Mohon tunggu...
Leonard Arpan Aritonang
Leonard Arpan Aritonang Mohon Tunggu... -

Masyarakat biasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Quick Count bukan Alat Pembingungan

14 Juli 2014   08:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:23 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi sebagian, kalau bukan sedikit, dinamika pasca pencoblosan pemilu pemilihan presiden 2014 menjadikan segala sesuatunya menjadi jelas - bahkan lebih jelas. Sementara untuk sebagian yang lainnya lagi, dinamika ini membingungkan.

Ya, quick count merupakan isu yang ramai diperbincangkan saat ini. Exit strategy yang banyak digunakan baik bagi yang bingung maupun yang tidak mau terlihat bingung, dan bahkan yang pura-pura bingung adalah respon yang normatif dan cenderung tidak perlu dipersoalkan lebih lanjut: tunggu ketetapan KPU.

Untuk saya sendiri, dengan menempatkan diri di posisi awal yang netral, saya berakhir “ikut” ke kelompok yang pertama. Pasangan yang dinyatakan kalah oleh quick count dari lembaga-lembaga yang kredibel adalah pasangan yang sejak tanggal 9 Juli 2014 sudah kalah. Sejalan dengan itu, pasangan yang kalah ini masih mencoba membeli waktu dan/atau membalikan kekalahan. Kesimpulan ini juga otomatis menunjuk mereka sebagai pasangan yang tidak siap menerima kekalahan, dan juga tidak selaras antara sikap dengan ucapan manis sebelumnya “siap menang, siap kalah”.

Quick count sudah digunakan dan dinikmati di banyak negara, termasuk Indonesia di pesta-pesta demokrasi sebelumnya. Quick count adalah manfaat ilmu statistik. Dengan kredibilitas, buah ilmu statistik ini bisa digunakan untuk memprediksi dengan keakuratan tingkat tinggi siapa presiden-wakil presiden pilihan rakyat. Tidak hanya itu, beberapa literatur, termasuk The Quick Count and Election Observation (National Democratic Institute for International Affairs: 2002), menyatakan bahwa quick count goals are to deter fraud, to detect fraud, to offer a timely forecast of results, to instill confidence in the electoral process, to provide report on the quality of the process, to encourage citizen participation, to extend organizational reach and skills building and to set the stage for future activities.

Melihat tujuannya, penggunaan quick count di pemilu pemilihan presiden 2014 ini jelas merupakan hal yang sangat baik dan patut didukung.

Pertentangan hasil quick count yang ada seharusnya dapat diselesaikan dengan cepat, tanpa banyak tuding-menuding. Bukankah quick count yang diberlakukan berdasarkan ilmu pengetahuan selalu mempunyai karakter dapat diuji kesahihannya?

Keengganan buka-bukaan menggiring kebingungan di tengah-tengah masyarakat, yang dikhawatirkan akan membawa dampak yang lebih buruk: disintegrasi. Lembaga survey kredibel tentu tidak akan melacurkan martabatnya semata-mata untuk kepentingan haus kekuasaan dari segelintir elite.

Kita bersama-sama harus berani untuk menggunakan quick count yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga yang kredibel bukan hanya untuk memprediksi siapa sang pemenang, tapi dalam konteks saat ini untuk juga mencegah dan mendeteksi kecurangan dan untuk meyakinkan bahwa kita menyelenggarakan pemilu yang sesuai asasnya, dalam koridor yang sebesar-besarnya terbuka untuk partisipasi masyarakat.

Tidak berlebihan kiranya apabila penafikan hal-hal ini memunculkan prasangka tentang adanya kecurangan untuk menelurkan hasil pemilu yang bukan suara rakyat.

Nah, saya pikir ada baiknya bagi KPU untuk segera menyelesaikan prahara quick count ini, atau berani berpihak pada hasil quick count yang diterbitkan lembaga-lembaga yang kredibel sembari menunggu proses penghitungan yang berjalan, dan menjadikannya semacam alarm kecurangan, ketimbang sekedar memberikan respon untuk menunggu hasil penghitungan, dan di lain sisi, memberi peluang dan waktu yang lebih leluasa untuk pihak-pihak tertentu melakukan kecurangan. Sedangkan untuk DPR Komisi I yang berwacana hendak memanggil RRI karena quick countnya, mari pertanyakan apa semangat yang mendasari wacana dari para wakil rakyat yang terkesan menghalangi partisipasi masyarakat ini.

Harry S. Truman mengatakan if you can’t convince them, confuse them. Semoga masyarakat bisa segera mendapat kejelasan. Tidak dilarutkan dalam permainan kebingungan di tenggang waktu yang ada ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun