Sebagai partai pemenang 2014, PDIP seringkali dianggap partai besar. Tetapi di dalam beberapa perhelatan Pilkada pasca 2014, PDIP justru mengalami banyak kekalahan di sejumlah daerah. Itu jelas mengindikasikan keroposnya mesin partai PDIP.
Untung, loyonya mesin PDIP itu diselamatkan oleh tingginya popularitas dan elektabilitas Joko Widodo. Untung juga, Jokowi masih bersedia mengklaim diri sebagai kader partai.
PDIP masih bisa merasa kekuatan politiknya solid karena dukungan terhadap kadernya masih kuat. Padahal, logika itu berpotensi misleading.
Jika melihat trend kekalahan PDIP di sejumlah Pilkada 2017 dan 2018, maka jelas akar politik Banteng kian keropos. Artinya, tingginya dukungan terhadap Jokowi itu sulit dikonversi untuk menjadi dukungan elektoral bagi PDIP.
Sehingga, yang berpotensi terjadi di Pemilu dan PIlpres 2019, ketika Jokowi memenangkan Pilpres, perolehan suara dan kursi PDIP justru akan terjun bebas.
Dalam situasi tersebut, PDIP tidak lagi berhak mengklaim diri sebagai partai penguasa. Karena sejatinya, back up politik untuk Jokowi akan lebih besar ditopang oleh akumulasi dukungan partai-partai pendukung lainnya. Karena itu, jelas, tanpa Jokowi, PDIP adalah partai gurem!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H