Teater tradisional miss tjitjih biasana lebih kepada improvisasi. Beda dengan teater modern yang plot-plot nya sudah pasti.
Mang esek belum berhasil membawa Miss Tjitjih kembali tenar seperti tahun 1960an di hadapan masyarakat Jakarta. Sampai-sampai pernah mencari dukungan sponsor di Hotel Grand Cempaka tidak jauh dari gedung kesenian Miss Tjitjih.
Tamu hotel Grand Cempaka menonton Miss Tjitjih, agaknya penonton kecewa karena antara pengeluaran yang dikeluarkan tidak sebanding dengan apa yang diingini. Muka yang muram dan berkaca-kaca sambil bercerita kepada saya.
Anehnya saat pemda jabar mengundang teater sunda Miss Tjitjih untuk keliling dikota-kota jawa barat dan mendapat tanggapan meriah dari warga seluruh provinsi jabar. Wartawan-wartawan memberi selamat kepada mang esek karena miss tjitjih tampil begitu mempesona.
Keprihatinan Teater Miss Tjitjih
Saya memberikan pernyataan " sebenernya Miss Tjitjih sudah cukup bagus mang",
eh malah mang esek membalikkan pujian saya "bagus yang gimana", "bagus sudah bisa membawa keberadaan ditengah masyarakat yang ditengah modern".
Jawab mang esek bisa ya bisa tidak, saya mah malu sebenernya mau ditonton seperti mas yang sepertinya paham bener berteater",
walaupun seninya baru dikit", kemudian saya tertawa lebar "hahaha", "saya cerita tidak ditutupi, saya hanya berhasil membawa teater sunda Miss Tjitjih mempertahankan nilai tradisionanya kata mang esek.
Miss Tjitjih akan pentas bila dananya dikeluarkan pemda itu juga yang datang biasanya 20 orang. Dengan ticket masuk sepuluh ribu rupiah.
Sejenak berpikir