Seperti katamu tempo hari sahabatku, tiada gerimis sepanjang hari. Tiada khawatir tak berganti. Lahar dingin selalu mungkin ada esok, tapi tak senantiasa.
Pada senja kunjunganku yang ke tujuh gerimis halus masih mengapung,mentari perlahan mengguling di balik Gamalama. Hijau pohonan mengkilap perak membingkai rumah berbaris. Ada elang Maluku berbulu tembaga memutar arah ke Maitara. Mata tak akan melihat hingga titik terakhir.
*
Senja kemarin aku sudah ke Danau Tolire,sahabat. Menangkap kilau hijau air yang diam bergeming. Bebatuan melayang tak terbilang dari tangan orang tak habis pikir. Jutaan batu tertelan di sini mengapung entah ke mana.
Sahabatku, negerimu mengundang rindu seperti juga rindumu ke Andalas. Kita bertukar rindu, berganti kisah.Â
Ceritakan lagi Gamalama dan lereng melingkar yang kita tapaki berdua tanpa lelah. Ceritakan tentang anak gadis abad silam berbanding era terbaru. Semuanya menggeliat disetrum kecamuk angin barat tak tertepis.
*
Ini senja ke berapa, tolong ingatkan jangan terlupa. Tanpa teropong aku tak jemu menatap kapal berbaris merapat pantai. Orang sibuk ada di tiap geladak.Â
Siapa lagi yang suka menatap Gamalama menjulang tenang ditopang pohon dan bebatuan, kecuali aku. Kupotret berulang, dan berulang, biar sebanyak berapa kubawa pulang.
Sahabat, jangan jemu kuucapkan terima kasih. Tujuh senja kita bersama, rasa di hati seribu senja. Muntahan lahar dingin itu tak pernah kulihat seperti kamu kisahkan berulang. Aku tak harapkan itu kawan. Jangan cemas itu pernsh hadir lagi pada semua hati yang ada di pulau impian ini. Biarkan Gamalama nyenyak sepanjang hari sepanjang zaman.
Kubuka halaman kosong diary yang pernah basah diguyur hujan saat kita beriring menapak lereng berbatu cadas. Lihat apa yang kutulis berlanjut,sahabatku setia: gerombolan walet menukik mencium air laut, kapal hilir mudik seperti terbaca pada sejarah orang Porto dan Sipanyola dulu berlomba terbius pala Ternate, atau harus lagi kutuliskan kemilau pucuk Gamalama terpantul mentari sore yang hangat. Semuanya menggairahkan, mengundang aku berayun dalam mimpi panjang  tak berujung.
*
Senja ini yang ke tujuh kita bersama lagi. Mengitari lereng melingkar tak terlampau lelah. Dan aku merasa ingin lagi senja-senja esok kita selalu ingin bertukar cerita. Pada lain hari di musim yang beda, kukisahkan lagi tentang Danau Toba dan ikan emas purba yang membuatmu ingin tahu, atau tentang tragedi kapal tenggelam. Dulu, dan baru-baru ini.
Ini senja yang ke tujuh kita duduk di pondok depan rumahmu. Menatap Gamalama lagi. Dan lagi,seperti kemarin sore, seraya menyeruput kopi tak bergula dan melahap ubi rebus yang nikmat hingga ke ujung kaki.
Kuingin seribu senja lagi kita selalu bersama. Dengan cinta, tanpa rasa ingin memiliki.
(Ternate, suatu senja di Hotel Archie, Maret 2018)
* Gamalama, gunung di tengah kota Ternate Maluku Utara yang kerap memuntahkan lahar dingin.
** Maitara salah satu pulau legendaris dekat pulau Ternate,pernah diabadikan jadi gambar hias uang rupiah
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H