Seni Jaranan Wahyu Sadewo Putro
Dari lakon merekah tarian bersejarah
Ia teramat fasih
Katanya meledak seperti kembang api diatas monumen
Berwarna warni seribu macam gerak tersaji
WAHYU (petunjuk dari Tuhan) SADEWO (nama lain dari tokoh pewayangan BOLODEWO/ yang juga menjadi nama salah satu Dusun di Kabupaten Kediri) PUTRO (Anak laki-laki), dengan demikian WAHYU SADEWO PUTRO beratikan putra daerah Bolodewo mempunyai petunjuk dari Tuhan untuk menguri-nguri budaya Indonesia Khususnya Jawa dalam bentuk tarian JARANAN (Kuda Lumping) untuk memperkuat kelestariannya.
Karena banyaknya budaya kita yang diaku-aku oleh Negara lain, maka pemuda Dusun Bolodewo merangkul beberapa warga sekitarnya untuk mendirikan Paguyuban Seni Kreasi Jaranan.Â
JARANAN sendiri beratikan belaJAR seng tenaNAN, maka yang dimaksud adalah harus benar-benar bisa mempelajari pakem dari Seni Tari Jaranan ini. Bukan karena alasan, sudah dijelaskan di awal pargaraf berbentuk puisi diatas.Â
Seni Tari Jaranan ini adalah salah satu peninggalan sejarah dari Kerajaan Kediri. pada zaman Putri raja yang bernama Dyah Ayu Songgolangit yang berparas cantik.Â
Bahkan kecantikan Songgolangit menjadi tersohor di saentero jagad sehingga banyak Raja yang ingin melamarnya termasuk Prabu Kelono Sewandono (Kerajaan Bantar Angin) dan Prabu Singo Barong (Kerajaan Lodoyo). Songgolangit pun memberi sayembara yang berisi
"Dia menginginkan sebuah titian yang tidak berpijak pada tanah ; Barang siapa dapat membuat tontonan yang belum ada di Jagad ini, dan bilamana digelar dapat meramaikan Jagad; serta Pengarak manten menuju ke Kediri harus nglandak sahandape bantala (lewat bawah tanah) dengan diiringi tetabuhan.
Barang siapa yang bisa memenuhi permintaan tersebut maka si pencipta berhak mempersunting Dewi Songgolangit sebagai permaisuri."
Setelah mendengar berita tersebut dari Pujonggo Anom yang menjadi patih, Prabu Sewandono segera bertapa memohon petunjuk dari Sang Dewata Agung karena menurutnya sayembara teraebut sangat berat.Â
Setelah mendapat Wahyu, Prabu Sewandono segera menyiapkan perajurit untuk segera menuju ke Kediri untuk melamar Songgolangit. Mulailah Tari Jaranan digelar yang terdiri dari 4 penari menunggangi kuda sebagai penanda punggawa Prabu Sewandono menuju Kediri untuk melamar. Â
Tarian tersebut diiringi gamelan jawa terdiri dari ketuk, kenong, kemoul, gong, suwukan, kendang, srompret.
Ditengah perjalanan menuju Kediri, rombongan Prabu Sewandono terhadang oleh pasukan Prabu Singo Barong yang juga ingin melamar Songgolangit.Â
Maka terjadilah Peperangan yang disebut Rampokan (dalam adegan seni jaranan), namun Prabu Singo Barong kalah dalan peperangan tersebut akibat terkena Pecut Samandiman yang dimiliki Prabu Sewandono.
Singo Barong pun pasrah dan beraedia menjadi pelengkap pertunjukan bersama patihnya Singo Kumbang (Celeng). Maka genaplah pertunjukan Jaranan ditampilkan dihadapan Songgolangit.
Buceng (ayam panggang jantan dan beberapa jajan pasar, satu buah kelapa dan satu sisir pisang raja),dawet dan rujak.
Kembang Boreh (kembang kanthil dan kembang kenongo)
Ulung-ulung (berupa seekor ayam jantan yang sehat)
Kinangan (berupa satu unit gambir, suruh, tembakau dan kapur yang dilumatkan menjadi satu lalu diadu dengan tembakau)
Kemudian sang Gambuh berdoa agar diberi kelancaran dalam acara tersebut, kalau dulu gambuh komat kamet mendatangkan ruh untuk merasuki salah satu penari jaranan (Stren)
Biasanya Jaranan Wahyu Sadewo Putro khususnya digelar pada acara-acara tertentu, Bulan Suro, hajat, menyambut tamu penting di daerahnya.
Sampai saat ini Wahyu Sadewo Putro masih sering di gelar, karena kekompakan pemuda-pemuda daerah untuk melestarikan budaya.
Sekian
Salam Santun
Bolorejo Wates Kediri, 29 Agustus 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H