Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Abdul Azis, adalah seorang penikmat seni, dari seni sastra, teater, hingga tarian daerah terkhusus kuda lumping. Berasal dari kota Kediri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wahyu Sadewo Putro, Paguyuban Seni Jaranan Budaya Jawa (Nguri-nguri Budoyo Jawi)

29 Agustus 2020   06:14 Diperbarui: 29 Agustus 2020   07:45 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seni Jaranan Wahyu Sadewo Putro

Dari lakon merekah tarian bersejarah
Ia teramat fasih
Katanya meledak seperti kembang api diatas monumen
Berwarna warni seribu macam gerak tersaji

WAHYU (petunjuk dari Tuhan) SADEWO (nama lain dari tokoh pewayangan BOLODEWO/ yang juga menjadi nama salah satu Dusun di Kabupaten Kediri) PUTRO (Anak laki-laki), dengan demikian WAHYU SADEWO PUTRO beratikan putra daerah Bolodewo mempunyai petunjuk dari Tuhan untuk menguri-nguri budaya Indonesia Khususnya Jawa dalam bentuk tarian JARANAN (Kuda Lumping) untuk memperkuat kelestariannya.

Karena banyaknya budaya kita yang diaku-aku oleh Negara lain, maka pemuda Dusun Bolodewo merangkul beberapa warga sekitarnya untuk mendirikan Paguyuban Seni Kreasi Jaranan. 

JARANAN sendiri beratikan belaJAR seng tenaNAN, maka yang dimaksud adalah harus benar-benar bisa mempelajari pakem dari Seni Tari Jaranan ini. Bukan karena alasan, sudah dijelaskan di awal pargaraf berbentuk puisi diatas. 

Seni Tari Jaranan ini adalah salah satu peninggalan sejarah dari Kerajaan Kediri. pada zaman Putri raja yang bernama Dyah Ayu Songgolangit yang berparas cantik. 

Bahkan kecantikan Songgolangit menjadi tersohor di saentero jagad sehingga banyak Raja yang ingin melamarnya termasuk Prabu Kelono Sewandono (Kerajaan Bantar Angin) dan Prabu Singo Barong (Kerajaan Lodoyo). Songgolangit pun memberi sayembara yang berisi

"Dia menginginkan sebuah titian yang tidak berpijak pada tanah ; Barang siapa dapat membuat tontonan yang belum ada di Jagad ini, dan bilamana digelar dapat meramaikan Jagad; serta Pengarak manten menuju ke Kediri harus nglandak sahandape bantala (lewat bawah tanah) dengan diiringi tetabuhan.
Barang siapa yang bisa memenuhi permintaan tersebut maka si pencipta berhak mempersunting Dewi Songgolangit sebagai permaisuri."

Setelah mendengar berita tersebut dari Pujonggo Anom yang menjadi patih, Prabu Sewandono segera bertapa memohon petunjuk dari Sang Dewata Agung karena menurutnya sayembara teraebut sangat berat. 

Setelah mendapat Wahyu, Prabu Sewandono segera menyiapkan perajurit untuk segera menuju ke Kediri untuk melamar Songgolangit. Mulailah Tari Jaranan digelar yang terdiri dari 4 penari menunggangi kuda sebagai penanda punggawa Prabu Sewandono menuju Kediri untuk melamar.  

Tarian tersebut diiringi gamelan jawa terdiri dari ketuk, kenong, kemoul, gong, suwukan, kendang, srompret.

Ditengah perjalanan menuju Kediri, rombongan Prabu Sewandono terhadang oleh pasukan Prabu Singo Barong yang juga ingin melamar Songgolangit. 

Maka terjadilah Peperangan yang disebut Rampokan (dalam adegan seni jaranan), namun Prabu Singo Barong kalah dalan peperangan tersebut akibat terkena Pecut Samandiman yang dimiliki Prabu Sewandono.

Singo Barong pun pasrah dan beraedia menjadi pelengkap pertunjukan bersama patihnya Singo Kumbang (Celeng). Maka genaplah pertunjukan Jaranan ditampilkan dihadapan Songgolangit.

Docpri Wahyu Sadewo Putro
Docpri Wahyu Sadewo Putro
Selain seperangkat gamelan, Jaranan membutuhkan sesaji yang biasanya disiapkan oleh sang dalang atau biasa disebut Gambuh, diantara lain:Dupa (menyan yang dicampur dengan minyak wangi srimpi kemudian dibakar).

Buceng (ayam panggang jantan dan beberapa jajan pasar, satu buah kelapa dan satu sisir pisang raja),dawet dan rujak.

Kembang Boreh (kembang kanthil dan kembang kenongo)

Ulung-ulung (berupa seekor ayam jantan yang sehat)

Kinangan (berupa satu unit gambir, suruh, tembakau dan kapur yang dilumatkan menjadi satu lalu diadu dengan tembakau)

Kemudian sang Gambuh berdoa agar diberi kelancaran dalam acara tersebut, kalau dulu gambuh komat kamet mendatangkan ruh untuk merasuki salah satu penari jaranan (Stren)

Biasanya Jaranan Wahyu Sadewo Putro khususnya digelar pada acara-acara tertentu, Bulan Suro, hajat, menyambut tamu penting di daerahnya.

Sampai saat ini Wahyu Sadewo Putro masih sering di gelar, karena kekompakan pemuda-pemuda daerah untuk melestarikan budaya.

Sekian
Salam Santun


Bolorejo Wates Kediri, 29 Agustus 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun