Mohon tunggu...
Tyan Nusa
Tyan Nusa Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa

Sedang Menempuh Studi Teologi di Fakultas Teologi Wedabhakti Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aligori "Kertas Terbakar" Claret di Hadapan Sentimen Rasial Kala Pandemi

10 Desember 2020   13:16 Diperbarui: 10 Desember 2020   13:18 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kulturehub.com

Pandemi Sebagai Pemantik

Kelompok-kelompok HAM Asia dan San Francisco State University bekerja sama untuk memulai database bernama STOP AAPI HATE, berisi laporan diskriminasi rasial terhadap orang Asia di Amerika selama pandemi. Berdasarkan laporan dari 45 negara bagian, (mayoritas terjadi di California dan New York) yang paling umum terjadi adalah pelecehan secara verbal. Namun penyerangan fisik, diskriminasi di tempat kerja, dan vandalisme muncul juga dalam database - kaum perempuan lebih banyak menjadi sasaran ketimbang laki-laki.

Kimberly Ha misalnya, perempuan berusia 38 tahun, mengatakan dia merasakan perbedaan perlakuan rasial mulai Februari lalu. Saat itu ada orang asing yang mulai meneriakinya saat dia berjalan dengan anjingnya di New York. Orang itu berkata "Saya tidak takut pada orang-orang China yang radioaktif' kalian tidak boleh berada di sini, Keluar dari negara ini. Saya tidak takut dengan virus ini yang kalian bawa," Demikian yang cerita perempuan keturunan China Kanada yang sudah tinggal di New York selama lebih dari 15 tahun itu. Pada minggu-minggu berikutnya, dia juga memperhatikan ada "satu dari 10" orang yang dia temui di tempat umum tampak marah saat menatapnya. "Saya belum pernah merasakan tingkat permusuhan seperti itu sebelumnya," katanya.

Sementara Madison Pfrimmer, 23 tahun, yang tinggal di California, sudah mendengar tentang berbagai serangan anti-Asia. Bulan April lalu, dia membantu pasangan lansia China di sebuah supermarket di Los Angeles. Madison menerjemahkan ketika mereka berhadapan dengan seorang perempuan yang marah-marah sembari melontarkan sumpah serapah dan melemparkan botol air mineral ke mereka dan menyemprotkan disinfektan.

"Dia berteriak, 'beraninya kalian datang ke toko tempat keluarga saya berbelanja, beraninya kalian datang dan merusak negara saya. Kalian adalah alasan mengapa keluarga saya tidak dapat menghasilkan uang,'" kenang Madison yang memiliki keturunan China.

Madison mengatakan dia mencoba berdamai dengan perempuan yang memarahinya karena membantu menerjemahkan untuk pasangan lansia itu dan melemparkan botol minuman ke arahnya, hingga membasahi kakinya. Perempuan itu lalu melintas lagi ketika mereka tengah antre di kasir, sambil menyemprotkan sesuatu yang tampak seperti pengharum ruangan atau disinfektan ke arah tubuh mereka, tak cukup sampai di situ dia juga mengejar pasangan lansia itu sampai naik ke mobilnya. Di sana dia mengambil foto mereka sambil berteriak "itu salahmu", dan melontarkan kata-kata kasar seperti "China", "semua orang-orang kotor" dan "komunisme".

Luka psikologi yang dialami orang-orang Asia (di) Amerika -- serupa kasus Kimberly dan Madison adalah dampak ketakutan publik yang cacat nalar. Atas nama "Wuhan dan Corona" tensi rasisme mengambang semakin parah. Seumpama Presiden Trump dan Secretary of State Mike Pompeo yang mempromosikan label "Wuhan virus" dan "Chinese virus". Bahkan ketika salah satu wartawan warga Amerika keturunan Asia bertanya, Trump secara spontan menyatakan "jangan tanya ke saya tanya saja ke pemerintah China." Dari seorang pejabat negara dan tokoh publik berpendidikan tinggi sekelas presiden, publik telah belajar meracau dan menghidupkan kebencian rasial. 

Xenofobia dan Rasisme : Dunia Tidak Belajar dari Sejarah

Merriam-Webster Dictionary, menggambarkan xenofobia sebagai seseorang yang memiliki ketakutan atau kebencian terhadap orang asing, pendatang, ataupun imigran. Dalam kajian psikologi, xenofobia tergolong sebagai gangguan kecemasan. Sebagai contoh, Jepang sebelum masa kekaisaran Meiji. Di masa itu, orang-orang Jepang takut berniaga dengan orang-orang asing dari luar Jepang. Sehingga ada yang mengatakan bahwa pada masa itu orang Jepang tidak perna mengonsumsi daging sapi.

Salah satu sisi gelap pendemi Corona ternyata erat kaitannya dengan xenophobia dan rasisme. Ketika ras Asia (mongolid yang identikkan dengan ras China) dipostulasi sebagai sumber dan induk petaka Corona, perlahan-lahan anarkisme rasial secara membabi buta menyebar di seluruh penjuru dunia: Amerika, Australia, Perancis, Russia, Inggris, Kenya, Ethiopia, Afrika Selatan, Negara di Timur Tengah, dan bahkan Indonesia. 

Rasanya, dunia tidak belajar dari sejarah. Ketika wabah Black Death menyerang Eropa pada abad ke-14, yang menewaskan tak kurang dari 25 juta orang atau sekitar 40 persen penduduk Eropa saat itu, orang-orang Yahudi dituding sebagai penyebabnya. Ledakan anti-semitisme menjadi-jadi. Padahal, penyakit ini berasal dari Asia Tengah dan China.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun