Mohon tunggu...
Leo Rulino
Leo Rulino Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Personal Blog: www.leorulino.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mempersiapkan Generasi Indonesia Toleran

27 April 2018   05:27 Diperbarui: 27 April 2018   05:36 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus intoleransi mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir ini. Indonesia sebagai Negara multikultural memiliki masyarakat dari berbagai latar belakang suku, agama, ras, dan adat istiadat. Aspek itulah yang sering ditunggangi para elit politik dalam mencapai tujuannya. 

Korbannya tentu saja masyarakat sendiri. Bahkan terkesan sudah tak sadar lagi, apakah benar memperjuangkan identitas, atau hanya dimanfaatkan oleh segelintir saja.

Intoleransi muncul ketika masyarakat sudah tidak lagi memiliki rasa hormat, menerima dan mengapresiasi keragaman budaya di lingkungannya. Masyarakat dalam konteks ini tidak terbatas pada masyarakat secara umum, tetapi juga pemerintah, aparat keamanan, serta para penguasa.

Intoleransi seolah dipelihara. Begitu nyata sampai-sampai terlihat menjadi budaya. Budaya yang diturunkan tidak hanya oleh tokoh kepada pengikutnya, tetapi juga orang tua kepada anaknya, guru kepada muridnya, dosen kepada mahasiswanya.

Dasarnya sudah budaya. Tak heran rasanya melihat video viral anak umur lima tahun memegang senjata, mengumbar kebencian kepada orang yang berbeda keyakinan dengan keluarganya, atau video ribuan mahasiswa institut pendidikan paling bergengsi di negeri ini, mendeklarasikan bahwa Indonesia hanya milik satu kelompok saja.

Intoleransi bahkan telah menjalar ke sekolah-sekolah dan universitas di Indonesia. Intoleransi tersebut apabila tidak diatasi, akan beresiko memunculkan gerakan-gerakan radikal baru. 

Survey Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukkan bahwa lebih dari setengah siswa dan mahasiswa di Indonesia memiliki pandangan keagamaan yang radikal, dan hampir setengah pula merasa bahwa yang mempengaruhi mereka untuk tidak bergaul dengan pemeluk agama lain adalah justru Pendidikan Agama itu sendiri.

Apa jadinya jika pendidikan yang merupakan sarana pencegah intoleransi paling efektif justru menjadi sumber utama budaya intoleransi?, bukankah budaya semacam itu harusnya dihilangkan sejak di bangku sekolah?

Indonesia darurat toleransi. Promosi budaya toleransi adalah keharusan yang sangat mendesak. 

Sebagai Negara yang memiliki keragaman suku, agama, ras dan adat istiadat, maka pendidikan multikultural tampaknya cocok untuk diterapkan di Indonesia. Pendidikan multikultural dipandang dapat mengembangkan karakter masyarakat Indonesia yang majemuk, menanamkan rasa akrab, empati, hormat, dan menghargai sesama mereka yang berbeda latar belakang sosial budaya.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa sampai saat ini pun pendidikan multikultural masih sebatas wacana. Indonesia belum memiliki rancangan pendidikan multikultural yang terencana dengan baik. Tetapi bukan berarti pendidikan tersebut tidak dapat dilakukan. 

Para guru, dosen, peneliti, serta masyarakat umum, perlu memberikan konsentrasi lebih banyak lagi untuk mewujudkan pendidikan di Indonesia yang berlandaskan multikulturalisme, sehingga dapat tercipta budaya toleransi.

 Mimpi Indonesia menjadi Negara Hebat dapat terwujud apabila masyarakatnya memiliki budaya toleransi. Hari pendidikan nasional yang akan diperingati pada tanggal 2 Mei nanti harus dimanfaatkan sebagai momentum untuk menciptakan generasi baru yang bebas dari intoleransi. 

Generasi yang tidak mudah dihasut oleh isu SARA. Generasi yang tidak mudah dipecah belah oleh politik adu domba. 

Generasi Indonesia Toleran

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun