Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Abdul Azis, adalah seorang penikmat seni, dari seni sastra, teater, hingga tarian daerah terkhusus kuda lumping. Berasal dari kota Kediri

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aksara Yatim Piatu

12 September 2020   22:35 Diperbarui: 12 September 2020   22:46 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


1//
Pekan purnama bersinar anarki
Malam ini berbeda cerita
Ketika aku mendengarkan sepasang suara rancau
Yang mengigil dalam kesepian
Tanpa kehadiran cinta orang tua

2//
Dari koridor kerumunan
Mata hati tertuju kepada dua bocah
Yang selalu bertanya

"Adakah kebahagian bagi kita berdua
Sebagai yatim piatu"

Tatkala kita yang masih berumur mungil
Cepat mengenal kerasnya kehidupan
Tanpa ayah dan ibu
Yang berpisah di ketukan palu mahkamah

3//
Gemerlapan bintang berkedip
Labirin malam berpantul suara
Menguatkan dari mulut kakak
Kepada adiknya yang tak jauh
Berusia sama dengannya

"Saudaraku
Inilah skenario kehidupan
Kejam yang harus kita terima
Dengan lapang dada
Perihal kita yang terlahir di bumi
Adalah sepasang manusia
Yang tak direncanakan oleh kedua orang tua kita

Karena jika kita hidup
Atas dasar cinta kasih
Maka tak mungkin kau dan aku
Hari ini memungut lembaran koran
Sebagai alas tidur kita depan tokoh Cina

Saudaraku
Kehidupan kita di emperan
Adalah suatu pilihan berat
Yang mau tidak mau harus diambil

Rumah baru ayah dan ibu
Lebih memilih pasangan baru mereka
Dari pada kita anak-anak mereka
Yang dikatakan sebagai aib memalukan
Karena terlahir dari persetubuhan
Yang terpengaruh alkohol"

4//
Sesak raga malam hari
Membekukan butiran plasma
Yang mengaliri sanubari
Tatkala batin selalu berteriak
Melihat dua pasang bocah mungil
Yang menengadah di lampu merah
Meminta kasihan dari pengemudi mercedes yang berkilau

5//
Tuhan
Apakah dunia yang kau ciptakan
Adalah panggung kesengsaraan
Perihal dari gemerlapan kota
Yang katanya mewah
Tapi masih ada derita
Yang mengundang iba air mata

Kepada dua sosok bocah mungil
Yang sudah dari kecil
Harus kehilangan asupan kasih sayang orang tua
Yang tak mempunyai hati untuk merawat mereka
Dimana dari bahu mereka yang masih terlalu muda
Harus mencari makanan
Dengan mengumpulkan sisa-sisa makanan dari restoran bintang lima

6//
Sepasang bocah mungil kembali melangkah
Dengan kaki yang pecah-pecah
Tanpa kasut pelindung
Di waktu yang semakin larut

Keduanya masih berbicara
Balas-balasan tentang kejadian
Yang berlalu, di mana pagi hari kemarin
Mereka harus berlari sembunyi
Bersama peminta-peminta umur dewasa
Dari kejaran pamong praja yang menertibkan kota

Mungkin
Alasan keduanya ikut berlari
Karena tak mau meninggalkan
Emeperan kumuh yang sudah dianggap
Sebagai rumah sendiri yang beratap langit
Berlantai debu

7//
Dua bocah kecil

Malam ini rasanya sudah cukup
Bagi keduanya mencari nafkah
Bertahan hidup dengan selimut kain kumuh yang terpungut
Dari bak sampah kota
Keduanya merebah sambil berpelukan
Menghangatkan diri
Seraya bertanya

 "Masih adakah kebahagiaan di esok hari bagi kita berdua yang berstatus yatim piatu"

Kediri, 12 09 2020

Buah karya: Le Putra Marsyah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun