Mohon tunggu...
Leoni Marisa Largus
Leoni Marisa Largus Mohon Tunggu... Bankir - Pecinta martabak manis dan menulis

aku adalah gelas kosong yang selalu senang diisi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Salahkah Berpikir Negatif?

3 September 2021   15:37 Diperbarui: 3 September 2021   15:40 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Emosi negatif jika dibiarkan berkembang dan di perbesar bisa membahayakan mental kita dan juga orang lain. Perasaan curiga berlebihan, marah tak terkontrol dan dendam yang tak berujung akan sangat mempengaruhi kita dalam hubungan dengan manusia lain. Masih ingat bagaimana seringnya pikiran negatif kita menguasai dan memberi persepsi tentang sesuatu yang pada akhirnya terlalu berlebihan dan malah merugikan kita. 

Kita mungkin pernah berpikir tentang sesorang yang rasanya membenci kita atau sepertinya berniat jahat terhadap kita. Mungkin sebaiknya kita pikirkan kembali apakah kita yakin seperti itu atau itu hanya drama yang kita rangkai dalam kepala kita. 

Ketika kita percaya bahwa yang kita persepsikan itu nyata kita akan bersikap seperti apa yang kita pikirkan. Hati-hati karena itu sangat berbahaya. Thich Nhat Hanh seorang Biksu sekaligus penulis buku How to See mengatakan, "sumber segala penderitaan kita berasal dari kesalahan kita dalam mempersepsikan segala hal".

Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan ketika Emosi atau persepsi keliru yang berlebihan itu datang?

1. Menerima
Dari buku Love for Imperfect Things karya Haenim Sunim beliau menyarankan untuk menerima setiap perasaan yang datang, alih-alih melawannya kita di ajak untuk berdamai dengannya, memandangnya, mencari tahu penyebabnya, dan membiarkannya pergi selayaknya berdiri di pinggir sungai kita melihat perasaan itu berlalu pergi bersama dengan aliran air sungai.

2. Mengakui perasaan yang muncul
Ketika pikiran mulai menguasai kita dengan drama-drama dan kenangan perih menyakitkan yang muncul di kepala jangan melawannya. Akui pikiran itu dengan menyebut namamu dan katakan  "wah kau mulai lagi!" misalnya, "wah Mawar kau mulai lagi!". Dengan begitu kita tidak melawan pikiran itu tapi kita akui bahwa itu hanyalah sebuah pikiran dari persepsi tidak nyata  yang kita buat.

3. Bersyukur
Memaksa otak kita untuk berhenti berpikir adalah hal yang mustahil. Dari pada berfokus kepada hal yang menimbulkan perasaan tidak nyaman lebih baik kita melatih pikiran kita untuk mengingat hal-hal kecil dan sederhana yang bisa kita syukuri. Bersyukur akan melatih kita untuk menjadi lebih tenang dan tidak menyesali masa lalu atau mencemaskan masa depan tetapi justru menikmati saat ini.

Jadi dari pada kita mengkotak-kotakan emosi positif dan negatif ada baiknya kita menerima Emosi sebagai bagian dari diri kita. Terlalu bahagia membuat kita tidak siap untuk merasakan sedih dan terlalu larut dalam kesedihan membuat kita kehilangan harapan. Padahal tidak dapat dipungkiri sedih dan bahagia adalah satu paket emosi manusia yang tidak dapat di pisahkan. Sedih membuat kita belajar dan bahagia membuat kita bersyukur.

Tantangan yang kita jalani bersama ini memang belum selesai, tapi tetaplah percaya selalu ada pelangi setalah badai dan selalu ada hikmah dalam setiap peristiwa. Semoga kita semua tetap sehat dan kuat ya. :)

Sumber :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun