Perempuan itu tidak menggigil. Jeket kumal suami yang membungkus tubuhnya terasa hangat. Si anak sudah nyenyak tidurnya bersandar di perut perahu.
Ini sudah tengah malam. Sepotong bulan clurit hilang timbul di celah awan. Perempuan itu tersentak merasakan mata pancingnya bergerak hebat. Sabarlah jiwaku. Jangan terburu nafsu. Nanti ikannya kabur. Mudah-mudahan bukan hiu. Kuharap Tuhan memberi goropah atau tongkol besar yang banyak.
*
Fajar berkilau dari balik punggung pegunungan. Perempuan itu baru melihat apa yang didapatnya susah payah semalaman. Menghimpun tenaga saat menarik seekor goropah terbesar yang pernah dilihatnya. Tenaganya tak terkuras. Laut tenang diam tak berombak.
-Hey bangunlah 'nak. Lihat apa yang ibu dapatkan. Yang ini,yang itu sebesar kamu.
Si anak mengucak mata yang berat sebelah. Ia bermimpi menunggang kuda sarat muatan.Â
Perahu oleng-oleng sarat ikan. Perempuan itu tersenyum. Bibirnya kelu dikompres embun pagi.
Ia menengadah ke langit berawan samar. Tidak lagi berdoa. Hanya mengucap terima kasih berpuluh kali.Â
-Terima kasihku Tuhan padaMu sedalam laut yang kukembara semalaman. Terima kasih juga, Tuhan antarkan aku dan anakku pulang di terang hari...
Nelayan tua di balik jendela gubuk memandang ke pantai. Semalam ia tak bermimpi apa-apa. Karena ia tak tidur.Â
( Pinggir kota 4 Okt 18 malam)