan publik, termasuk investasi infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menegaskan bahwa peranan kelas menengah sangat vital dalam mendorong visi Indonesia Emas 2045. Oleh karena itu, perhatian khusus perlu diberikan untuk memastikan kesejahteraan kelas menengah. Berbagai program yang diluncurkan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup kelas menengah, termasuk program perlindungan sosial, subsidi, insentif perpajakan, bantuan iuran kesehatan, serta Kredit Usaha Rakyat (KUR). Juga, inisiatif seperti Kartu Prakerja diharapkan dapat berfungsi sebagai jaring pengaman bagi mereka yang kehilangan pekerjaan. Melalui berbagai upaya ini, pemerintah berharap dapat mengangkat kesejahteraan kelas menengah dan, pada gilirannya, meningkatkan kontribusi mereka terhadap perekonomian nasional.

Kondisi ini sekilas mencerminkan kegagalan sistemik dalam menciptakan kebijakan ekonomi yang inklusif bagi kelas menengah. Pemerintah, yang seharusnya berperan sebagai penopang di saat-saat kritis, sering kali tidak mampu memberikan solusi yang memadai. Kebijakan seperti subsidi atau bantuan sosial seringkali lebih diarahkan kepada kelompok masyarakat miskin, sementara kelas menengah yang berada di persimpangan antara kemakmuran dan kemiskinan seringkali diabaikan. Akibatnya, kelompok ini terjebak dalam situasi di mana mereka tidak cukup miskin untuk menerima bantuan, namun juga tidak cukup kaya untuk benar-benar bebas dari ancaman kemiskinan. 

Meski pemerintah telah meluncurkan berbagai stimulus dan insentif fiskal untuk mempertahankan kelas menengah, seperti subsidi, program Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan Kartu Prakerja, kebijakan tersebut dinilai belum cukup untuk mengatasi penurunan kelas menengah secara menyeluruh. Tanpa penciptaan lapangan kerja formal yang lebih luas, terutama di sektor industri manufaktur, kelas menengah diprediksi akan terus menyusut, dan memperlebar kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Ini tidak hanya berbahaya bagi stabilitas ekonomi, tetapi juga meningkatkan risiko sosial-politik di masa depan. 

Pemerintah yang baru di bawah Prabowo Subianto menghadapi tantangan besar untuk mencari solusi jangka panjang guna memperbaiki kondisi ini. Dibutuhkan kebijakan yang tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya alam, tetapi juga yang mampu menciptakan lapangan kerja yang lebih merata, sehingga visi Indonesia menjadi negara maju pada 2045 dapat tercapai. Untuk itu, investasi dalam sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, transformasi ekonomi melalui hilirisasi, dan tata kelola pemerintahan yang baik menjadi kunci utama yang harus dipenuhi.

Realitas ini memperlihatkan betapa rentannya posisi kelas menengah di Indonesia. Ketika badai ketidakpastian ekonomi datang, mereka tidak hanya kehilangan stabilitas finansial, tetapi juga mulai kehilangan rasa aman dan kepastian terhadap masa depan. Pertarungan mereka untuk tetap berdiri tegak, untuk anak, keluarga, dan kehormatan, menjadi potret tragis dari sistem ekonomi yang rapuh dan ketidakmampuan pemerintah untuk merespons dengan cepat dan tepat. Ini adalah perjuangan kelas menengah untuk tidak hanya sekedar hidup, tetapi juga menjaga martabat dan nilai-nilai yang mereka junjung tinggi dalam situasi yang serba sulit. Bagi mereka saat ini, menikmati hidup sering kali harus dikesampingkan demi sekedar bertahan hidup. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun