Mohon tunggu...
Healthy

Prokariotik Vs Eukariotik, Manakah yang Lebih Mudah Terserang Mutagen?

24 Agustus 2017   19:44 Diperbarui: 25 Agustus 2017   02:33 1326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Selamat datang di artikel pertama saya. Kali ini saya akan membahas tentang kemampuan sel prokariotik dan sel eukariotik bertahan dari mutagen. Untuk mengetahui lebih jauh, mari anda simak penjelasan di bawah ini.

Sel pertama kali ditemukan oleh Robert Hooke yang merupakan seorang ilmuwan dari Inggris. Ia mengamati sel gabus dari dinding sel tumbuhan yang sudah mati menggunakan mikroskop sederhana pada tahun 1665. Ia melihat adanya ruangan kecil kosong yang kemudian ia menamakannya dengan celluladalam bahasa latin yang berarti sel. Penemuan sel berlanjut ketika Antonie van Leuwenhoek melihat sel hidup dari alga spirogyradan bakteri dengan menggunakan mikroskop pada tahun 1674. Ia menjadi orang pertama yang melihat sel hidup. Penemuan sel terus berlanjut hingga pada tahun 1838 Theodore Schwann yang merupakan ahli anatomi hewan dan Matthias Schleiden yang merupakan ahli anatomi tumbuhan berpendapat bahwa sel merupakan unit dasar keehidupan dan setiap makhluk hidup tersusun atas sel. Pada tahun 1840, Johannes Purkinje memperkenalkan istilah protoplasma yang merupakan cairan di dalam sel. Robert Brown menemukan nukleus (inti sel) pada sel tanaman anggrek. Robert Brown berpendapat bahwa inti sel mengatur segala aktivitas di dalam sel. Selanjutnya, Rudolf Ludwig Karl Virchow pada tahun 1858 menyatakan bahwa sel berasal dari sel sebelumnya (omnis cellula e cellula). Dari semua pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap organisme tersusun atas sel yang merupakan unit dasar kehidupan dan semua sel berasal dari sel yang telah ada sebelumnya.

Secara struktural, sel dibagi menjadi 2 tipe yaitu sel prokariotik dan sel eukariotik. Setiap makhluk hidup pasti tersusun atas salah satu dari jenis sel tersebut.

Sel prokariotik adalah sel yang tidak memiliki membran inti sel yang berfungsi untuk memisahkan inti sel dengan bagian sel lainnya. Hal ini menyebabkan DNA terkumpul di suatu tempat yang disebut sebagai nukleoid. DNA sel prokariotik berbentuk sirkuler yang artinya selalu kembali ke awal. Sel prokariotik tidak memiliki organel sel, seperti mitokondria, badan golgi, dan retikulum endoplasma. Struktur ribosom sel prokariotik adalah 3 untai RNA dan letak ribosonmnya di sitoplasma. Contoh sel prokariotik adalah kingdom archaebacteria dan eubacteria. Arhaebacteria memiliki penutup sel berupa pseudopeptidoglikan sedangkan eubacteria memiliki penutup sel berupa peptidoglikan.

Sel eukariotik adalah sel yang memiliki nukleus sejati atau materi genetik berupa DNA yang dibungkus oleh membran inti sel. DNA sel eukariotik yang utama adalah berbentuk linear, namun ada pula yang berbentuk sirkuler. DNA sirkuler yang ada pada sel eukariotik bisa didapati pada mitokondria dan kloroplas. Struktur ribosom sel eukariotik adalah 4 untai RNA dan sebagian besar terletak di retikulum endoplasma kasar, namun ada pula yang bergerak bebas di sitoplasma. Contoh sel eukariotik adalah kingdom protista, fungi, plantae, dan animalia. Penutup sel pada fungi berupa kitin, pada plantae berupa selulosa dan lignin, sedangkan pada protista mirip jamur berupa selulosa.

Mutasi adalah munculnya sifat pewarisan baru pada makhluk hidup yang disebabkan oleh perubahan materi genetik berupa gen atau kromosom suatu sel yang diwariskan pada keturunannya. Mutasi dapat terjadi karena kesalahan replikasi materi genetika selama pembelahan sel oleh radiasi, bahan kimia, atau virus yang terjadi selama proses meiosis. Faktor faktor yang mempercepat laju mutasi disebut mutagen. Sedangkan individu yang kandungan gennya mengalami mutasi disebut mutan. Alel adalah gen yang memiliki lokus (posisi pada kromosom) yang sama, namun memiliki sifat yang bervariasi yang disebabkan mutasi pada gen asli.

Secara garis besar, mutagen dapat dikategorikan menjadi 3 macam, yaitu radiasi, mutagen kimia, dan suhu. Radiasi adalah penyinaran dengan sinar radioaktif, contohnya sinar alfa, gamma, ultraviolet. Bagi organisme uniseluler, sinar ultraviolet merupakan mutagen terpenting. Sedangkan radiasi alami berasal dari sinar kosmik dan benda radioaktif yang terdapat pada kerak bumi. Gen gen yang terkena radiasi akan putus ikatannya sehingga susunan kimianya berubah dan terjadi mutasi. Mutagen kimia yang pertama adalah gas mustard yang ditemukan oleh C. Averbach. Contoh mutagen kimia yang lainnya adalah asam nitrat, gas metana, digitonin, dan lain lain. Zat kimia tersebut menyebabkan kesalahan pada replikasi sehingga susunan kimianya berubah. Faktor penyebab mutasi yang terakhir adalah suhu. Mutasi akan terjadi semakin cepat jika suhu naik. Setiap kenaikan suhu sepuluh derajat celcius, maka kecepatan mutasi akan bertambah dua hingga tiga kali lipat dari biasanya.

Pada dasanya, mutasi merupakan sumber dari semua keanekaragaman genetik. Dengan adanya proses mutasi, akan timbul keanekaragaman genetik yang lama kelamaan akan terjadi proses mikroevolusi. Laju mutasi sulit untuk dicatat karena terjadi secara acak dan jarang, terutama pada makhluk hidup tingkat tinggi.

Munculnya suatu alel baru akibat proses mutasi menyebabkan perubahan frekuensi gen yang telah ada sebelumnya. Meskipun begitu, perubahan frekuensi gen akibat proses mutasi berlangsung sangat lambat. Hal ini dapat terjadi karena laju mutasi spontan juga terjadi dengan sangat lambat. Mutasi dapat menghasilkan gen atau alel mutan yang bersifat buruk atau tidak menimbulkan pengaruh apapun. Pada mutan yang bersifat buruk, pengaruh berlainan akan terlihat pada gen mutan yang bersifat dominan atau yang bersifat resesif.

Pada gen mutan dominan, pengaruh akan muncul pada keadaan heterozigot. Pada gen mutan resesif, pengaruh akan muncul bila terdapat bentuk homozigot. Keadaan seperti ini memberi konsekuensi yang terkait dengan faktor seleksi. Pada populasi manusia, pengaruh buruk gen dominan yang sudah muncul pada saat heterozigot menyebabkan langsung terseleksi. Akibat dari hal di atas adalah frekuensi gen ini biasanya rendah. Sedangkan untuk gen resesif, dampak buruk hanya akan terlihat pada keadaan homozigot. Maka dari itu, gen ini cenderung menumpuk dalam populasi sampai frekuensi tinggi sebelum akhirnya terseleksi.

Berdasarkan tingkatannya, mutasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu mutasi gen dan mutasi kromosom. Menurut Starr dan Taggart, mutasi gen atau mutasi titik adalah perubahan yang hanya terjadi pada susunan DNA dan lokusnya tidak mengalami perubahan. Setiap gen tersusun atas DNA. DNA tersusun atas nukleotida. Setiap nukleotida terdiri dari fosfat, basa nitrogen, dan gula deoksiribosa. Basa nitrogen terdiri atas empat macam, yaitu adenin (A), guanin (G), cytosin (C), dan timin (T). Perbedaan jumlah dan jenis basa nitrogen menimbulkan perubahan jenis DNA. Hal di atas akan menyebabkan terbentuknya gen yang berbeda. Ketika mitosis dan meiosis terjadi, setiap molekul DNA akan mereplikasi diri dengan cepat. Namun, pada suatu saat akan terjadi kekeliruan kimia. Informasi yang telah dibawa oleh molekul yang telah berubah itu akan berlainan dengan informasi genetik yang terdapat pada sel generasi sebelumnya. Sel yang baru terbentuk akan menerima perintah baru dalam perkembangan selanjutnya sehingga terjadi mutasi gen. Pada umumnya mutasi gen dapat terjadi akibat adanya mutagen yang meningkatkan risiko perubahan DNA yang akan diwariskan.

Mutasi gen sendiri dibagi menjadi dua kategori umum, yaitu substitusi pasangan basa dan pergeseran rangka. Substitusi pasangan basa adalah penggantian satu nukleotida dan pasangannya dalam rantai DNA komplementer dengan pasangan nukleotida lain. Substitusi pasangan kembali dibagi menjadi dua, yaitu transisi dan transversi. Transisi adalah substitusi pasangan basa yang sejenis, contohnya substitusi satu purin oleh purin yang lain atau satu pirimidin dengan pirimidin yang lain. Transversi adalah subtitusi pasangan basa yang tidak sejenis, contohnya substitusi suatu purin dengan pirimidin. Mutasi pergeseran rangka adalah penambahan atau pengurangan satu atau lebih pasangan nukleotida pada suatu gen. Mutasi pergeseran rangka dibagi menjadi dua, yaitu insersi dan delesi. Insersi adalah penambahan satu atau lebih pasangan basa pada suatu gen. Delesi adalah pengurangan satu atau lebih pasangan basa pada suatu gen.

Mutasi kromosom merupakan mutasi struktur genetik yang disebabkan perubahan susunan dan jumlah kromosom. Mutasi kromosom secara umum dibagi menjadi dua, yaitu mutasi struktur kromosom dan mutasi jumlah kromosom. Mutasi struktur kromosom sendiri kembali dibagi menjadi empat, yaitu delesi, duplikasi, inversi, dan translokasi. Delesi adalah patahnya fragmen kromosom yang mengakibatkan hilangnya gen tertentu yang terdapat pada kromosom tertentu. 

Duplikasi adalah penambahan sebagian gen pada kromosom karena kromosom berikatan dengan fragmen kromosom homolog lainnya. Inversi adalah fragmen kromosom yang patah kembali ke kromosom asalnya dengan posisi terbalik. Translokasi merupakan fragmen kromosom patahan berikatan dengan kromosom nonhomolog dan terjadi penataan ulang susunan kromosom. Euploid dan aneuploid merupakan bagian dari mutasi jumlah kromosom. Euploid adalah perubahan jumlah kromosom pada tingkat genom. 

Jumlah kromosom organisme euploid merupakan kelipatan dari jumlah kromosom pada satu genom. Pengurangan kromosom dari diploid akan menghasilkan monoploid, sedangkan peningkatan jumlah kromosom dari diploid akan menghasilkan poliploid. Aneuploid merupakan penambahan atau pengurangan satu atau beberapa kromosom pada genom sehingga kandungan kromosom di dalam nukleus bukan merupakan kelipatan dari jumlah kromosom haploidnya. Penambahan satu kromosom disebut trisomi, sedangkan pengurangan satu kromosom disebut monosomi.

Berdasarkan faktor kejadiannya, mutasi dibagi menjadi 2, yaitu mutasi alami dan mutasi buatan. Mutasi alami adalah peristiwa mutasi yang muncul tiba tiba secara alami. Pada peristiwa ini, gen yang yang mengalami sulit untuk diketahui karena setiap individumemiliki jumlah gen yang berbeda atau rata rata sekitar 100.000 gen. Mutasi alami terjadi karena radiasi sinar kosmis (sinar luar angkasa), radiasi sinar radioaktif, dan radiasi sinar ultraviolet sehingga mutasi alami jarang terjadi. Mutasi buatan atau mutasi induksi ditemukan setelah adanya teknik rekayasa genetika. Mutasi buatan seringkali dilakukan dengan tujuan penelitian genetika untuk memperoleh genotipe baru.

Mutasi kembali dibagi menjadi dua berdasarkan tip sel yang mengalami mutasi, yaitu mutasi germinal dan mutasi somatik. Mutasi germinal adalah mutasi yang terjadi pada sel kelamin (gamet). Mutasi ini disebut mutasi germinal karena dapat diwariskan kepada keturunannya atau bersifat keturunan. Mutasi germinal bertanggung jawab pada terjadinya variasi dalam suatu populasi. Mutasi somatik merupakan mutasi yang terjadi pada sel sel soma atau sel sel tubuh. Jika mutasi germinal bersifat keturunan, maka mutasi somatik tidak bersifat keturunan.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, terdapat beberapa perbedaan antara sel prokariotik dan sel eukariotik. Perbedaan yang paling utama dapat ditemukan pada bentuk DNA, dinding sel, struktur dan letak ribosom, dan membran inti sel. Sedangkan mutasi adalah perubahan genetik dari satu individu yang bersifat menurun.

'Sel eukariotik lebih mudah mengalami mutasi daripada sel prokariotik'. Saya memiliki alasan yang kuat mengapa saya setuju dengan pendapat di atas. Alasan saya yang pertama berkaitan dengan dinding sel. Dinding sel adalah struktur yang terletak di luar membran plasma. Dinding sel hanya terdapat pada archaebacteria, eubacteria, protista mirip jamur dan tumbuhan, dan plantae. Pada protista mirip hewan dan animalia tidak dijumpai dinding sel sehingga dapat kita lihat bahwa organisme yang termasuk dalam kelompok tersebut dapat bergerak bebas. Dinding sel berfungsi untuk melindungi sel, mempertahankan bentuk sel, dan mencegah penyerapan air yang berlebihan.

Sel prokariotik merupakan sel yang primitif. Sebagai sel yang primitif, sel prokariotik pasti memiliki bentuk pertahanan diri yang kuat. Pertahanan diri itu dilakukan dengan cara membentuk dinding sel. Pada archaebacteria, dinding selnya berupa pseudopeptidoglikan. Pseudopeptidoglikan sendiri tersusun atas lipid, gula, dan protein. Hal ini menyebabkan archaebacteria mampu bertahan pada lingkungan yang ekstrem. Selain itu, membran plasma archaebacteria juga tersusun atas lipid yang membuatnya semakin bisa hidup di lingkungan yang ekstrem. Berdasarkan habitatnya, archaeacteria dibagi menjadi 3 jenis, yaitu bakteri metanogen, halofil, dan termoasidopfil. 

Bakteri metanogen adalah bakteri yang menghasilkan metana dari gas hidrogen dan karbondioksida atau asam asetat (asam cuka). Bakteri metanogen biasanya ditemui di daerah sungai dan berperan sebagai pengurai. Contohnya adalah Methanobacterium. Bakteri halofil adalah bakteri yang hidup di lingkungan yang memiliki kadar garam sangat tinggi. Bakteri ini hidup optimal pada kadar garam 20%. Contohnya adalah Halobacterium. Bakteri termoasidopfil yaitu bakteri yang hidup pada lingkungan yang panas dan asam. Kondisi optimal untuk bakteri ini adalah sekitar suhu 60 hingga 80 derajat celcius dengan pH 2 sampai 4. Bakteri ini mudah ditemukan di daerah yang mengandung banyak asam sulfat, seperti di kawah vulkanik. Contohnya adalah Sulfolobusdan Thermoplasma.

Dari penjelasan tersebut, kita dapat melihat bahwa dinding sel archaebacteria yang terdiri dari pseudopeptidoglikan mampu melindungi sel sel yang hidup di lingkungan ekstrem tersebut. Bahkan pada bakteri termoasidopfil, dinding sel tersebut masih kuat bertahan dari asam sulfat dan suhu yang tinggi. Seperti yang kita ketahui bahwa asam sulfat merupakan salah satu mutagen dari kelompok bahan kimia. Bakteri termoasidopfil yang masih mampu bertahan hingga saat ini menjadi bukti bahwa mutagen berupa bahan kimia dan suhu tidak mampu menembus dinding sel archaebacteria. Jika mutagen tersebut mampu menembus dinding sel dari archaebacteria, maka mutasi akan terjadi dan akan muncul sifat pewarisan baru dari hasil mutasi tersebut.

Sekarang, saya akan membahas tentang eubacteria. Dinding sel eukariotik terdiri dari peptidoglikan (polimer karbohidrat dan protein). Eubacteria diklasifikasikan berdasarkan perbandingan signature sequence(urutan basa khas) pada RNA ribosom. Klasifikasi tersebut adalah proteobacteria, bakteri gram positif, cyanobacteria, spirochaeta (bakteri gram negatif), dan chlamydia. Habitat eubacteria adalah lingkungan kosmopolitan, contohnya adalah gurun, lingkungan bersalju, dan lautan dengan suhu yang normal. Meskipun begitu, sebagian kelompok eubacteria ada yang bersifat parasit, seperti chlamydia dan spirochaeta. Sebagai parasit, chlamydia dan spirochaeta harus memiliki pertahan diri yang kuat untuk melindungi diri dari antibodi, antibiotik, dan zat zat yang dapat membunuhnya. Sedangkan antibodi dan antibiotik sendiri mengandung zat zat yang dapat bersifat mutagen. Semakin lama, bakteri tersebut akan membentuk dinding sel yang lebih tebal untuk melindungi dirinya. Maka dari itu, mutagen akan lebih sulit masuk menembus dinding sel yang tebal tersebut sehingga mutasi tidak terjadi.

Pada sel eukariotik, dinding sel hanya berupa kitin (kingdom fungi), selulosa (kingdom plantae dan protista mirip jamur), dan lignin (kingdom plantae). Dinding sel yang terdapat pada alga, fungi dan plantae lebih tipis dibadingkan dengan dinding sel pada sel prokariotik karena dinding sel pada sel eukariotik lebih berfungsi untuk memberi bentuk pada sel daripada perlindungan. Mengapa demikian? Karena sebagian besar dari anggota sel eukariotik berukuran makroskopis yang berarti jumah selnya lebih dari 1 (multiseluler). Bahkan pada kingdom animalia dan protista mirip hewan tidak memiliki dinding sel. Pada organisme multiseluler, pertahanan diri bukan lagi pada tingkat sel. Sedangkan pada tingkat sel, pertahanan diri dari ancaman adalah dengan berasal dari lisosom. 

Lisosom sendiri tidak cukup kuat untuk menahan mutagen. Hal ini disebabkan karena dinding sel eukariotik yang jauh lebih tipis dibandingkan dinding sel prokariotik. Meskipun pada sel prokariotik tidak memiliki lisosom untuk pertahanan diri dari ancaman, namun dinding sel yang tersusun atas lipid membuatnya mampu bertahan dari mutagen. Contohnya adalah antibodi manusia yang dibentuk pada sel darah putih berfungsi untuk melindungi kesatuan individu, bukan melindungi satu sel saja. Hal ini menyebabkan mutagen lebih mudah masuk ke dalam sel dan mengubah materi genetik sel tersebut sehingga tercipta sifat pewarisan yang baru. Terdapat banyak kejadian yang membuktikan bahwa sel eukariotik lebih mudah mengalami mutasi. Contohnya adalah kelinci yang tidak memiliki telinga, dua badan jagung yang menyatu menjadi satu, dan lain lain.

Alasan kedua mengapa saya berpendapat bahwa sel eukariotik lebih mudah mengalami mutasi daripada sel prokariotik berkaitan dengan proses replikasi DNA. Replikasi DNA sel prokariotik lebih sederhana daripada sel eukariotik. Sel prokariotik melakukan replikasi di dalam sitoplasma karena materi genetik sel prokariotik berada di sitoplasma. Sedangkan pada sel eukariotik, replikasi DNA terjadi di dalam nukleus (inti sel) karena materi genetik berada di dalam nukleus. Pada sel prokariotik, replikasi DNA terjadi di satu tempat pada satu waktu. Namun, replikasi DNA sel eukariotik terjadi semua titik secara bersamaan. Pada sel prokariotik, terdapat dua cabang replikasi di setiap kromosom. Pada sel eukariotik, terbentuk sejumlah cabang replikasi secara bersamaan di setiap DNA replikasi. 

Dalam sel prokariotik, kromosom tidak mengandung kromatin, sedangkan pada sel eukariotik kromatin mengalami pemendekan menjadi kromosom dan menyusun sebagian besar inti sel eukariotik. Pada sel eukariotik terbentuk kurang lebih 150 nukleotida, sedangkan pada sel prokariotik ada 100 hingga 200 nukleotida yang terbentuk. Terdapat satu replikon pada kromosom sel prokariotik. Sedangkan molekul DNA prokariotik mengandung replikon dalam jumlah yang besar (50.000 atau lebih), meskipun begitu replikasi tidak terjadi secara bersamaan di semua replikon. Selama replikasi DNA sel prokariotik, akan terbentuk satu gelembung replikasi. Pada sel eukariotik, akan terbentuk banyak gelembung replikasi dalam satu molekul DNA yang melakukan replikasi.

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa replikasi DNA sel prokariotik terjadi dengan lebih sederhana dan dilakukan dalam waktu yang sangat cepat (2000 nukleotida per detik). Sedangkan pada sel eukariotik, replikasi DNA terjadi dengan lebih kompleks dan dilakukan dalam waktu yang lama (100 nukleotida per detik). Hal ini dibuktikan dengan lebih pesatnya pertumbuhan bakteri (prokariotik) dibandingkan organisme lainnya.

Jika waktu yang diperlukan untuk melakukan replikasi DNA singkat, maka kesempatan mutagen untuk mengganggu proses replikasi dan mengubah susunan materi genetik kecil. Selain itu, jika seandainya replikasi DNA terganggu, maka sel prokariotik akan lebih mudah untuk memperbaiki dirinya karena hanya ada satu asal replikasi per molekul DNA (lebih sederhana). Jika terjadi kerusakan, sesuatu yang sederhana akan lebih mudah untuk diperbaiki daripada sesuatu yang kompleks. Pada sel eukariotik, mutagen akan lebih mudah untuk mengubah susunan materi genetik sel karena setiap kromosom sel eukariotik terdapat lebih dari 1000 asal replikasi. Jika terjadi mutasi pada sel eukariotik, kemungkinan besar akan terbentuk varietas baru karena proses replikasi DNA lambat sehingga kemampuan sel untuk memperbaiki diri juga berlangsung secara lama. Sehingga dapat diketahui bahwa sel eukariotik lebih rentan terhadap mutagen dibandingkan sel prokariotik.

Alasan ketiga mengapa saya setuju dengan pernyataan di atas berkaitan dengan masalah organel organel sel yang lain. Dengan adanya teori endosimbiosis yaitu hubungan yang terdapat dalam sel, dapat diketahui bahwa beberapa organel sel dulunya adalah sel tersendiri. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa organel sel yang memiliki DNA tersendiri, seperti mitokondria dan kloroplas. Mitokondria dan kloroplas masuk ke dalam sel karena kedua organel tersebut akan mendapat perlindungan. Sedangkan keuntungan sel jika mitokondria dan kloroplas masuk adalah mendapatkan energi. Pada sel prokariotik, tidak ditemukan mitokondria dan kloroplas. Hal ini berarti tidak ada DNA lain di dalam sel prokariotik. Sedangkan pada sel eukariotik, ditemukan mitokondria dan kloroplas. 

Hal ini berarti ada lebih dari 1 jenis DNA dalam kesatuan sel. Maka dari itu, mutagen akan memiliki lebih dari satu tujuan penyerangan. Mitokondria dan kloroplas akan menjadi pilihan lain jika mutagen tidak berhasil mempengaruhi susunan materi genetik DNA di inti sel. Hal ini dapat memicu terjadinya mutasi. Jika mitokondria atau kloroplas berhasil dimasuki oleh mutagen, maka hampir dapat dipastikan bahwa sel tersebut akan mengalami mutasi. Pada sel prokariotik, mutagen hanya dapat menyerang nukleoid karena tidak terdapat organel sel lain yang mengandung DNA. Sehingga mau tidak mau, jika mutagen gagal menyerang nukleoid berarti mutasi tidak mungkin terjadi.

Dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sel eukariotik lebih mudah mengalami mutasi dibandingkan sel prokariotik. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor pertama, dinding sel prokariotik yang tersusun dari lipid dan lebih tebal dibandingkan dari sel eukariotik memungkinkannya untuk bertahan dari serangan mutagen. Faktor kedua, proses replikasi DNA sel prokariotik jauh lebih singkat sehingga kesempatan mutagen untuk mengubah susunan materi genetik lebih kecil. Faktor terakhir yaitu pada sel eukariotik, terdapat organel sel yang di dalamnya mengandung DNA sehingga resiko untuk terserang mutagen lebih besar karena mutagen memiliki pilihan lain jika tidak berhasil mengubah susunan materi genetik di inti sel.

Terima kasih telah membaca artikel ini.

Sumber            :

Bambang, Pratiwi, Srikini, Sri Maryati, Suharno. 2014. Biologi SMA Jilid 3 untuk Kelas XII. Jakarta: Penerbit Erlangga

Irnaningtyas. 2014. Biologi untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Irnaningtyas. 2014. Biologi untuk SMA/MA Kelas XI.Jakarta: Penerbit Erlangga.

https://books.google.co.id/books?id=2bPXe2S4gxoC&pg=PA219&dq=jenis+mutasi&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi9qcTr7e_VAhWMu48KHfGjCy0Q6AEIODAE#v=onepage&q=jenis%20mutasi&f=false (diakses 18 Agustus 2017)

https://books.google.co.id/books?id=dwjGlYV4t8gC&pg=RA1-PA34&dq=campbell+biologi+edisi+5+jilid+1&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiSq4qa7e_VAhWJPY8KHSEeAAAQ6AEIJjAA#v=onepage&q=campbell%20biologi%20edisi%205%20jilid%201&f=false (diakses 20 Agustus 2017)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun