Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Abdul Azis, adalah seorang penikmat seni, dari seni sastra, teater, hingga tarian daerah terkhusus kuda lumping. Berasal dari kota Kediri

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kopi dan Catatan Seorang Buruh

15 September 2020   23:20 Diperbarui: 15 September 2020   23:25 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Docpri: Abdul Azis le putra marsyah

Tak nikmat malam-malam seperti ini
Jika mata masih terbuka dan kopi masih melambai untuk disruput

Maka terciptalah puisi kopi dari seorang buruh ini

Kopi dan Catatan Seorang Buruh

Kopi pahit masih tersuguh di depan mata, belum habis terseduh diantara bulir-bulir keringat, membasahi pakaian kebesaran

Dentuman bel yang nyaring, kembali menyeka telinga, tumpukan-tumpukan pasir; segera harus kuayak, batu-batu kembali harus kunaikkan satu-persatu sebab mobil-mobil
Truk telah berjejer rapi menunggu giliran

Kain-kain harus kembali dijahit secepatnya sebab pemiliknya sudah tak sabar memakainya ke pesta. Selepas itu aku harus kembali pulang.

Sebab sekantong ikan memanggil, berharap segera dipulangkan bertemu dengan aneka bumbu yang tak sabar bercumbu di belanga, lalu menyantapnya dengan seribu senyum di meja makan.

Sampai hari ini cerita dari para raja-raja memudarkan suara-suara sumbang di mimbar-mimbar cinta
Suara sendok dan piring di meja makan memainkan irama kelaparan, tangisan meminta susu pecah di dalam rumah dari balita dalam ayunan ibunya

Ruah gemuruh cinta bersama desahan air mata yang enggan tumpah di kolong meja, memaki jendela raja siang agar segera bertandang

Sepatah kata yang terlunta di balik tirani kepentingan
Sepucuk surat kusodorkan selepas berbincang bersama dewi malam


"Kami buruh, salahkah bila merindu kata sejahtera, Indonesia yang ramah,
Adil dan makmur bagi kehidupan di masa datang"

Sudikah kau baca dengan hati lapang, meminggirkan sekotak upeti, cemburu yang kian ramai agar tiada mata yang terhalang melihat burung-burung bersahutan lebih mesra di halaman rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun