Sehelai daun kemiri melayang ditiup bayu petang
Hinggap di topi lusuh petani tua
Angin tidak bersalah, angin tidak membenci yang sedang tumbuh
Angin diutus menghidupi nyawa
Menafasi pohon, rumput, dan bunga bersemi di lereng pegunungan tak berbatu
Angin adalah padanan geliat waktu ketika gerbang sejarah dimulai
Angin...
Petani tua  menatap daun jambu hinggap di emperan pondok
Angin mengelus leher berpeluh sekujur
Angin petang menyembuhkan luka gores kenangan
Angin melambai lembut membius hati
Oh angin... Petani tua berkeluh ingat si anak berkembara jauh
Titip pesanku pada dia entah di mana, atau mungkin telah mati
Katakan aku telah dirundung renta di lembah sunyi
Sehelai daun kemiri lagi melayang hinggap di atas topi lusuh
Petani tua menatap angin dengan hati
Hanya pada angin pesan rindu ini tersampaikan
Seperti kemarin dan seperti kemarin dulu
Angin petang mendayu  hati makin sunyi
Cahya mentari telah menyatu berpeluk muram senjakala
Petani tua menyeruput kopi terakhir
Dan sehelai daun kuini terbang tinggi tertiup bayu hilang entah kemana
Petani tua ingin memeluk angin
Petani tua ingin pulang  mengikut angin
Ke sebuah kolam penuh teratai memantik imaji
Ia sudah lelah tertawan sunyi
Angin petang perlahan berlalu, menepi
Berganti angin malam...
Angin dan waktu membuat alam tak pernah tidur
* catatan hati dari keheningan ladang sunyi, 3092022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H