Mohon tunggu...
Leo Rulino
Leo Rulino Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Personal Blog: www.leorulino.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Acakadut Jabatan Kepala Dinas

29 April 2018   02:39 Diperbarui: 29 April 2018   21:26 3331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: kompas.com / Garry Andrew Lotulung

Kalau ada posisi atau jabatan yang menjadi incaran hampir seluruh ASN di berbagai Daerah, mungkin Kepala Dinas adalah jawabannya. Posisi "tergantung pemimpin" ini adalah posisi bergengsi nan strategis. Tak sembarang orang dapat duduk menjabat.

Sebelumnya ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu, antara lain: kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, persyaratan lain yang dibutuhkan, dan masih banyak tetek bengek lainnya sebagaimana tertuang di UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, serta PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.

"Jauh Panggang Dari Api..."

Kenyataannya adalah banyak Kepala Dinas di Kabupaten/Kota yang dipilih berdasarkan faktor "kedekatan" dengan Bupati atau Wali Kota yang memimpin. Maka tak heran jika euforia kemenangan Pilkada kemudian diwarnai dengan kegiatan "bagi-bagi jabatan" di rezim pemerintahan yang baru.

Dua alasan: pertama, balas budi kepada mereka yang telah membantu selama pilkada berlangsung; kedua, aksi balas dendam kepada orang yang tidak mendukung pencalonannya. "Elu kan kagak dukung gua kemaren, jadi gak ada posisi buat lu..."

Prinsip meritokrasi tidak lagi diindahkan, terkesan asal comot, dan mereka yang dipilih tak punya kemampuan untuk mengelola instansi tersebut. Sebagai contoh, bagaimana bisa seorang guru memimpin Dinas Kesehatan? Dokter memimpin Dinas Perumahan? Atau seorang sarjana teknik memimpin Dinas Pendidikan?

Bukannya bermaksud mengecilkan, tapi "come on man..."

Bagaimana bisa kita menutup mata dan mengucilkan perihal latar pendidikan dan bidang keahlian seseorang. Jika demikian, maka sebaiknya kita juga mengesampingkan adanya pilihan jurusan di perguruan tinggi. Berikan saja para mahasiswa itu materi yang sama, gelar lulusan yang sama. Toh pada akhirnya banyak sarjana yang bekerja tidak sesuai bidangnya.

Memang sih masih belum jelas hubungan antara latar pendidikan seorang pimpinan dengan kemampuannya memimpin instansi yang bukan bidangnya, tapi Darmaningtyas (2008) dalam bukunya yang berjudul "Pendidikan Rusak-Rusakkan" menyebutkan bahwa, "latar belakang pendidikan seseorang atau karir sebelumnya akan turut menentukan arah atau corak kebijakan yang akan diambilnya."

Selain itu, pemilihan asal comot ini juga dapat menimbulkan ketidakadilan bagi ASN lain yang telah meniti karir dan bekerja mati-matian selama puluhan tahun di instansi yang sama.

Bagaimana tidak? Sudah capek-capek kerja, eh begitu tiba masa memimpin, malah diangkat menjadi Kepala Dinas yang tidak ada sangkut pautnya dengan bidang yang dilakoninya selama ini. Parahnya lagi, dalam beberapa kasus malah ada yang diangkat menjadi Camat atau Staf Ahli. "Pusing gak lu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun