Mohon tunggu...
Leonardo Tolstoy Simanjuntak
Leonardo Tolstoy Simanjuntak Mohon Tunggu... Wiraswasta - freelancer

Membaca,menyimak,menulis: pewarna hidup.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tak Kubiarkan Cintaku Berakhir di Tuktuk (108)

20 November 2015   19:55 Diperbarui: 20 November 2015   19:58 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

CATATAN: Memasuki episode akhir dari kisah cinta ini, penulis mengubah judul tampilan menjadi "Tak Kubiarkan Cintaku Berakhir di Tuktuk" terhitung tayangan nomor 108. Perubahan judul ini hanya sebagai penguatan karakter tokoh secara emosional, tanpa mengubah subtansi. Salam, penulis.

* * * * *

PERJALANAN itu cukup melelahkan. Cukup jauh kaki itu membawa keduanya menyusuri pantai yang terkadang tanahnya lembek sehingga Riko dan gadis itu harus membuka sepatu.

"Akhirnya aku letih, Riko," kata Nika mendesah,lalu duduk di atas sebuah batu besar. Nafasnya terengah, dan menengadah melakukan pengaturan nafas.

"Aku juga letih, kita memang sudah cukup jauh berjalan," kata Riko seraya duduk di sisi Nikana. Diusapnya keringat di kening gdis itu dengan ujung jarinya, diusapnya hidung yang juga mengkilat oleh keringat.

Nika menengadah menatap Riko. Ada sinar aneh mewarnai bola mata itu. 

"Kenapa Nik, kamu baik-baik saja kan," kata Riko sambil memegang bahu Nika.

NIKA menggeleng." Aku baik-baik saja kok, cuma...kenapa ya...rasanya..."

"Rasanya apa Nika."

"Entah ya Rik, perasaanku seperti kurang enak." Nika meremasi jemari Riko. Ia menangkap ada sinyal kecemasan tergurat pada bola matanya.

"Itu perasaanmu karena capek aja sayang," kata Riko lembut seraya membelai rambut Nika.

"Entahlah ya Rik..."

"Sebaiknya kita pulang Nik, istirahat dulu." kata Riko mengajak Nika kembali ke mobil. Tapi ia sadar lokasi mobil diparkir sudah cukup jauh. Mungkin lebih satu kilometer.

"Kamu masih kuat jalan kan sayang," Riko menarik Nika berdiri.

"Ya Rik, hanya kecapekan kali."

"Ayo kubantu jalan." Riko memegang pergelangan tangan Nika.

Nika melangkah gontai dipapah Riko menyusuri tanah yang lembab,bahkan kadang becek.

"Aku gendong aa y," kata Riko merasa ksihan melihat Nika tertatih-tatih.

Nika mencibirkan bibir kemanja-manjaan. " Ah malu diliatin orang banyak tuh."

Riko tersenyum.

"Kamu bisa jatuh nanti aku tak mau Nika kenapa-kenapa."

" Tak usah Riko, nanti kamu capek lagi."

Riko berkeras. "Ayolah Nika syang, aku tak aa-apa biar seribu kilometer aku sanggup menggendongmu"

"Tapi..." Nika memandang Rik ragu.

"Ayoo tak ada tapi, jangan sampai hujan," Riko membungkukkan dirinya. Menyuruh gadis itu naik ke punggungnya.

Langit tampak agak mendung seperti mengisyaratkan hujan bakal turun. Nika menengadah ke langit. Nuansa biru tadi perlahan ditutupi awan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun